0
beritakorupsi.co – Setelah 4 terdakwa kasus Korupsi Bawaslu Jatim Jilid I dan 3 terdakwa dalam Jilid II di Vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TPK) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada tahun lalu, saat ini giliran 3 terdakwa Jilid III menunggu “suara Palu” Majelis Hakim setelah ke Tiganya di tuntut pidana penjara oleh JPU, pada Senin, 20 Maret 2017.

Ketiga terdakwa dalam Jilid III ini adalah sesama rekanan yang CV-nya dipinjam oleh pejabat Bawaslu sendiri untuk mengikuti pengadaan barang dan jasa terkait kegiatan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim) tahun 2013 yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 142 Millair dari NPHD APBD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah – Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Jatim diantaranya, Rochmat Budi Utomo, Firdaus dan Ali Sodikin, yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Teresia dan Dona.

Sementara untuk terdakwa dalam Jilid IV, yakni Arifin dan Samudji Hendrik Susilo Bali (Pejabat Pengadaan) yang “meminjam” Bendera (CV) para rekanan sekaligus sebagai pelaopr dalam kasus ini,  masih menunggu “antrian” di Polda Jatim yang hingga sejak 2015 samapai sekarang belum dilimpahkan ke Kejati Jatim.

Dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Endriyanto dan JPU Agung dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menyatakan bahwa, terdakwa Rochmat Budi Utomo, Firdaus dan Ali Sodikin, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) sebagaimana diantur dan diancam dalam pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 HUHPidana.

Dalam tuntutannya, JPU menyebutkan bahwa para terdakwa meminjamkan CV-nya kepada Bawaslu untuk mengikuti lelang pengadaan kegiatan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2013 lalu dan menerima keuntungan. Sehingga terdakwa dituntut pidana penjara masing-masing 2 tahun denda sebesar Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Tidak hanya pidana pokok, terdakwa juga dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa pengembalian uang yang dinikmati oleh para terdakwa dari hasil meminjamkan CV-nya yang besarnya berbeda.

“Meminta kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini untuk menjatuhkan pidana penjara selama Dua tahun denda sebesar Lima puluh ribu rupiah subsidair Tiga bulan kurungan,” ucap JPU Endriyanto.

Masing-masing terdakwa juga diwajibkan untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 8.503.000 (untuk terdakwa Firdaus) untuk terdakwa ochmat Budi Utomo Rp 38 juta dan terdakwa Ali Sodikin sebesar Rp 89 juta. Dan apa bila terdakwa tidak membayar dalam waktu Satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang. Dan apa bila tidak mencukupi, amka diganti hukuman pidana penjara selama Satu tahun. Sehingga total keseluruhan lamanya penjara yang di tuntut ke masing-masing terdakwa selama 3 tahun dan 3 bulan.

Atas tuntutan JPU tersbut, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan Pembelaannya (Pledoi) dalam persidangan yang akan datang. “Majelis memberikan waktu Satu minggu untuk menyampaikan pembelaannya,” kata Majelis Hakim.

Usai persidangan, terkait tersangka lain yakni Samuji Hendrik yang hingga saat ini belum dilimpahkan perkaranya dari penyidik Polda Jatim ke Kejati Jatim, JPU Endriyanto, mengatakan masih menunggu. “Masih menunggu, sudah P21,” kata JPU Endri singkat

Sebelumnya, Tujuh terdakwa dalam perkara ini sudah divonis pada tahun lalu dan Tiga diantanya bebas. Empat terdakwa dalam Jilid I yaitu, Amru (Sekretaris di Vonis 4 thn) Gatot Sugeng Widodo (Bendahara, di Vonis 5)  Ahmad Khusaini (1 thn) dan Indroyono (2 thn) (keduanya rekanan)

Dan 3 terdakwa dalam Jilid II yang divonis bebas yakni, Dr. Sufyanto, (Ketua Bawaslu) serta dua komisioner yakni, Andreas Pardede dan Sri Sugeng.

Terkait bebasnya Ketiga terdakwa ini, dalam pertimbangan Majelis Hakim menyatakan bahwa, BPKP perwakilan Provinsi Jawa Timur, tidak jujur.




 Fakta dalam Persidangan Sebelumnya

Pertimbangan Majelis Hakim dalam amar putusannya bisa jadi ada benarnya. Sebab, sesuai fakta persidangan dari hasil audit BPKP seperti dalam dakwaan maupun tuntutan JPU menyatakan, bahwa terdakwa (Dr. Sufyanto, Andreas Pardede dan Sri Sugeng) tidak dapat mempertanggung jawabkan dana perjalan dinas sebesar Rp.127,5 juta yang berasal dari dana hibah NPHD Pilgub Jatim 2013 lau. Pada hal, seluruh biaya perjalanan dinas sudah di SPJ kan, dan telah disita oleh penyidik Polda Jatim.

Dalam fakta persidangan, dana perjalanan dinas berubah menjadi uang THR sesuai keterangan para saksi dari Panwaslu Kabupaten/Kota se-Jatim. Anehnya, dokumen SPJ perjalanan dinas yang disita penyidik, tidak pernah ditunjukkan JPU dalam persidangan jilid I maupun jilid II. Yang lebih aneh lagi, bahwa keterangan para saksi dari Panwaslu Kabupaten/Kota se-Jatim yang menyatakan bahwa, yang dibagikan pada saat menjelang hari raya Idul Fitri 2013 lalu adalah uang THR.

Ternyata, keternagan para saksi di BAP pada saat pemeriksaan di penyidik Polda Jatim karena diarahkan oleh penyidik sesuai keterangan saksi di persidangan. Ironisnya, dana perjalanan dinas yang seharusnya adalah milik para saksi karena sudah melakukan tugasnya dalam pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, serta berjalan dengan sukses, ikut juga disita oleh penyidik saat itu

sementara saksi Ahli R. Wahyudi, dari BPKP yang melukan penghitungan atas kerugian negara, setelah menerima data-data dari penyidik Polda Jatim, namun tidak melakukan konfirmasi kepada terdakwa dengan alasan, karena keterbatasan waktu. Namun R. Wahyudi mengakui di persidangan Jilid II ini, dia diminta oleh penyidik Polda untuk memberikan pendapat terkait kwitansi yang disita penyidik.

Tidak hanya itu. Ahli dari BPKP perwakilan Jatim ini pun tidak melakukan konfirmasi ke pemberi hibah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jatim. Karena memang belum ada audit yang dilakukan oleh Inpektorat, sebab dana perjalanan dinas yang dipergunakan Bawaslu dalam tahapan pilgub, sudah di SPJ kan.

Sementara, ada hasil audit BPKP jauh sebelum ada penyelidikan maupun penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polda Jatim atas permintaan Amru, selaku Sekretaris Bawaslu kepada BPKP, tanggal 25 Juli 2013. Dan saran yang dianjurkan oleh BPKP sendiri kepada Bawaslu dalam hasil audit tersebut, menyarankan kepada Ketua Bawaslu Provinsi Jatim, agar mengintruksikan kepada Sekretaris Bawaslu untuk ; Melaporkan kembali kepada Gubernur Jatim tahun 2013, sesuai dengan hasil reviu, dan melaporkan kepada aparat penegak hukum. Namun hal itu dibantah juga oleh R. Wahyudi. Saksi Ahli dari BPKP ini justru merasa yakin dan mengatakan kepada Majelis Hakim saat itu, bahwa hasil audit dan saran BPKP tidak ada.

Pada hal, tindakan yang dilakukan oleh Amru, meminta BPKP untuk melakukan audit adalah, untuk mengamankan keuangan Negara. Alasannya, karena bendahara, terbukti tidak dapat mempertanggungjawabkan keuangan negara sebesar Rp 3.702.084.546,00 berdasakan hasil audit BPKP Perwakilan Jatim Nomor : 966/PW13/2/2014 tanggal 25 Juli 2014, setelah bendahara pengeluaran melarikan diri selama 8 bulan. Namun pada kenyataanya, terdakwa sendiri terjerat oleh kwitansi. Sementara yang diserahkan bendahara ke penyidik Polda jatim adalah kwitansi sementara yang sudah di SPJ dan tidak berlaku lagi.

“Kita akan pikirkan lebih dahulu, sehubungan dengan keterangan palsu dipersidangan dan pemalsuan dokumen oleh saksi ahli. Dia (R.Wahyudi dari BPKP Jatim) dalam persidangan menyatakan sudah melakukan klarifikasi, pada hal tidak pernah ada. Tanda tangan para terakwa itu tidak pernah ada ditanda tangani oleh para terdakwa,” ujar Pane, saat itu.

Tidak hanya itu, lanjut Pane, harusnya ada tindakan ekseminasi terhdap penyidik dari lembaga diatasnya terkait putusan Majelis Hakim kepada terdakwa hari ini.

“Ini putusan sesuai fakta persidangan. Bukti dokumen perjalanan dinas yang disita oleh penyidik tidak pernah ditunjukkan JPU dalam persidangan. Itu dana perjalanan dinas bukan THR,” kata Pane.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top