“Mengapa Jumali selaku Kades Joho, Kec. Pace, Kab. Nganjuk Tidak Tersangka? Padahal Penyidik Mabes Polri pertamakali mengamankan Jumali yang membawa uang untuk Bupati Nganjuk melalui Camat Pace Dupriono”
Foto asat, 2 penyidik Mabes polri dan Kepala Inpektorat serta Kepala BKD Kab. Nganjuk (foto bawa) |
“Nyata tapi aneh”. Kalimat inilah yang menggelitik dan menjadi pertanyaan masyarakat dalam perkara Korupsi Tangkap Tangan Penyidik Mabes Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 9 Mei 2021 terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, M. Izza Muhtadin (Ajudan Bupati), Dupriono (Camat Pace), Edie Srijanto (Camat Tanjunganom), Haryanto (Camat Berbek), Bambang Subagio (Camat Loceret) dan Tri Basuki Widodo (Mantan Camat Sukomoro)
Nyata, bahwa pada hari Minggu, tanggal 9 Mei 2021 sekira pukul 10.00 WIB, Tim Penyidik Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) bersama Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kegiatan Tangkap Tangan di Kabupaten Nganjuk dan mengamankan 7 orang Tersangka/Terdakw dengan nama-nama tersebut diatas.
Baca juga: Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidhayat Diadili Dalam Perkara Korupsi Tangkap Tangan ‘Sebesar Rp629 Juta’ - http://www.beritakorupsi.co/2021/08/bupati-nganjuk-novi-rahman-hidhayat.html
Baca juga: Kajari Nganjuk dan 5 Kasi Sebagai JPU Dalam Sidang Perkara Korupsi Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat - http://www.beritakorupsi.co/2021/08/kajari-nganjuk-dan-5-kasi-sebagai-jpu.html
Foto pada monitor atas adalah Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk bersama 6 terdakwa lainnya. Pada layar monitor bawah, "penampakan" petugas Lapas Pasuruan |
Padahal, pada saat Penyidik Mabes Polri melakukan kegiatan Tangkap Tangan di Kabupaten Nganjuk pada tanggal 9 Mei 2020, yang pertamakali diamankanadalah Jumali yang membawa uang untuk Bupati Nganjuk melalui Camat Pace Dupriono
Hal ini terungkap dari keterangan 2 orang Penyidik dari Mabes Polri, yaitu Baharuddin dan Ray Barnando yang dihadirkan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eko Barito (mantan Kasi Pidusus Kejari Nganjuk) dkk dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dan Tim JPU Nophy Tennophero Suoth, SH., MH selaku Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Nganjuk dkk sebagai saksi di persidangan (Senin, 27 September 2021) dalam Perkara Korupsi ‘Jual beli Jabatan’ di Kabupaten Nganjuk pada tahun 2021 dengan Terdakwa Novi Rahman Hidayat (Bupati Nganjuk), M. Izza Muhtadin (Ajudan Bupati), Dupriono (Camat Pace), Edie Srijanto (Camat Tanjunganom), Haryanto (Camat Berbek), Bambang Subagio (Camat Loceret) dan Tri Basuki Widodo (Mantan Camat Sukomoro)
Selain 2 penyidik dar Mabes Polri (Baharuddin dan Ray Barnando) ini, Tim JPU juga menghadirkan 3 Pejabat Kabupaten (Kab.) Nganjuk, yaitu M. Yasin (Sekda), Adam Muhato (Kepala BKD/Badan Kepegawaian Daaerah) dan Fajar Judiono selaku Kepala Inspektorat Kab. Nganjuk
Baca juga: Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat Tertangkap Tangan, PH-nya Bilang Dakwaan Jaksa Tidak Jelas - http://www.beritakorupsi.co/2021/09/bupati-nganjuk-novi-rahman-hidhayat.html
Selain 2 penyidik dar Mabes Polri (Baharuddin dan Ray Barnando) ini, Tim JPU juga menghadirkan 3 Pejabat Kabupaten (Kab.) Nganjuk, yaitu M. Yasin (Sekda), Adam Muhato (Kepala BKD/Badan Kepegawaian Daaerah) dan Fajar Judiono selaku Kepala Inspektorat Kab. Nganjuk
Baca juga: Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat Tertangkap Tangan, PH-nya Bilang Dakwaan Jaksa Tidak Jelas - http://www.beritakorupsi.co/2021/09/bupati-nganjuk-novi-rahman-hidhayat.html
Terdakwa Novi Rahman Hidhayat selaku Bupati Nganjuk (kanan) dengan didampingi Penasehat Hukum-nya di Lapas Pasuruan (Dok foto BK) |
Kepada Majelis Hakim, 2 penyidik dari Mabes Polri (Baharuddin dan Ray Barnando) ini menjelaskan, yang pertamakali diamankan adalah Jumali, kemudian Dupriono hingga ke Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Selanjunya di gelandang ke Polres Kabupaten Ngajuk
“Pertamakali mengamankan Jumali, Sadiko dan Duprino. Edie Srijanto, Haryanto, Tri Mabasuki Widodo, Bambang Sugagio, Izza. Kemudian Novi (Novi Rahman Hidayat). Lalu di bawa ke Polres,” kata saksi
Apa yang disampaikan saksi dari Mabes polri ini, tak jauh beda dengan isi dakwaan JPU yang menjelaskan, pada tanggal 9 Mei 2021 sekira pukul 08.00 WIB, Jumali selaku Kepala Desa Joho bertemu dengan Sadiko selaku Kepala Desa Sanan dan Darmadi selaku Kepala Desa Bodor betempat di Gudang milik Jumali yang terletak di samping rumah tempat tinggal Jumali di Dusun Joho, Desa Joho, RT. 11 RW. 04, Kecamatan Pace, Kabupaten Nganjuk dengan tujuan untuk memikirkan permintaan terdakwa selaku Bupati Nganjuk melalui Dupriono
Baca juga: Eksepsi Ditolak, Perkara Korupsi Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat Lanjut Diadili - http://www.beritakorupsi.co/2021/09/eksepsi-di-tolak-perkara-korupsi-bupati.html
Karena merasa tidak enak atas adanya permintaan terdakwa selaku Bupati Nganjuk sebagaimana penyampaian melalui Dupriono, maka Jumali, Sadiko dan Darmadi berencana untuk memberikan uang sebesar Rp10 juta saja kepada Dupriono selaku Camat Pace terkait dengan telah dilaksanakannya pengisian perangkat desa di Kecamatan Pace.
Selanjutnya setelah Jumali, Sadiko dan Darmadi berdiskusi, maka disepakati hanya 5 (lima) kepala desa yang mengumpulkan uang untuk diberikan kepada Dupriono. Kelima kepala desa tersebut yaitu Kepala Desa Joho yakni Jumali, Kepala Desa Sanan yakni Sadiko, Kepala Desa Bodor yakni Darmadi, Kepala Desa Banaran yakni Ali Mukarom dan Kepala Desa Kepanjen yakni Sugeng Purnomo
Selanjutnya setelah Jumali, Sadiko dan Darmadi berdiskusi, maka disepakati hanya 5 (lima) kepala desa yang mengumpulkan uang untuk diberikan kepada Dupriono. Kelima kepala desa tersebut yaitu Kepala Desa Joho yakni Jumali, Kepala Desa Sanan yakni Sadiko, Kepala Desa Bodor yakni Darmadi, Kepala Desa Banaran yakni Ali Mukarom dan Kepala Desa Kepanjen yakni Sugeng Purnomo
Dalam diskusi tersebut disepakati untuk masing-masing Kepala Desa memberikan uang sebesar Rp2.000.000 (dua juta rupiah) yang dikordiri oleh Jumali, untuk Ali Mukarom dan Sugeng Purnomo ditalangi oleh Darmadi. Sehingga jumlah uang yang terkumpul seluruhnya adalah sebesar Rp10 juta
Pada tanggal 9 Mei 2021 sekira pukul 10.00 WIB, setelah uang terkumpul, kemudian Jumali menghubungi Duprino melalui telepon menggunakan nomor telepon Sadiko, menyampaikan tindak lanjut untuk menyerahkan uang sebesar Rp10 juta yang terkumpul dari 5 (lima) kepala desa tersebut guna memenuhi permintan Terdakwa Novi Rahman Hidayat, yang selanjutnya Dupriono menyetujui atas pemberian uang sebesar Rp10 jut tersebut untuk terdakwa Novi Rahman Hidayat
Ke 5 (lima) orang kepala desa di Kecamatan Pace yang telah melaksanakan seleksi perangkat desa tersebut, terpaksa untuk memenuhi permintaan uang oleh terdakwa selaku Bupati Nganjuk terhadap kepala desa yang wilayahnya mengadakan seleksi perangkat desa, dengan mengumpulkan uang seluruhnya sebesar Rp10 juta yang akan diberikan kepada terdakwa Novi Rahman Hidayat melalui Dupriono
Kemudian Tim Penyelidik Bareskrim Mabes POLRI yang bekerjasama dengan KPK secara berturut-turut telah mengamankan Jumali, Sadiko dan Dupriono yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan mengamankan Edie Sriyanto, Haryanto, Tri Basuki Widodo, Bambang Subagio, M. Izza Muhtadin dan Terdakwa Novi Rahman Hidayat untuk diserahkan kepada Penyidik Bareskrim Mabes POLRI yang kemudian dilakukan penangkapan dan penyidikan pada tanggal 10 Mei 2021 terhadap Dupriono, Edie Sriyanto, Haryanto, Tri Basuki Widodo, Bambang Subagio, M. Izza Muhtadin dan Terdakwa Novi Rahman Hidayat
Ada yang menjadi pertanyaan dari keterangan saksi selaku penyidik Mabes Polri yang melakukan penangkapan dan isi dakwaan JPU terkait sosok Jumali. Mengapa Jumali tidak dijadikan sebagai Tersangka? Apakah ‘Jumali punya kekuatan khusus’ sehingga Jumali ‘selamat’ dari tangan penyidik ?
Atau adakah kaitannya, tidak dijadikannya ‘Jumali’ sebagai Tersangka sehingga persidangan ini dipantau langsung oleh Komisi Yudisial (KY) Pusat (Jakarta) dan KY Penghubung Jawa Timur serta KPK dan hadirnya puluhan wartawan yang tidak biasanya meliput di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya???? Atau ada hal lain???
Sementara keterangan 3 orang saksi sebelumnya, yaitu yaitu M. Yasin (Sekda), Adam Muhato (Kepala BKD/Badan Kepegawaian Daaerah) dan Fajar Judiono selaku Kepala Inspektorat Kab. Nganjuk menjelaskan, tidak sesuai prosedur karena proses mutasi promosi pejabat Eselon III dan IV tidak melibatkan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan)
"Kami tidak dilibatkan," kata saksi M. Yasin selaku Ketua Baperjakat yang juga menjabat selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Nganjuk kepada Majelis Hakim yang didengar keterangannya pada sidang session pertama.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Adam Muhato selaku Kepala BKD dan Fajar Judiono selaku Kepala Inspektorat Kab. Nganjuk. Menurut saksi, bahwa Baperjakat memiliki kewenangan sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
"Selama dua kali mutasi yaitu tanggal 19 dan tanggal 26 April 2021 saya tidak dilibatkan," jawab saksi Adam Muhato selaku Kepala BKD sejak 1 April 2021 lalu
Saksi Adam Muhato mengetahui adanya mutasi dan promosi jabatan adalah dari Kabid (Kepala Bidang) Pengadaan dan mutasi di BKD yang juga menjabata sebagai Sekretaris Tim Penilai Mutasi Promosi.
"Saya diberitahu kalau mau ada pelantikan. Saya nggk tau nama-namanya. BAP mutasi diserahkan untuk saya tandatangani setelah pelantikan," jawab saksi kepada Majelis Hakim
Saat JPU maupun Ketua Majelis Hakim menanyakan saksi, apakah BAP tersebut saksi tandatangani. Awalnya saksi menjawab lupa, namun kemudian saksi mengakui menandatangainya
"BAP mutasi promosi disodorkan setelah pelantikan untuk ditandatangani," jawab saksi Fajar Judiono selaku Plt. Kepala Inspektorat Kab. Nganjuk
Saksi menjelaskan, sejak diirinya menjabat Plt. Kepala Inspektorat Kabupaten Nganjuk pada Desember 2020, tidak pernah dilibatkan. Saksi juga mengatakan, bahwa dirinya tidak mengetahui adanya pemberian duit terkait mutasi dan promosi jabatan hingga “Bapak-nya” masyarakat Kabupaten Ngajun tertangkap tangan penyidik Mabes Polri dan KPK. (Jnt)
Pada tanggal 9 Mei 2021 sekira pukul 10.00 WIB, setelah uang terkumpul, kemudian Jumali menghubungi Duprino melalui telepon menggunakan nomor telepon Sadiko, menyampaikan tindak lanjut untuk menyerahkan uang sebesar Rp10 juta yang terkumpul dari 5 (lima) kepala desa tersebut guna memenuhi permintan Terdakwa Novi Rahman Hidayat, yang selanjutnya Dupriono menyetujui atas pemberian uang sebesar Rp10 jut tersebut untuk terdakwa Novi Rahman Hidayat
Ke 5 (lima) orang kepala desa di Kecamatan Pace yang telah melaksanakan seleksi perangkat desa tersebut, terpaksa untuk memenuhi permintaan uang oleh terdakwa selaku Bupati Nganjuk terhadap kepala desa yang wilayahnya mengadakan seleksi perangkat desa, dengan mengumpulkan uang seluruhnya sebesar Rp10 juta yang akan diberikan kepada terdakwa Novi Rahman Hidayat melalui Dupriono
Kemudian Tim Penyelidik Bareskrim Mabes POLRI yang bekerjasama dengan KPK secara berturut-turut telah mengamankan Jumali, Sadiko dan Dupriono yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan mengamankan Edie Sriyanto, Haryanto, Tri Basuki Widodo, Bambang Subagio, M. Izza Muhtadin dan Terdakwa Novi Rahman Hidayat untuk diserahkan kepada Penyidik Bareskrim Mabes POLRI yang kemudian dilakukan penangkapan dan penyidikan pada tanggal 10 Mei 2021 terhadap Dupriono, Edie Sriyanto, Haryanto, Tri Basuki Widodo, Bambang Subagio, M. Izza Muhtadin dan Terdakwa Novi Rahman Hidayat
Ada yang menjadi pertanyaan dari keterangan saksi selaku penyidik Mabes Polri yang melakukan penangkapan dan isi dakwaan JPU terkait sosok Jumali. Mengapa Jumali tidak dijadikan sebagai Tersangka? Apakah ‘Jumali punya kekuatan khusus’ sehingga Jumali ‘selamat’ dari tangan penyidik ?
Atau adakah kaitannya, tidak dijadikannya ‘Jumali’ sebagai Tersangka sehingga persidangan ini dipantau langsung oleh Komisi Yudisial (KY) Pusat (Jakarta) dan KY Penghubung Jawa Timur serta KPK dan hadirnya puluhan wartawan yang tidak biasanya meliput di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya???? Atau ada hal lain???
Sementara keterangan 3 orang saksi sebelumnya, yaitu yaitu M. Yasin (Sekda), Adam Muhato (Kepala BKD/Badan Kepegawaian Daaerah) dan Fajar Judiono selaku Kepala Inspektorat Kab. Nganjuk menjelaskan, tidak sesuai prosedur karena proses mutasi promosi pejabat Eselon III dan IV tidak melibatkan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan)
"Kami tidak dilibatkan," kata saksi M. Yasin selaku Ketua Baperjakat yang juga menjabat selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Nganjuk kepada Majelis Hakim yang didengar keterangannya pada sidang session pertama.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Adam Muhato selaku Kepala BKD dan Fajar Judiono selaku Kepala Inspektorat Kab. Nganjuk. Menurut saksi, bahwa Baperjakat memiliki kewenangan sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
"Selama dua kali mutasi yaitu tanggal 19 dan tanggal 26 April 2021 saya tidak dilibatkan," jawab saksi Adam Muhato selaku Kepala BKD sejak 1 April 2021 lalu
Saksi Adam Muhato mengetahui adanya mutasi dan promosi jabatan adalah dari Kabid (Kepala Bidang) Pengadaan dan mutasi di BKD yang juga menjabata sebagai Sekretaris Tim Penilai Mutasi Promosi.
"Saya diberitahu kalau mau ada pelantikan. Saya nggk tau nama-namanya. BAP mutasi diserahkan untuk saya tandatangani setelah pelantikan," jawab saksi kepada Majelis Hakim
Saat JPU maupun Ketua Majelis Hakim menanyakan saksi, apakah BAP tersebut saksi tandatangani. Awalnya saksi menjawab lupa, namun kemudian saksi mengakui menandatangainya
"BAP mutasi promosi disodorkan setelah pelantikan untuk ditandatangani," jawab saksi Fajar Judiono selaku Plt. Kepala Inspektorat Kab. Nganjuk
Saksi menjelaskan, sejak diirinya menjabat Plt. Kepala Inspektorat Kabupaten Nganjuk pada Desember 2020, tidak pernah dilibatkan. Saksi juga mengatakan, bahwa dirinya tidak mengetahui adanya pemberian duit terkait mutasi dan promosi jabatan hingga “Bapak-nya” masyarakat Kabupaten Ngajun tertangkap tangan penyidik Mabes Polri dan KPK. (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :