#Penahanan Terangka Adib Makarim selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Periode 2014 -2019 adalah terkait kasus dugaan Korupsi Suap Uang Ketuk Palu senilai Rp1 Miliar untuk Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2015 dan Fee Pokir. Lalu bagaimana nasib Suharminto yang juga anggota DPRD Tulungagung yang diduga menerima uang suap sebesar Rp1.2 M?#
BERITAKORUPSI.CO -Sehari (Selasa, 2 Agustus 2022) setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mecegah 3 Tersangka kasus dugaan Korupsi Suap “Uang Ketuk Palu” Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2015 senilai Rp1 miliar dan Fee Pokir (Pokok-pokok Pikiran), dan 1 Tersangka kasus dugaan Korupsi Suap Dana BK (Bantuan Keuangan) Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) Ke Kab. Tulungagung Tahun 2014 - 2018 untuk tidak bepergian ke luar negeri selama 6 bulan terhitung sejak tanggal 2 Agustus hingga Desember 2022, dan hari ini, Rabu, 3 Agustus 2022, lembaga Antirasuah menahan salah Satu Tersangka yaitu AM (Adib Makarim) selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2014 - 2019 dari Fraksi PKB yang saat ini menjabat Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2019 - 2023
Baca juga: KPK Mencegah BS (Dr. Ir. Budi Setiawan, M.MT) Mantan Kepala Bapeda Jatim - http://www.beritakorupsi.co/2022/08/kpk-mencegah-bs-dr-ir-budi-setiawan-mmt.html
Baca juga: KPK Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Suap Dana BK Pemprov Jatim Ke Kab. Tulungagung - http://www.beritakorupsi.co/2022/06/kpk-tetapkan-tersangka-kasus-dugaan.html
Sementara 2 Tersangka lainnya dalam kasus dugaan Korupsi Suap “Uang Ketuk Palu” Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung TA 2015 senilai Rp1 miliar dan Fee Pokir (Pokok-pokok Pikiran), yaitu AB (Agus Budiarto) Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2014 - 2019 dari Fraksi GERINDRA dan IK (Imam Kambali) Wakil Ketua DPRD Tulungagung periode 2014 - 2019 dari Fraksi HANURA yang saat sebagai anggota DPRD Tulungagung periode 2019 - 2023 belum dilakukan penahanan karena Kedua anggota legislator itu dikabarkan sakit. Hal ini disampaikan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto melalui Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri yang mengirimkan dokumen Pointers Konferensi Pers kepada beritakorupsi.co, Rabu, 3 Agustus 2022
Karyoto menjelaskan, dari berbagai informasi dan data serta keterangan maupun adanya fakta persidangan dalam perkara Terpidana Syahri Mulyo (Bupati Tulungagung periode 20143 - 2018) dan Terpidana Supriyono (Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014 - 2019) mengenai dugaan tindak pidana korupsi dimaksud.
“Selanjutnya KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka, yaitu AM (Adib Makarim, tidak dibacakan), Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014 - 2019, AG (Agus Budiarto, tidak dibacakan), Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014 - 2019 dan IK (Imam Kambali, tidak dibacakan), Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung periode 2014 - 2019,” kata Karyoto
Karyoto menyatakan, untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada Tersangka AM (Adib Makarim) untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 3 Agustus 2022 sampai dengan 22 Agustus 2022 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.
“KPK mengimbau untuk 2 Tersangka lainya, yaitu AG dan IK untuk kooperatif hadir pada jadwal pemanggilan berikutnya oleh Tim Penyidik,” ucap Karyoto
Karyoto menjelaskan konstruksi perkara diduga telah terjadi bahwa AM, AG dan IK yang menjabat Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung sekaligus merangkap jabatan selaku Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) periode tahun 2014 - 2019.
Foto. Dok. BK |
Akibat deadlock tersebut, Supriyono bersama AM, AG dan IK kemudian melakukan pertemuan dengan perwakilan TAPD. Dalam pertemuan tersebut diduga Supriyono, AM, AG dan IM berinisiatif untuk meminta sejumlah uang agar proses pengesahan RAPBD TA 2015 menjadi APBD dapat segera disahkan dengan istilah “uang ketok palu”.
“Adapun nomimal permintaan “uang ketok palu” yang diminta Supriyono, AM, AG dan IK tersebut diduga senilai Rp1 Miliar dan selanjutnya perwakilan TAPD menyampaikan kepada Syahri Mulyo selaku Bupati Kabupaten Tulungagung yang kemudian disetujui,” ujar Karyoto
Karyoto menjelaskan, selain uang ketok palu, diduga ada permintaan tambahan uang lain sebagai jatah banggar yang nilai nominalnya disesuaikan dengan jabatan dari para anggota DPRD.
“Penyerahan uang diduga dilakukan secara tunai dan bertempat di kantor DPRD Kabupaten Tulungagung yang berlangsung dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Diduga ada beberapa kegiatan yang diminta oleh IK sebagai perwakilan Supriyono, AM dan AG untuk dilakukan pemberian uang dari Syahri Mulyo, diantaranya pada saat pengesahan penyusunan APBD murni maupun penyusunan Perubahan APBD. Para tersangka diduga masing-masing menerima “uang ketok palu” sejumlah sekitar Rp230 juta,” kata Karyoto
Karyoto menjelaskan, atas perbuatann para disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“KPK prihatin Korupsi pengesahan anggaran yang dilakukan oleh para wakil rakyat yang seharusnya bekerja mengemban amanah untuk kesejahteraan rakyat. Namun justru menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri melalui praktik-praktik korupsi,” ucap Karyoto
Lebih lanjut Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menjelaskan, Korupsi pada perencanaan dan pengesahan anggaran menjadi titik awal terjadinya siklus korupsi pada tahapan berikutnya, yakni pelaksanaan belanja barang dan jasa, serta tidak menutup kemungkinan membuka celah korupsi pada tahap pertanggungjawaban anggarannya sehingga menjadikan siklus korupsi anggaran terus berputar.
“KPK meminta, seluruh pejabat menyadari bahwa APBN dan APBD adalah hasil keringat rakyat. Sehingga harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” ujar Karyoto
Pintu masuk KPK mengungkap kasus Korupsi Suap “Uang Ketuk Palu” APBD dan APBD Perubahan TA 2015, dan Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur ke Kabupaten Tuungaung tahun 2014 - 2018
saksi, para anggota DPRD Tulungagun periode 2014 - 2019 (Foto. Dok. BK) |
Berdasarkan data beritakorupsi.co maupun fakta hukum yang terungkap di persidangan saat Syahri Mulyo, Sutrisno dan Agung Prayitno diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tahun 2018, terungkap adanya permintaan “Uang Ketuk Palu” sebesar 1 miliar rupiah dan fee Pikor (pkok-pokok Pikiran) anggaran oleh Ketua DPRD Supriyono bersama 3 Wakil Ketua DPRD Tulungagung yaitu Adib Makarim, Agus Budiarto, dan Imam Kambali kepada TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) setelah gagal pembahasan APBD Perubahan TA 2015 di Hotel Safana Malang, Jawa Timur yang kemudian dilanjutkan pembahasannya di Tulungagung
Selain itu terungkap pula adanya kuncuran dana BK dari pemerintah Provinsi Jawa Timur ke beberapa Kabupaten / Kota di Jawa Timur dan salah satunya ke Kabupaten Tulungagung sejak tahun 2014 hingga 2018
Adanya permintaan “Uang Ketuk Palu” Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung TA 2015 sebesar 1 miliar rupiah dan fee Pikor (pkok-pokok Pikiran) anggaran, terungkap juga pada saat Supriyono selaku Ketua DPRD Kab. Tulungagung diadili sebagai Terdakwa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya pada tahun 2020
“Pertemuan di Hotel Safana Malang dalam pembahasan anggaran dihadiri 21 orang. Terdakwa meminta ke Bupati. Penyerahan uang biasanya 3 kali setahun, yang pertama antara bulan Maret atau April, hari raya dan akhir tahun. Tahun 2014 sebesar 500 juta, 2015 sebesar 1 milliar, tahun 2016 1 milliar, tahun 2017 1 milliar, tahun 2018 sebesar 500 juta untuk pembahaasan PBD, yang menyerahkan Yamni. Uang itu dari Dinas PU,” kata Hendrik Setiawan selaku Kepala BPKAD yang juga TAPD, di persidangan
Anggota Legislator Kabupaten Tulungagung yang menerima “Uang Ketuk Palu” dan fee Pikor (pkok-pokok Pikiran) diantranya; 3. Heru Santoso Rp 75 juta ; 4. Nurhamim Rp 46 juta ; 5. Choirurrohim Rp 135 juta ; 6. Muti'iin Rp 55 juta ; 7. Mashud Rp 14.5 juta ; 8. Subani Sirab 70.5 jut ; 9. Sunarko Rp 35 juta ; 10. Riyanah Rp 60 juta ; 11. Asrori Rp 60 juta ; 12. Adrianto Rp 25 juta ; 13. Gunawan Rp 25 jut ; 14. Faruq TriFauzi Rp 30 juta ; 15. Widodo Prasetyo Rp150 juta ; 16. Fendy Yuniar Rp 85 juta ; 17. Imam Koirodin Rp 80 juta ; 19. SaifulAnwar Rp 50 juta ; 20. Basroni Rp 95 juta ; 21. Adib Makarim Rp 230 juta ; 22. Susilowati Rp 34 juta ; 23. Sutomo Rp 55 juta ; 24. Imam Kembali Rp 130 juta ; 25. Agus Budiarto Rp 270 juta ; 26. Ahmad Baharudin Rp 100 juta ; 27. Joko Tri Asmoro Rp 60 juta ; 28. Wiwik Triasmoro Rp 5 juta ; 29. Amag Armanto Anggito Rp 20 juta ; 30. Suprapto Rp 117 juta ; 31. Imam Ngakoib Rp 57 juta ; 32. Makin Rp 35 juta ; 33. Marikan Al Gatot Susanto Rp 20 juta ; 34. SamsuI Huda Rp 110 juta ; 35. Sumarno Rp 80 juta ; 36. Agung Darmanto Rp 40 juta ; 37. Indra Fauzi (Sekda) Rp 97 juta dan 38. Michael Utomo Rp 5 juta
Dan para anggota Dewan yang terhormat di Kabupaten Tulungagung itu sudah mengembalikan duit “haram” yang dinikmatinya itu ke kas negara malalui KPK pada saat penyidikan maupun selam proses persidangan Terdakwa/Terpidana Supriyono selaku Ketua DPRD Tulungagung. Kecuali Suharminto, adik kandung Supriyono, yang juga anggota DPRD Tulungagung hingga saat ini belum mengembalikan uang yang diterimanya sebesar Rp1.2 miliar
Sekalipun sudah dikembalikan, Majelis Hakim mengatakan kepada para anggota Dewan yang terhormat itu saat dihadirkan sebagai saksi untuk Terdakwa Supriyono, “pengembalian uang tidak menghilangkan pidana sesuai Pasal 4 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”.
“Adanya aliran uang dari Dinas PU ke Suharminto sebesar Rp1,2 milliar belum dikembalikan,” ucap Majelis Hakim saat itu
Itulah sebabnya KPK melakukan pengembangan dalam kasus Korupsi Suap “Uang Ketuk Palu” Pengesahan APBD dan APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung TA 2015 sejak tahun 2019 dan menyeret Supriyono selaku Ketua DPRD Tulungagung ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya pada tahun 2020
Namun pertanyaannya adalah, bagaimana nasib Suharminto? Apakah KPK akan menyeret Suharminto untuk menyusul kakandanya di Hotel Prodoe alias penjara? Atau Suharminto akan tetap menjadi “Powerful alias berkuasa” di Kabupaten Tulungagung?. (jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :