“Apakah KPK akan menyeret Tersangka Baru dalam kasus ini??? Lalu bagaimana dengan M. Sodiq (Wartawan di Madura), Erwin Yoesoef, Roosli Soeliharjono Plt. BKPSDA, R. Moh. Taufan Zairinsjah selaku Sekda, Mohni selaku Wakil Bupati Kabupaten Bangkalan, Ketua DPRD, Ketua KPU, Sekretaris DPPRD Bangkalan, dan beberapa pejabat dan para kontraktor termasui Diana Kusumawati akan tersere???
BERITAKORUPSI.CO -
Tim Jaksa Penuntut Umum Zainal Abidin, Rnony Yusuf, Rikhi Benindo Maghaz, Januar Dwi Nugroho dan Johan Dwi Juniarto dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa, 18 April 2023, menyeret R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan periode 2018 - 2022 ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya di Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur untuk di adili sebagai Terdakwa dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Suap, menerima janji atau hadiah yang dianggap Suap dan menerima gratifikasi bberupa uang hasil jual beli jabatan, setoran para pejabat, setoran rumah sakit dan fee proyek APBD Kabupaten Bangkalan yang totalnya sebesar Rp15.661.323.263 (lima belas miliar enam ratus enam puluh satu juta tiga ratus dua puluh tiga ribu dua ratus enam puluh tiga rupiah) melaui Erwin Yoesoef selaku Kepala Bagian (Kabag) Protokol dan Komunikasi Pemkab Bangkalan dan Roosli Soeliharjono selaku Plt. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) Kabupaten Bangkalan sejak tahun 2020 - 2022 serta melaui M. Sodiq salah satu Wartawan di Madura
Dalam surat dakwaan JPU KPK teruari, bahwa Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron dijerat empat Pasal dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu Pasal 12 a dan Pasal 12 b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B
Pasal 12 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
Huruf a berbunyi: pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
Huruf b berbunyi: pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
Pasal 11 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya
Pasal 12 B ayat (1) berbunyi: Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :
Huruf a: yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
Huruf b: yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Ayat (2) berbunyi: Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggaran negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Dan dalam kasus ini, JPU KPK tidak hanya menyeret Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati yang diduga penerima uang suap, tetapi lima Terdakwa selaku selaku pemberi duit suap terkait pengangkatan dan pelantikan menjadi Kepala Dinas yang sudah di adili sebelumnya yaitu;
1. Salman Hidayat selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp125 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
2. Achmad Mustaqim selaku Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kab. Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
3. Agus Eka Leandy selaku Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kab. Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
4. Wildan Yulianto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Bangkalan memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan, dan
5. Hosin Jamili selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kab. Bangkalan dituntut lebih berat yakni dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 4 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Alasan JPU KPK karena, Terdakwa Hosin Jamili tidak mengakui perbuatannya memberikan uang sebesar Rp50 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron sementara beberapa saksi dinatarnya Erwin Yoesoef (Kabag Protokol dan Komunikasi) Kabupaten Bangkalan mengakui terus terang Namun yang menarik dari kasus ini adalah;
1. Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron bukanlah nama asing di masyarakat Jawa Timur khususnya di pulau garam Madura. Sebab KH. R. Abdul Latif Amin Imron adalah salah satu tokoh agama dan juga adik kandung Almarhum Fuad Amin Imron mantan Bupati Bangkalan periode 2003 hingga 2013 silam yang juga terjerat kasus Korupsi tangkap tangan KPK
2. R. Abdul Latif Amin Imron, lulus Kelompok Belajar Paket C Ki Hajar Dewantara Kamal, Bangkalan (2004) adalah mantan Wakil Ketua DPRD Bangkalan periode 2014–2018 yang saat itu Bupati Bangkalan dijabat anak kandung Almarhum Fuad Amin Imron yakni R. Makmun Ibnu Fuad atau Momon
3. Pada tahun 2017, R. Abdul Latif Amin Imron dan R. KH. Makmun Ibnu Fuad atau Momon diduga terlibat dalam kasus Korupsi ‘Kambing Etawa’ yang merugikan keuangan negara sebesar Rp8.413.781.427 (de1apan milyar empat ratus tiga belas juta tujuh ratus delapan pulu satu ribu empat puluh dua tujuh rupiah) bersama Ir. Syamsul Arifin, MM selaku Kepala BPKAD Kabupaten Bangkalan dan Mulyanto Dahlan, S.H., M.H selaku Plt. Kepala DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa) Kabupaten Bangkalan
4. Ir. Syamsul Arifin, MM selaku Kepala BPKAD Kabupaten Bangkalan dan Mulyanto Dahlan, S.H., M.H selaku Plt. Kepala DPMD Kabupaten Bangkalan dijatuhi hukuman pidana penjara masing-masing selama empat (4) tahun dan enam (6) bulan tanpa membayar uang pengganti
5. Dalam fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa ada rekayasa penganggaran dana bantuan keuangan khusus untuk BUMDes yang dipergunakan untuk pembelian Kambing Etawa di 273 Desa se-Kabupaten Bangkalan yang dilakukan dengan cara memasukkan program tersebut pada saat adanya hasil evaluasi dari Gubernur Jawa Timur Tentang RAPBD Kabupaten Bangkalan Tahun anggaran 2017.
6. Didalam penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran - Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (RKA-PPKD) juga tidak pernah diusulkan. Selain itu, juga tidak pernah melibatkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Bangkalan sejak awal dibahas di Banggar (Badan Anggaran) DPRD Kab. Bangkalan yang kemudian diserahkan ke Gubernur untuk di evaluasi sebelum disahkan menjadi ABPD Anehnya, Kejaksaan Negeri Bangkalan hingga hari ini “tak berani menyeret” pihak-pihak yang terlibat. Padahal saat itu (Kamis, 30 April 2020) Kasi Pidsus (Kepala Seksi Pidana Khusus) Kejari Bangkalan yang saat itu dijabat Iqbal menjelaskan, kemungkinan besar akan melakukan penyidikan baru bagi pihak-pihak yang diduga terlibat mulai dari proses penyusunan anggaran ABPD, pelaksanaan kegiatan hingga laporan pertanggungjawaban.
“Kemungkinan besar akan ada penyidikan baru tapi setelah kami menerima dan membaca putusan Majelis Hakim secara lengkap, yang rencanaya hari Senin (4 Mei 2020) baru bisa peroleh,” kata Iqbal, Kamis, 30 April 2020
Bahkan saat ditanya, apakah mantan Bupati Bangkalan, R. Makmun Ibnu Fuad atau Momon, mantan Wakil Ketua DPRD R. Abd. Latif Amin Imron, Tim Banggar (Badan Anggaran) PPRD, para Kepala Desa selaku penerima, Hadi Wiyono selaku penyedia Kambing Etawa dan Roby Henryawan, S.E (mantan pegawai Bank BRI yang sekarang di Bank Mega) bisa jadi tersangka???
Dan dengan tegas saat itu Iqbal selaku Kasi Pidsus Kejari Bangkalan mengatakan, semua yang terlibat termasuk Bupati dan juga berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan.
“Kalau kita bahas mekanisme, semuanya masuk sampai kepada penerima bantuan termasuk Bupati. Dalam persidangan kan sudah terungkap jelas, dan saya tidak akan mengulangi lagi untuk menjelaskannya. Karena menurut ahli mengatakan, disini ada cacat prosedur dan cacat hukum. Jadi untuk penyidikan baru, saya jawab, kemungkinan besar ada,” jawab Iqbal dengan tegas.
Namun seiring bergantinya tampuk kepemimpinan Kepala Kejaksaan Negeri dan Kasi Pidsus Kejari Bangkalan, penyidikan kasus ‘kambing etawa’ pun bagaikan hilang ditelan anging Namun ibarat ungkapan, “lepas dari mulut harimau masuk ke mulut singa”. Sebab R. Abd. Latif Amin Imron tak terseret dalam kasus Korupsi ‘kambing etawa’ tetapi saat ini diadili dalam kasus dugaan Korupsi menerima janji atau hadiah yang dianggap Suap dan menerima gratifikasi berupa uang hasil jual beli jabatan, setoran para pejabat, setoran rumah sakit dan fee proyek APBD Kabupaten Bangkalan yang totalnya sebesar Rp15.661.323.263
Kasus inipun tak kalah menarik dari kasus Korupsi ‘kambing etawa’. Sebab dalam dakwaan JPU KPK terhadapa lima Terdakwa sebelumnya (Salman Hidayat, Achmad Mustaqim, Agus Eka Leandy, Wildan Yulianto, Hosin Jamili) maupun Terdakwa . R. Abd. Latif Amin Imron terungkap, beberapa pihak diduga terlibat terkait ‘rekayasa’pemilihan calon pengantin untuk istilah Kepala Dinas di Kabupaten di Bangkalan yang memberikan komitmen fee berupa duit
Pihak-pihak yang diduga terlibat yaitu Roosli Soeliharjono (Plt. Kepala BKD), R. Moh. Taufan Zairinsjah (Sekda), Mohni (Wakil Bupati), Erwin Yoesoef (Kabag Protokol dan Komunikasi) dan Diana Kusumawati (kontraktor) yang punya kedekatakan dengan R. Moh. Taufan Zairinsjah (Sekda), Ahmad Roniyun Hamid (Sekretaris DPRD Kabupaten Bangkalan), Muhammad Fahad Ketua DPRD Bangkala, Ketua KPU Bangkalan dan M. Sodiq salah satu Wartawan di Madura serta puluhan pejabat di Kabupaten Bangkalan serta Kontraktor selaku pemberi duit “haram” kepada Terdakwa Terdakwa . R. Abd. Latif Amin Imron
Tugas dari masing-masing yaitu;
Roosli Soeliharjono selaku Plt. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) dan R. Moh. Taufan Zairinsjah selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangkalan sekaligus menjadi Ketua Panitia seleksi jabatan adalah mencari dan mengumpulkan “calon pengantin” sebagai istilah untuk calon peserta lelang jabatan, sekaligus mendapatkan komitmen fee dari “calon pengantin” jika ingin terpilih
R. Moh. Taufan Zairinsjah selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangkalan sekaligus menjadi Ketua Panitia seleksi jabatan mengusulkan Wildan Yulianto untuk mengisi jabatan Kepala Dinas PUPR dan
Roosli Soeliharjono selaku Plt. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) mengusulkan Agus Eka Leandy untuk mengisi jabatan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA)
Sedangkan Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan mengusulkan Salman Hidayat untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja dan Hosin Jamili untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dan Mohni selaku Wakil Bupati mengusulkan Achmad Mustaqim untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Ketahanan Pangan. Dan usuluan itupun diterima oleh sang Bupati yang juga mantan Ketua DPRD Kab. Banglan itu
Tim Jaksa Penuntut Umum Zainal Abidin, Rnony Yusuf, Rikhi Benindo Maghaz, Januar Dwi Nugroho dan Johan Dwi Juniarto dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa, 18 April 2023, menyeret R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan periode 2018 - 2022 ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya di Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur untuk di adili sebagai Terdakwa dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Suap, menerima janji atau hadiah yang dianggap Suap dan menerima gratifikasi bberupa uang hasil jual beli jabatan, setoran para pejabat, setoran rumah sakit dan fee proyek APBD Kabupaten Bangkalan yang totalnya sebesar Rp15.661.323.263 (lima belas miliar enam ratus enam puluh satu juta tiga ratus dua puluh tiga ribu dua ratus enam puluh tiga rupiah) melaui Erwin Yoesoef selaku Kepala Bagian (Kabag) Protokol dan Komunikasi Pemkab Bangkalan dan Roosli Soeliharjono selaku Plt. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) Kabupaten Bangkalan sejak tahun 2020 - 2022 serta melaui M. Sodiq salah satu Wartawan di Madura
Dalam surat dakwaan JPU KPK teruari, bahwa Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron dijerat empat Pasal dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu Pasal 12 a dan Pasal 12 b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B
Pasal 12 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
Huruf a berbunyi: pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
Huruf b berbunyi: pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
Pasal 11 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya
Pasal 12 B ayat (1) berbunyi: Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :
Huruf a: yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
Huruf b: yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Ayat (2) berbunyi: Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggaran negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Dan dalam kasus ini, JPU KPK tidak hanya menyeret Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati yang diduga penerima uang suap, tetapi lima Terdakwa selaku selaku pemberi duit suap terkait pengangkatan dan pelantikan menjadi Kepala Dinas yang sudah di adili sebelumnya yaitu;
1. Salman Hidayat selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp125 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
2. Achmad Mustaqim selaku Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kab. Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
3. Agus Eka Leandy selaku Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kab. Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
4. Wildan Yulianto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Bangkalan memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan, dan
5. Hosin Jamili selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kab. Bangkalan dituntut lebih berat yakni dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 4 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Alasan JPU KPK karena, Terdakwa Hosin Jamili tidak mengakui perbuatannya memberikan uang sebesar Rp50 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron sementara beberapa saksi dinatarnya Erwin Yoesoef (Kabag Protokol dan Komunikasi) Kabupaten Bangkalan mengakui terus terang Namun yang menarik dari kasus ini adalah;
1. Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron bukanlah nama asing di masyarakat Jawa Timur khususnya di pulau garam Madura. Sebab KH. R. Abdul Latif Amin Imron adalah salah satu tokoh agama dan juga adik kandung Almarhum Fuad Amin Imron mantan Bupati Bangkalan periode 2003 hingga 2013 silam yang juga terjerat kasus Korupsi tangkap tangan KPK
2. R. Abdul Latif Amin Imron, lulus Kelompok Belajar Paket C Ki Hajar Dewantara Kamal, Bangkalan (2004) adalah mantan Wakil Ketua DPRD Bangkalan periode 2014–2018 yang saat itu Bupati Bangkalan dijabat anak kandung Almarhum Fuad Amin Imron yakni R. Makmun Ibnu Fuad atau Momon
3. Pada tahun 2017, R. Abdul Latif Amin Imron dan R. KH. Makmun Ibnu Fuad atau Momon diduga terlibat dalam kasus Korupsi ‘Kambing Etawa’ yang merugikan keuangan negara sebesar Rp8.413.781.427 (de1apan milyar empat ratus tiga belas juta tujuh ratus delapan pulu satu ribu empat puluh dua tujuh rupiah) bersama Ir. Syamsul Arifin, MM selaku Kepala BPKAD Kabupaten Bangkalan dan Mulyanto Dahlan, S.H., M.H selaku Plt. Kepala DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa) Kabupaten Bangkalan
4. Ir. Syamsul Arifin, MM selaku Kepala BPKAD Kabupaten Bangkalan dan Mulyanto Dahlan, S.H., M.H selaku Plt. Kepala DPMD Kabupaten Bangkalan dijatuhi hukuman pidana penjara masing-masing selama empat (4) tahun dan enam (6) bulan tanpa membayar uang pengganti
5. Dalam fakta yang terungkap dalam persidangan, bahwa ada rekayasa penganggaran dana bantuan keuangan khusus untuk BUMDes yang dipergunakan untuk pembelian Kambing Etawa di 273 Desa se-Kabupaten Bangkalan yang dilakukan dengan cara memasukkan program tersebut pada saat adanya hasil evaluasi dari Gubernur Jawa Timur Tentang RAPBD Kabupaten Bangkalan Tahun anggaran 2017.
6. Didalam penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran - Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (RKA-PPKD) juga tidak pernah diusulkan. Selain itu, juga tidak pernah melibatkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Bangkalan sejak awal dibahas di Banggar (Badan Anggaran) DPRD Kab. Bangkalan yang kemudian diserahkan ke Gubernur untuk di evaluasi sebelum disahkan menjadi ABPD Anehnya, Kejaksaan Negeri Bangkalan hingga hari ini “tak berani menyeret” pihak-pihak yang terlibat. Padahal saat itu (Kamis, 30 April 2020) Kasi Pidsus (Kepala Seksi Pidana Khusus) Kejari Bangkalan yang saat itu dijabat Iqbal menjelaskan, kemungkinan besar akan melakukan penyidikan baru bagi pihak-pihak yang diduga terlibat mulai dari proses penyusunan anggaran ABPD, pelaksanaan kegiatan hingga laporan pertanggungjawaban.
“Kemungkinan besar akan ada penyidikan baru tapi setelah kami menerima dan membaca putusan Majelis Hakim secara lengkap, yang rencanaya hari Senin (4 Mei 2020) baru bisa peroleh,” kata Iqbal, Kamis, 30 April 2020
Bahkan saat ditanya, apakah mantan Bupati Bangkalan, R. Makmun Ibnu Fuad atau Momon, mantan Wakil Ketua DPRD R. Abd. Latif Amin Imron, Tim Banggar (Badan Anggaran) PPRD, para Kepala Desa selaku penerima, Hadi Wiyono selaku penyedia Kambing Etawa dan Roby Henryawan, S.E (mantan pegawai Bank BRI yang sekarang di Bank Mega) bisa jadi tersangka???
Dan dengan tegas saat itu Iqbal selaku Kasi Pidsus Kejari Bangkalan mengatakan, semua yang terlibat termasuk Bupati dan juga berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan.
“Kalau kita bahas mekanisme, semuanya masuk sampai kepada penerima bantuan termasuk Bupati. Dalam persidangan kan sudah terungkap jelas, dan saya tidak akan mengulangi lagi untuk menjelaskannya. Karena menurut ahli mengatakan, disini ada cacat prosedur dan cacat hukum. Jadi untuk penyidikan baru, saya jawab, kemungkinan besar ada,” jawab Iqbal dengan tegas.
Namun seiring bergantinya tampuk kepemimpinan Kepala Kejaksaan Negeri dan Kasi Pidsus Kejari Bangkalan, penyidikan kasus ‘kambing etawa’ pun bagaikan hilang ditelan anging Namun ibarat ungkapan, “lepas dari mulut harimau masuk ke mulut singa”. Sebab R. Abd. Latif Amin Imron tak terseret dalam kasus Korupsi ‘kambing etawa’ tetapi saat ini diadili dalam kasus dugaan Korupsi menerima janji atau hadiah yang dianggap Suap dan menerima gratifikasi berupa uang hasil jual beli jabatan, setoran para pejabat, setoran rumah sakit dan fee proyek APBD Kabupaten Bangkalan yang totalnya sebesar Rp15.661.323.263
Kasus inipun tak kalah menarik dari kasus Korupsi ‘kambing etawa’. Sebab dalam dakwaan JPU KPK terhadapa lima Terdakwa sebelumnya (Salman Hidayat, Achmad Mustaqim, Agus Eka Leandy, Wildan Yulianto, Hosin Jamili) maupun Terdakwa . R. Abd. Latif Amin Imron terungkap, beberapa pihak diduga terlibat terkait ‘rekayasa’pemilihan calon pengantin untuk istilah Kepala Dinas di Kabupaten di Bangkalan yang memberikan komitmen fee berupa duit
Pihak-pihak yang diduga terlibat yaitu Roosli Soeliharjono (Plt. Kepala BKD), R. Moh. Taufan Zairinsjah (Sekda), Mohni (Wakil Bupati), Erwin Yoesoef (Kabag Protokol dan Komunikasi) dan Diana Kusumawati (kontraktor) yang punya kedekatakan dengan R. Moh. Taufan Zairinsjah (Sekda), Ahmad Roniyun Hamid (Sekretaris DPRD Kabupaten Bangkalan), Muhammad Fahad Ketua DPRD Bangkala, Ketua KPU Bangkalan dan M. Sodiq salah satu Wartawan di Madura serta puluhan pejabat di Kabupaten Bangkalan serta Kontraktor selaku pemberi duit “haram” kepada Terdakwa Terdakwa . R. Abd. Latif Amin Imron
Tugas dari masing-masing yaitu;
Roosli Soeliharjono selaku Plt. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) dan R. Moh. Taufan Zairinsjah selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangkalan sekaligus menjadi Ketua Panitia seleksi jabatan adalah mencari dan mengumpulkan “calon pengantin” sebagai istilah untuk calon peserta lelang jabatan, sekaligus mendapatkan komitmen fee dari “calon pengantin” jika ingin terpilih
R. Moh. Taufan Zairinsjah selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangkalan sekaligus menjadi Ketua Panitia seleksi jabatan mengusulkan Wildan Yulianto untuk mengisi jabatan Kepala Dinas PUPR dan
Roosli Soeliharjono selaku Plt. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) mengusulkan Agus Eka Leandy untuk mengisi jabatan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA)
Sedangkan Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan mengusulkan Salman Hidayat untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja dan Hosin Jamili untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dan Mohni selaku Wakil Bupati mengusulkan Achmad Mustaqim untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Ketahanan Pangan. Dan usuluan itupun diterima oleh sang Bupati yang juga mantan Ketua DPRD Kab. Banglan itu
Kemudian R. Moh. Taufan Zairinsjah dan Roosli Soeliharjono menghubungi masing-masing “calon pengantin” tersebut untuk menyatakan kesiapannya dalam proses seleksi jabatan serta menyiapkan komitmen fee untuk diberikan kepada sang Bupati R. Abdul Latif Amin Imron.
Untuk “mempercantik rekayasa” atau untuk memenuhi persyaratan pendaftaran dan memudahkan para “calon pengantin” memenangkan seleksi jabatan, Roosli Soeliharjono dan R. Moh. Taufan Zairinsjah meminta kepada para “calon pengantin” untuk mencari peserta pendamping untuk didaftarkan.
Atas arahan dari Roosli Soeliharjono, kemudian Terdakwa Wildan Yulianto meminta Alfin Rudiansyah selaku Kepala Bidang Tata Ruang pada Dinas PUPR Kabupaten Bangkalan dan Ikhtiarini Masiswati selaku Kepala Bidang Jasa Konstruksi Dinas PUPR Kabupaten Bangkalan sebagai calon peserta pendamping dalam seleksi jabatan Kepala Dinas PUPR
Agar Alfin Rudiansyah dan Ikhtiarini Masiswati bersedia didaftarkan sebagai peserta pendamping, Terdakwa Wildan Yulianto menanggung biaya tes kesehatan dan mengumpulkan dokumen-dokumen persyaratan yang dibutuhkan.
Sedangkan Guntur Setiadi selaku Kabid Bina marga dan PUPR Kab. Bangkalan bertugas untuk mengambil uang sebesar Rp150 juta dari “dana operasional” yang diperoleh dan dikelola Guntur Setiadi dari para kontraktor yang mengerjakan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Bangkalan atas perintah dari Wildan Yulianto Dan Erwin Yoesoef selaku Kepala Bagian (Kabag) Protokol dan Komunikasi Pimpinan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan menerima uang dari “calon pengantin” untuk kemudian diberikan kepada Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan
Sementara Diana Kusumawati (dan Ary Suharja serta Mohammad Hasan Faisol) selaku Kontraktor dimana Diana Kusumawati punya kedekatan dengan Sekda,menyampaikan kepada Wildan Yulianto bahwa calon peserta lainnya yakni Ary Suharja dan Mohammad Hasan Faisol sudah siap untuk memberikan uang kepada Wildan Yulianto agar dapat terpilih sebagai Kepala Dinas PUPR
Sedangkan M. Sodiq, salah satu Wartawan di Madura adalah orang kepercayaan Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan yang mendapat tugas untuk mengatur pelaksanaan lelang Pengadaan Barang dan Jasa pada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemkab Bangkalan, diluar paket pokok pikiran (pokir) Anggota DPRD Kabupaten Bangkalan.
Selain itu, M. Sodiq juga ditugaskan untuk menerima jatah fee dari para kontraktor/rekanan pemenang lelang dengan nilai 5% hingga 10% dari nilai kontrak yang total anggaran proyek ABPD di 12 SKPD (Dinas) sebesar Rp230.286.465.269 dengan total fee Rp11.514.323.263,00 (sebelas miliar lima ratus empat belas juta tiga ratus dua puluh tiga ribu rupiah).
Dan puluhan pejabat dan kontraktor di Kabupaten Bangkalan serta Ahmad Roniyun Hamid selaku Sekretaris DPRD Kabupaten Bangkalan) memberikan sejumlah uang kepada Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan Dan fakta yang terungkap di persidangan adalah bahwa ada aliran uang sebesar satu miliar rupiah ke Ketua DPRD Bangkalan Muhammad Fahad dan ke Ketua KPU Bangkalan sebesar Rp150 juta. Hal itu terungkap dari keterangan R. Moh. Taufan Zairinsjah selaku Sekda dan Mohni selaku Wakil Bupati Bangkalan saat dihadrikan sebagai saksi untuk lima Terdakwa sebelumnya (Salman Hidayat, Achmad Mustaqim, Agus Eka Leandy, Wildan Yulianto, Hosin Jamili)
Sementara Suryono Pane, SH., MH selaku Penasehat Hukum Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron seusai persidangan kepada beritakorupsi.co menjelasakan, bahwa Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron tidak ada menerima apapun termasuk duit dari lima Terdakwa sebelumhya
“Tidak ada (uang) ke Bupati, sama sekali tidaak ada,” kata Pane
Menurut Pane, bahwa yang pengumpulan para calon Kepala Dinas adalah R. Moh. Taufan Zairinsjah selaku Sekda dan Roosli Soeliharjono selaku Plt. BKPSDA. Dan yang mengumpulkan uang adalah Erwin Yoesoef selaku Kabag Protokol dan Komunikasi Pemkab Bangkalan yang harusnya dijadikan Tersangka
“Kalau mau penegakan hukum yang benar dan adil, harusnya ada beberapa orang yang jadi Tersangka. Yang mengumpulkan calon Kepala Dinas itu ya Sekda Taufan dan Roosli Plt. BKPSDA. Dan yang mengumpulkan uang Erwin,” kata Pane
Saat diminta tanggapannya terkait keterangan Erwin Yoesoef dalam persidangan yang mengatakan bahwa sejumlah uang yang diterimaya dari para Kepala Dinas langsung diserahkan kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron
Menurut Pane, bahwa penyerahan uang dari Erwin Yoesoef kepada Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan tidak ada bukti dan perlu pembuktian dalam persidangan
“Tidak ada bukti,” kata Pane. Aneh memang kalau Penasehat Hukum Terdakwa ini menanyakan bukti penyerahan duit dari Erwin Yoesoef kepada Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan. Andaikan ada bukti penyerahan uang dari lima Terdakwa sebelumnya selaku pemberi suap kepada bupati dan dari dari Erwin Yoesoef kepada Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan, kasus perkara inipun tak akan sampai ke meja Hakim Pengadilan Tipikor untuk diadili.
Namun apa yang dikatakan Pane terkait Tersangka terhadap pihak-pihak yang terlibat ada benar juga. Sebab duit ‘haram’ puluhan milliaran itu tidak langsung ke tangan Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan melainkan pihak lain, diantaranya Erwin Yoesoef selaku Kabag Protokol dan Komunikasi Pemkab Bangkalan dan M. Sodiq, salah satu Wartawan di Madura serta pihak lainnya
Pertanyaannya adalah, apakah M. Sodiq, Erwin Yoesoef, Roosli Soeliharjono Plt. BKPSDA, R. Moh. Taufan Zairinsjah selaku Sekda, Mohni selaku Wakil Bupati Kabupaten Bangkalan, Ketua DPRD, Ketua KPU, Sekretaris DPPRD Bangkalan, dan beberapa pejabat dan para kontraktor termasui Diana Kusumawati akan terseret dalam kasus ini???. (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :