“Lalu bagaimana dengan “nasib” Mohni (Wakil Bupati), Ketua DPRD, Ketua KPU, R. Moh. Taufan Zairinsjah (Sekda), Roosli Soeliharjono (Plt. Kepala BKD) dan Erwin Yoesoef (Kabag Protokol dan Komunikasi) Kabupaten Bangkalan???”
BERITAKORUPSI.CO -
Anganku jauh melayang diangkasa,
Mimpiku indah seindah bulan purnama
Kau janjikan aku mendapat mutiara
Ku bayangkan duduk dikursi singga sana
Namun yang ku dapat masuk penjara.
Terbayang oleh ku hidup berkuasa
Namun tak ku sangka malah petaka
Mimpi indah ku mejadi derita
Yang tak ku lupa sepanjang masa
Hidup dipenjara sebagai terpidana
Kalimat diatas adalah puisi singkat yang berjudul “Mimpi Indah Menjadi Derita” (oleh Jentar. S, 1 Pebruari 2022). Dan barangkali, seperti bunyi puisi diataslah yang ada dibenak lima Terdakwa Korupsi suap Bupati Bangkalan KH. R. Abdul Latif Amin Imron untuk diangkat dan dilantik menjadi Kepala Dinas yaitu ;1. Salman Hidayat selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja,; 2. Achmad Mustaqim Kepala Dinas Ketahanan,; 3. Agus Eka Leandy Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur,; 4. Wildan Yulianto Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Bangkalan dan 5. Hosin Jamili selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kab. Bangkalan
Ada apa dan mengapa terjadi kasus ‘jual beli’ jabatan? Apakah hanya terjadi di Kabupaten Bangkalan? Atau terjadi juga di semua Kabupaten Kota di Indonesia namun tak terungkap? Apakah karena pembagian jatah yang tidak merata atau uang ‘dengar’ yang tidak kebagian yang menimbulkan “bisik-bisik tetangga” hingga terdengar ke telinga Komisi Pemberantasan Korupsi?”
Yang jelas, kasus Korupsi ‘jual beli’ jabatan di beberapa Kabupaten Kota khususnya di Jawa Timur, bukanlah hal baru terungkap. Sebab dari 38 Kabupaten Kota di Jawa Timur, hampir 50 persen atau tepatnya sebanyak 17 Bupati/Walikota dan 1 Kepala Kejaksaan Negeri sudah diseret KPK ke Pengadilan Tipikor untuk diadili.
Dari 17 Kepala Daerah (Bupati/Walikota) ini, 16 diantaranya sudah menjadi Terpidana/Narapidan Koruptor (dan ada pula yang meninggal dalam lapas), sementara 1 Kepala Daerah yaitu Bupati Bangkalan periode 2018 - 2023 yakni KH. R. Abdul Latif Amin Imron masih menjalani persidangan
Kasus Korupsi ‘jual beli’ jabatan ibarat suatu benda langka yang gampang-gampang susah untuk dicari namun sewaktu-waktu ada. Dan ketika ada menawarkan dengan harga terjangkau, tak sedikit yang akan yang membelinya.
Pertanyaannya adalah, apakah setiap pengawai negeri spil atau PNS tidak bermimpi atau berharap untuk naik jabatan? Apakah untuk naik jabatan itu seperti kenaikan kelas siswa/i SD hingga SMA atau seperti kenaikan semester bagi masiswa di perguruan tinggi?
Namun faktanya, ada ‘penjual dan ada pula pembelinya’. Lalu siapa ‘penjual dan siapa pembelinya’?. Apakah hanya ‘jual beli’ jabatan? Tidak, sebab ada permitaan fee proyek APBD dari beberapa kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut
Dari fakta hukum yang terungkap di persidangan saat puluhan kepala daerah (Bupati/Walikota) di Jawa Timur diadili, terungkap bahwa ‘penjual’ jabatan adalah Kepala Daerah (Bupati/Walikota) melalui orang atau pejabat kepercayaannya, dan pembelinya adalah pegawai biasa atau PNS yang belum punya jabatan, Kepala Seksi (Kasi), Kepala Bidang (Kabid), Camat hingga Kepala Dinas dengan harganya berpariasi, tergantung Kepala Daerah (Bupati/Walikota)
Di Kabupaten Nganjuk misalnya. Pada tahun 2017, harga atau nilai rupiah untuk selembar SK (Surat Keputusan) Bupati Nganjuk bagi CPNS (Calon Pegawai Negeri Spil) yang lulus seleksi menjadi PNS (Pegawai Negeri Spil) atau istilah sekarang ASN (Apratur Spil Negara) adalah bervariasi tergantung Ijazah terakhir yang dimiliki oleh PNS tersebut,
Yaitu untuk tingkat SMA atau SMU sebesar Rp50 juta, Diploma (D/Non Gelar) sejumlah Rp60 juta, dan untuk Strata Satu (S1) senilai Rp70 juta. Sedangkan untuk jabatan Camat antara 100 – 200 juta rupiah, dan untuk jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) seharga 1 miliar rupiah.
Harga selembar SK Kepala Daerah di Kabupaten Nganjuk tahun 2017 tidak berbeda jauh dengan harga selembar SK Kepala Daerah di Kota Batu, Kabupaten Malang, Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kota Madiun
Sedangkan di Kabupaten Bangkalan selama tahun 2020 hingga 2022 juga bervariasi antara Rp15 juta untuk jabatan Kasi (Kepala Seksi) hingga Rp250 juta untuk jabatan Kepala Dina dan Direktur BUMD
Fakta yang terungkap dipersidangan, bahwa metode penawaran jabatan oleh Kepala Daerah (Bupati/Walikota) di berbagai Kabupaten Kota khususnya di Jawa Timur termasuk di Kabupaten Bangkalan tidak jauh berbeda yaitu melalui pejabat yang ditunjuk Yang terlibat dalam kasus ‘jual beli’ jabatan di Kabupaten tahun 2021 - 2022 dengan tugas masing-masing yaitu; Roosli Soeliharjono (Plt. Kepala BKPSDA) atau Kepala BKD,; R. Moh. Taufan Zairinsjah Sekretaris Daerah (Sekda),; Erwin Yoesoef (Kabag Protokol),; Mohni (Wakil Bupati),; R. KH. Abd. Latif Amin Imron (Bupati) dan Diana Kusumawati (dan Ary Suharja serta Mohammad Hasan Faisol) selaku Kontraktor
Roosli Soeliharjono selaku Plt. Kepala atau Kepala BKD dan R. Moh. Taufan Zairinsjah selaku Sekda sekaligus menjadi Ketua Panitia seleksi jabatan adalah mencari dan mengumpulkan “calon pengantin” sebagai istilah untuk calon peserta lelang jabatan, sekaligus menyampaikan adanya komitmen fee dari setiap “calon pengantin” jika ingin terpilih
Lalu R. Moh. Taufan Zairinsjah mengusulkan Wildan Yulianto untuk mengisi jabatan Kepala Dinas PUPR, dan Roosli Soeliharjono mengusulkan Agus Eka Leandy untuk mengisi jabatan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) sementara Mohni mengusulkan Achmad Mustaqim untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Ketahanan Pangan. Sedangkan Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron (Terdakwa) mengusulkan dua orang yaitu Salman Hidayat untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja serta Hosin Jamili untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Semua usulan diterima oleh sang Bupati
Kemudian R. Moh. Taufan Zairinsjah dan Roosli Soeliharjono menghubungi masing-masing “calon pengantin” tersebut untuk menyatakan kesiapannya dalam proses seleksi jabatan serta menyiapkan komitmen fee untuk diberikan kepada sang Bupati R. Abdul Latif Amin Imron.
Untuk “mempercantik rekayasa” atau untuk memenuhi persyaratan pendaftaran dan memudahkan para “calon pengantin” memenangkan seleksi jabatan, Roosli Soeliharjono dan R. Moh. Taufan Zairinsjah meminta kepada para “calon pengantin” untuk mencari peserta pendamping untuk didaftarkan.
Atas arahan dari Roosli Soeliharjono, kemudian Terdakwa Wildan Yulianto meminta Alfin Rudiansyah selaku Kepala Bidang Tata Ruang pada Dinas PUPR Kabupaten Bangkalan dan Ikhtiarini Masiswati selaku Kepala Bidang Jasa Konstruksi Dinas PUPR Kabupaten Bangkalan sebagai calon peserta pendamping dalam seleksi jabatan Kepala Dinas PUPR
Agar Alfin Rudiansyah dan Ikhtiarini Masiswati bersedia didaftarkan sebagai peserta pendamping, Terdakwa Wildan Yulianto menanggung biaya tes kesehatan dan mengumpulkan dokumen-dokumen persyaratan yang dibutuhkan.
Sementara Diana Kusumawati (dan Ary Suharja serta Mohammad Hasan Faisol) selaku Kontraktor yang punya hubungan dekat dengan Sekda dan Bupati, ikut berpartisifasi membantu Terdakwa Wildan Yulianto untuk memberikan komitmen fee kepada Bupati
Sedangkan Erwin Yoesoef (Kabag Protokol) menerima uang dari setiap “calon pengantin” dan kemudian diberikan kepada Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron.
Lalu uang terkumpul dari hasil ‘jual beli’ jabatan itu tidak hanya ke Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron (Terdakwa) melainkan mengalir juga ke Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan sebesarsatu miliar rupiah, ke Ketua KPU Kabupaten Bangkalan sebesar Rp150 juta dan membayar hutang mantan Bupati Bangkalan periode 2003 - 2013 yang tertangkap tangan KPK pada tahun 2013 yaitu Alm. KH. Fuad Amin, kakak kandung R. Abdul Latif Amin Imron (Terdakwa)
Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana “nasib” Mohni (Wakil Bupati), Ketua DPRD, Ketua KPU, R. Moh. Taufan Zairinsjah (Sekda), Roosli Soeliharjono (Plt. Kepala BKD) dan Erwin Yoesoef (Kabag Protokol) Kabupaten Bangkalan???”
Bagaiamana pula “nasib” M. Sodiq, salah satu wartawan di Bangkalan yang kabarnya saat ini menjabat di komisi informasi (KI) Kabupaten Bangkalan periode 2019 - 2023???. Menagapa? Karena pada tahun 2020, M. Sodiq ditugaskan Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron (Terdakwa) untuk mengatur pelaksanaan lelang Pengadaan Barang dan Jasa di 12 SKPD atau OPD Pemkab Bangkalan, diluar paket pokok pikiran (pokir) Anggota DPRD Kabupaten Bangkalan serta mengumpulkan fee dari para kontraktor yang besarnya 10 persen dari nilai kontrak dengan total fee berupa uang yang terkumpul sebesar Rp11.5 miliar
Tidak hanya itu, bagaimana dengan 9 pejabat lain di Kabupaten Bangkalan yang diangkat dan dilantik oleh Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron (Terdakwa) dengan memberikan sejumlah uang, yaitu;
1. Moawi Arifin Kepala Dinas Perhubungan sebesar Rp150.000.000
2. Wibowo Suharta Kepala Dinas Sosial, sebesar Rp150.000.000
3. Anang Yulianto Kepala Dinas Lingkungan Hidup sebesar Rp100.000.000
4.Iskandar Ahadiyat Kepala Dinas Koperasi dan UMKM sebesar Rp100.000.000
5. Andang Pradana Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan sebesar Rp50.000.000
6. Abdul Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah sebesar Rp150.000.000
7. Eko Setiawan Kepala BPPD sebesar Rp100.000.000
8. Nunuk Kristiani Direktur Rumah Sakit Umum Daerah sebesar Rp100.000.000
9. Ahmad Roniyun Hamid Sekretaris DPRD Kabupaten Bangkalan sebesar Rp100.000.000
Apakah KPK akan menyeret ke 9 pejabat Kabupaten Bangkalan ini (Moawi Arifin, Wibowo Suharta, Anang Yulianto, Iskandar Ahadiyat, Andang Pradana, Abdul Kepala, Eko Setiawan, Nunuk Kristiani dan Ahmad Roniyun) sebagai Tersangka dalam perkara Korupsi ‘jual beli’ jabatan?
Menanggapi hal ini, JPU KPK mengatakan bahwa untuk sementara ini masih fokus dalam perkara Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan dan setelah itu barulah dapat memberikan penjelasan sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan
“Untuk sementara ini masih fokus untuk perkara Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati. Nanti setelah itu barulah dapat memberikan penjelasan sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan,” kata salah seorang JPU KPK
Sementara yang dilakukan Moawi Arifin, Wibowo Suharta, Anang Yulianto, Iskandar Ahadiyat, Andang Pradana, Abdul Kepala, Eko Setiawan, Nunuk Kristiani dan Ahmad Roniyun, sama dengan yang dilakukan oleh kelima (5) Kepala Dinas yang dilantik tahun 2022 yaitu; 1. Salman Hidayat,; 2. Achmad Mustaqim,; 3. Agus Eka Leandy,; 4. Wildan Yulianto, dan 5. Hosin Jamili yang sudah diadili dan dinyatakan terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi serta dijatuhi hukuman (Vinis) pidana penjara antara dua (2) hingga dua (2) tahun dan satu (1) bulan Sebelumnya, JPU KPK menuntut kelima Terdakwa pidana penjara yaitu;
1. Salman Hidayat selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp125 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
2. Achmad Mustaqim selaku Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kab. Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
3. Agus Eka Leandy selaku Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kab. Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
4. Wildan Yulianto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Bangkalan memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
Menurut Majelis Hakim, bahwa perbuatan Terdakwa Salman Hidayat, Terdakwa Achmad Mustaqim, Terdakwa Agus Eka Leandy, Terdakwa Wildan Yulianto dan Terdakwa Hosin Jamili terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a (furuf b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Majelis Hakim sependapat dengan dakwaan JPU KPK. Namun untuk hukuman pidana penjara, Majelis Hakim memberikan keringan hukuman masing-masing tiga (3) bulan. Sehingga empat (4) Terdakwa yaitu Terdakwa Salman Hidayat, Terdakwa Achmad Mustaqim, Terdakwa Agus Eka Leandy, Terdakwa Wildan Yulianto dihukum pidana penjara masing-masing selama dua (2) tahun. Sedangkan Terdakwa Hosin Jamili dijatuhi hukuman lebih berat satu (1) bulan menjadi dua (2) tahun dan satu (1) bulan
Hukuman pidana penjara terhadap kelima Terdakwa (Salman Hidayat, Achmad Mustaqim, Agus Eka Leandy, Wildan Yulianto dan Hosin Jamili, dalam berkas perkara penuntutan masing-masing terpisah) dibacakan oleh Majelis Hakim secara Virtual (Zoom) di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur (Selasa, 08 Mei 2023) dengan Ketua Majelis Hakim Darwanto, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota yaitu Fiktor Panjaitan, SH., MH dan Alex Cahyono, SH., MH masing-masing Hakim Ad Hoc serta Panitra Pengganti (PP) Maya Yunita Sari Hidayat, SH., MH, Prastana Yustianto, SE., SH., MH, Fitri Indriyaty, SH., MH dan Sikan, S.Sos., SH yang dihadiri Tim Penasehat Hukum masing-masing Terdakwa, diantaranya Baktiar dkk serta dihadiri pula oleh para Terdakwa melalui Teleconference (Zoom) dari Rutan (rumah tahanan negera) KPK Jakarta
Persidangan berlangsung dalam V session, yang pertama adalah putusan terhadap Terdakwa Hosin Jamili, lalu putusan terhadap Terdakwa Achmad Mustaqim, kemudian putusan terhadap terdakwa Agus Eka Leandy, Terdakwa Wildan Yulianto dan putusan terhadap Terdakwa Salman Hidayat
Dalam putusannya Majelis Hakim mengatakan, bahwa Terdakwa Hosin Jamili (Terdakwa Agus Eka Leandy) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana Korupsi sebagai bagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sedangan Terdakwa Achmad Mustaqim, Terdakwa Agus Eka Leandy, Terdakwa Wildan Yulianto Terdakwa Salman Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana Korupsi sebagai bagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Majelis Hakim mengatakan, oleh karena Terdakwa terbukti bersalah, maka haruslah dijatuhui hukuman yang setimpal dengan perbuatannya
“MENGADILI: Menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Hosin Jamili oleh karena itu dengan pidana penjara selama dua (2) tahun dan satu (1) bulan denda sebesar Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersbut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama dua (2) bulan
Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ucap Ketua Majelis Hakim Darwanto, SH., MH
Setelah membacakan putusan terhadap Terdakwa Hosin Jamili, Ketua Majelis Hakim Darwanto, SH., MH membacakan putusan terhadapa Terakwa Achmad Mustaqim, Terdakwa Agus Eka Leandy, Terdakwa Wildan Yulianto dan Terdakwa Salman Hidayat secara berturut-turut dengan pidana penjara masing-masing selama dua (2) tahun denda sebesar Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersbut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama dua (2) bulan
Atas putusan Majelis Hakim tersebut, kelima Terdakwa maupun JPU KPK sama-sama mengatakan “pikir-pikir”. (Jnt)
Kau janjikan aku mendapat mutiara
Ku bayangkan duduk dikursi singga sana
Namun yang ku dapat masuk penjara.
Terbayang oleh ku hidup berkuasa
Namun tak ku sangka malah petaka
Mimpi indah ku mejadi derita
Yang tak ku lupa sepanjang masa
Hidup dipenjara sebagai terpidana
Kalimat diatas adalah puisi singkat yang berjudul “Mimpi Indah Menjadi Derita” (oleh Jentar. S, 1 Pebruari 2022). Dan barangkali, seperti bunyi puisi diataslah yang ada dibenak lima Terdakwa Korupsi suap Bupati Bangkalan KH. R. Abdul Latif Amin Imron untuk diangkat dan dilantik menjadi Kepala Dinas yaitu ;1. Salman Hidayat selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja,; 2. Achmad Mustaqim Kepala Dinas Ketahanan,; 3. Agus Eka Leandy Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur,; 4. Wildan Yulianto Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Bangkalan dan 5. Hosin Jamili selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kab. Bangkalan
Ada apa dan mengapa terjadi kasus ‘jual beli’ jabatan? Apakah hanya terjadi di Kabupaten Bangkalan? Atau terjadi juga di semua Kabupaten Kota di Indonesia namun tak terungkap? Apakah karena pembagian jatah yang tidak merata atau uang ‘dengar’ yang tidak kebagian yang menimbulkan “bisik-bisik tetangga” hingga terdengar ke telinga Komisi Pemberantasan Korupsi?”
Yang jelas, kasus Korupsi ‘jual beli’ jabatan di beberapa Kabupaten Kota khususnya di Jawa Timur, bukanlah hal baru terungkap. Sebab dari 38 Kabupaten Kota di Jawa Timur, hampir 50 persen atau tepatnya sebanyak 17 Bupati/Walikota dan 1 Kepala Kejaksaan Negeri sudah diseret KPK ke Pengadilan Tipikor untuk diadili.
Dari 17 Kepala Daerah (Bupati/Walikota) ini, 16 diantaranya sudah menjadi Terpidana/Narapidan Koruptor (dan ada pula yang meninggal dalam lapas), sementara 1 Kepala Daerah yaitu Bupati Bangkalan periode 2018 - 2023 yakni KH. R. Abdul Latif Amin Imron masih menjalani persidangan
Kasus Korupsi ‘jual beli’ jabatan ibarat suatu benda langka yang gampang-gampang susah untuk dicari namun sewaktu-waktu ada. Dan ketika ada menawarkan dengan harga terjangkau, tak sedikit yang akan yang membelinya.
Pertanyaannya adalah, apakah setiap pengawai negeri spil atau PNS tidak bermimpi atau berharap untuk naik jabatan? Apakah untuk naik jabatan itu seperti kenaikan kelas siswa/i SD hingga SMA atau seperti kenaikan semester bagi masiswa di perguruan tinggi?
Namun faktanya, ada ‘penjual dan ada pula pembelinya’. Lalu siapa ‘penjual dan siapa pembelinya’?. Apakah hanya ‘jual beli’ jabatan? Tidak, sebab ada permitaan fee proyek APBD dari beberapa kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut
Dari fakta hukum yang terungkap di persidangan saat puluhan kepala daerah (Bupati/Walikota) di Jawa Timur diadili, terungkap bahwa ‘penjual’ jabatan adalah Kepala Daerah (Bupati/Walikota) melalui orang atau pejabat kepercayaannya, dan pembelinya adalah pegawai biasa atau PNS yang belum punya jabatan, Kepala Seksi (Kasi), Kepala Bidang (Kabid), Camat hingga Kepala Dinas dengan harganya berpariasi, tergantung Kepala Daerah (Bupati/Walikota)
Di Kabupaten Nganjuk misalnya. Pada tahun 2017, harga atau nilai rupiah untuk selembar SK (Surat Keputusan) Bupati Nganjuk bagi CPNS (Calon Pegawai Negeri Spil) yang lulus seleksi menjadi PNS (Pegawai Negeri Spil) atau istilah sekarang ASN (Apratur Spil Negara) adalah bervariasi tergantung Ijazah terakhir yang dimiliki oleh PNS tersebut,
Yaitu untuk tingkat SMA atau SMU sebesar Rp50 juta, Diploma (D/Non Gelar) sejumlah Rp60 juta, dan untuk Strata Satu (S1) senilai Rp70 juta. Sedangkan untuk jabatan Camat antara 100 – 200 juta rupiah, dan untuk jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) seharga 1 miliar rupiah.
Harga selembar SK Kepala Daerah di Kabupaten Nganjuk tahun 2017 tidak berbeda jauh dengan harga selembar SK Kepala Daerah di Kota Batu, Kabupaten Malang, Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kota Madiun
Sedangkan di Kabupaten Bangkalan selama tahun 2020 hingga 2022 juga bervariasi antara Rp15 juta untuk jabatan Kasi (Kepala Seksi) hingga Rp250 juta untuk jabatan Kepala Dina dan Direktur BUMD
Fakta yang terungkap dipersidangan, bahwa metode penawaran jabatan oleh Kepala Daerah (Bupati/Walikota) di berbagai Kabupaten Kota khususnya di Jawa Timur termasuk di Kabupaten Bangkalan tidak jauh berbeda yaitu melalui pejabat yang ditunjuk Yang terlibat dalam kasus ‘jual beli’ jabatan di Kabupaten tahun 2021 - 2022 dengan tugas masing-masing yaitu; Roosli Soeliharjono (Plt. Kepala BKPSDA) atau Kepala BKD,; R. Moh. Taufan Zairinsjah Sekretaris Daerah (Sekda),; Erwin Yoesoef (Kabag Protokol),; Mohni (Wakil Bupati),; R. KH. Abd. Latif Amin Imron (Bupati) dan Diana Kusumawati (dan Ary Suharja serta Mohammad Hasan Faisol) selaku Kontraktor
Roosli Soeliharjono selaku Plt. Kepala atau Kepala BKD dan R. Moh. Taufan Zairinsjah selaku Sekda sekaligus menjadi Ketua Panitia seleksi jabatan adalah mencari dan mengumpulkan “calon pengantin” sebagai istilah untuk calon peserta lelang jabatan, sekaligus menyampaikan adanya komitmen fee dari setiap “calon pengantin” jika ingin terpilih
Lalu R. Moh. Taufan Zairinsjah mengusulkan Wildan Yulianto untuk mengisi jabatan Kepala Dinas PUPR, dan Roosli Soeliharjono mengusulkan Agus Eka Leandy untuk mengisi jabatan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur (BKPSDA) sementara Mohni mengusulkan Achmad Mustaqim untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Ketahanan Pangan. Sedangkan Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron (Terdakwa) mengusulkan dua orang yaitu Salman Hidayat untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja serta Hosin Jamili untuk mengisi jabatan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Semua usulan diterima oleh sang Bupati
Kemudian R. Moh. Taufan Zairinsjah dan Roosli Soeliharjono menghubungi masing-masing “calon pengantin” tersebut untuk menyatakan kesiapannya dalam proses seleksi jabatan serta menyiapkan komitmen fee untuk diberikan kepada sang Bupati R. Abdul Latif Amin Imron.
Untuk “mempercantik rekayasa” atau untuk memenuhi persyaratan pendaftaran dan memudahkan para “calon pengantin” memenangkan seleksi jabatan, Roosli Soeliharjono dan R. Moh. Taufan Zairinsjah meminta kepada para “calon pengantin” untuk mencari peserta pendamping untuk didaftarkan.
Atas arahan dari Roosli Soeliharjono, kemudian Terdakwa Wildan Yulianto meminta Alfin Rudiansyah selaku Kepala Bidang Tata Ruang pada Dinas PUPR Kabupaten Bangkalan dan Ikhtiarini Masiswati selaku Kepala Bidang Jasa Konstruksi Dinas PUPR Kabupaten Bangkalan sebagai calon peserta pendamping dalam seleksi jabatan Kepala Dinas PUPR
Agar Alfin Rudiansyah dan Ikhtiarini Masiswati bersedia didaftarkan sebagai peserta pendamping, Terdakwa Wildan Yulianto menanggung biaya tes kesehatan dan mengumpulkan dokumen-dokumen persyaratan yang dibutuhkan.
Sementara Diana Kusumawati (dan Ary Suharja serta Mohammad Hasan Faisol) selaku Kontraktor yang punya hubungan dekat dengan Sekda dan Bupati, ikut berpartisifasi membantu Terdakwa Wildan Yulianto untuk memberikan komitmen fee kepada Bupati
Sedangkan Erwin Yoesoef (Kabag Protokol) menerima uang dari setiap “calon pengantin” dan kemudian diberikan kepada Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron.
Lalu uang terkumpul dari hasil ‘jual beli’ jabatan itu tidak hanya ke Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron (Terdakwa) melainkan mengalir juga ke Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan sebesarsatu miliar rupiah, ke Ketua KPU Kabupaten Bangkalan sebesar Rp150 juta dan membayar hutang mantan Bupati Bangkalan periode 2003 - 2013 yang tertangkap tangan KPK pada tahun 2013 yaitu Alm. KH. Fuad Amin, kakak kandung R. Abdul Latif Amin Imron (Terdakwa)
Lalu pertanyaannya adalah, bagaimana “nasib” Mohni (Wakil Bupati), Ketua DPRD, Ketua KPU, R. Moh. Taufan Zairinsjah (Sekda), Roosli Soeliharjono (Plt. Kepala BKD) dan Erwin Yoesoef (Kabag Protokol) Kabupaten Bangkalan???”
Bagaiamana pula “nasib” M. Sodiq, salah satu wartawan di Bangkalan yang kabarnya saat ini menjabat di komisi informasi (KI) Kabupaten Bangkalan periode 2019 - 2023???. Menagapa? Karena pada tahun 2020, M. Sodiq ditugaskan Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron (Terdakwa) untuk mengatur pelaksanaan lelang Pengadaan Barang dan Jasa di 12 SKPD atau OPD Pemkab Bangkalan, diluar paket pokok pikiran (pokir) Anggota DPRD Kabupaten Bangkalan serta mengumpulkan fee dari para kontraktor yang besarnya 10 persen dari nilai kontrak dengan total fee berupa uang yang terkumpul sebesar Rp11.5 miliar
Tidak hanya itu, bagaimana dengan 9 pejabat lain di Kabupaten Bangkalan yang diangkat dan dilantik oleh Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron (Terdakwa) dengan memberikan sejumlah uang, yaitu;
1. Moawi Arifin Kepala Dinas Perhubungan sebesar Rp150.000.000
2. Wibowo Suharta Kepala Dinas Sosial, sebesar Rp150.000.000
3. Anang Yulianto Kepala Dinas Lingkungan Hidup sebesar Rp100.000.000
4.Iskandar Ahadiyat Kepala Dinas Koperasi dan UMKM sebesar Rp100.000.000
5. Andang Pradana Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan sebesar Rp50.000.000
6. Abdul Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah sebesar Rp150.000.000
7. Eko Setiawan Kepala BPPD sebesar Rp100.000.000
8. Nunuk Kristiani Direktur Rumah Sakit Umum Daerah sebesar Rp100.000.000
9. Ahmad Roniyun Hamid Sekretaris DPRD Kabupaten Bangkalan sebesar Rp100.000.000
Apakah KPK akan menyeret ke 9 pejabat Kabupaten Bangkalan ini (Moawi Arifin, Wibowo Suharta, Anang Yulianto, Iskandar Ahadiyat, Andang Pradana, Abdul Kepala, Eko Setiawan, Nunuk Kristiani dan Ahmad Roniyun) sebagai Tersangka dalam perkara Korupsi ‘jual beli’ jabatan?
Menanggapi hal ini, JPU KPK mengatakan bahwa untuk sementara ini masih fokus dalam perkara Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati Bangkalan dan setelah itu barulah dapat memberikan penjelasan sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan
“Untuk sementara ini masih fokus untuk perkara Terdakwa R. Abdul Latif Amin Imron selaku Bupati. Nanti setelah itu barulah dapat memberikan penjelasan sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan,” kata salah seorang JPU KPK
Sementara yang dilakukan Moawi Arifin, Wibowo Suharta, Anang Yulianto, Iskandar Ahadiyat, Andang Pradana, Abdul Kepala, Eko Setiawan, Nunuk Kristiani dan Ahmad Roniyun, sama dengan yang dilakukan oleh kelima (5) Kepala Dinas yang dilantik tahun 2022 yaitu; 1. Salman Hidayat,; 2. Achmad Mustaqim,; 3. Agus Eka Leandy,; 4. Wildan Yulianto, dan 5. Hosin Jamili yang sudah diadili dan dinyatakan terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi serta dijatuhi hukuman (Vinis) pidana penjara antara dua (2) hingga dua (2) tahun dan satu (1) bulan Sebelumnya, JPU KPK menuntut kelima Terdakwa pidana penjara yaitu;
1. Salman Hidayat selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp125 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
2. Achmad Mustaqim selaku Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kab. Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
3. Agus Eka Leandy selaku Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Kab. Bangkalan terbukti memberikan uang sebesar Rp100 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
4. Wildan Yulianto selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Bangkalan memberikan uang sebesar Rp150 juta kepada Bupati R. Abdul Latif Amin Imron, dituntut pidana penjara selama 2 tahun dan 3 bulan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan
Menurut Majelis Hakim, bahwa perbuatan Terdakwa Salman Hidayat, Terdakwa Achmad Mustaqim, Terdakwa Agus Eka Leandy, Terdakwa Wildan Yulianto dan Terdakwa Hosin Jamili terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a (furuf b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Majelis Hakim sependapat dengan dakwaan JPU KPK. Namun untuk hukuman pidana penjara, Majelis Hakim memberikan keringan hukuman masing-masing tiga (3) bulan. Sehingga empat (4) Terdakwa yaitu Terdakwa Salman Hidayat, Terdakwa Achmad Mustaqim, Terdakwa Agus Eka Leandy, Terdakwa Wildan Yulianto dihukum pidana penjara masing-masing selama dua (2) tahun. Sedangkan Terdakwa Hosin Jamili dijatuhi hukuman lebih berat satu (1) bulan menjadi dua (2) tahun dan satu (1) bulan
Hukuman pidana penjara terhadap kelima Terdakwa (Salman Hidayat, Achmad Mustaqim, Agus Eka Leandy, Wildan Yulianto dan Hosin Jamili, dalam berkas perkara penuntutan masing-masing terpisah) dibacakan oleh Majelis Hakim secara Virtual (Zoom) di ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jawa Timur (Selasa, 08 Mei 2023) dengan Ketua Majelis Hakim Darwanto, SH., MH dengan dibantu 2 Hakim anggota yaitu Fiktor Panjaitan, SH., MH dan Alex Cahyono, SH., MH masing-masing Hakim Ad Hoc serta Panitra Pengganti (PP) Maya Yunita Sari Hidayat, SH., MH, Prastana Yustianto, SE., SH., MH, Fitri Indriyaty, SH., MH dan Sikan, S.Sos., SH yang dihadiri Tim Penasehat Hukum masing-masing Terdakwa, diantaranya Baktiar dkk serta dihadiri pula oleh para Terdakwa melalui Teleconference (Zoom) dari Rutan (rumah tahanan negera) KPK Jakarta
Persidangan berlangsung dalam V session, yang pertama adalah putusan terhadap Terdakwa Hosin Jamili, lalu putusan terhadap Terdakwa Achmad Mustaqim, kemudian putusan terhadap terdakwa Agus Eka Leandy, Terdakwa Wildan Yulianto dan putusan terhadap Terdakwa Salman Hidayat
Dalam putusannya Majelis Hakim mengatakan, bahwa Terdakwa Hosin Jamili (Terdakwa Agus Eka Leandy) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana Korupsi sebagai bagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sedangan Terdakwa Achmad Mustaqim, Terdakwa Agus Eka Leandy, Terdakwa Wildan Yulianto Terdakwa Salman Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana Korupsi sebagai bagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Majelis Hakim mengatakan, oleh karena Terdakwa terbukti bersalah, maka haruslah dijatuhui hukuman yang setimpal dengan perbuatannya
“MENGADILI: Menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Hosin Jamili oleh karena itu dengan pidana penjara selama dua (2) tahun dan satu (1) bulan denda sebesar Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersbut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama dua (2) bulan
Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ucap Ketua Majelis Hakim Darwanto, SH., MH
Setelah membacakan putusan terhadap Terdakwa Hosin Jamili, Ketua Majelis Hakim Darwanto, SH., MH membacakan putusan terhadapa Terakwa Achmad Mustaqim, Terdakwa Agus Eka Leandy, Terdakwa Wildan Yulianto dan Terdakwa Salman Hidayat secara berturut-turut dengan pidana penjara masing-masing selama dua (2) tahun denda sebesar Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersbut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama dua (2) bulan
Atas putusan Majelis Hakim tersebut, kelima Terdakwa maupun JPU KPK sama-sama mengatakan “pikir-pikir”. (Jnt)
Posting Komentar
Tulias alamat email :