Terdakwa sedang berdiskusi dengan PH-nya |
Dalam Undang-undang Korupsi, memang tidak menyebutkan nilai nominal kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan seseorang tersangka. Namun apakah Pemerintah harus mengeluarkan ratusan juta rupiah untuk biaya operasional dalam penangani kerugian negara yang nilainya jutaan atau puluhan juta ?
Pada hal, visi dan misi Pemerintah dalam pembangunan adalah, penggunaan anggaran minimal dengan hasil yang maksimal. Memang, penanganan kasus korupsi yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Negeri maupun penyidik Kepolisian, bisa jadi “meraih prestasi ke jenjang karier yang lebih cemerlang”
Kali ini, di Desa Jambangan, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana Bantuan Keuangan Desa (BKD) dan Anggaran Dana Desa (ADD) pada tahun 2014 lalu sebesar Rp 45 juta. Dalam kasus ini, penyidik Polres Kediri menetapkan Moch. Dawam, selaku Kepala Desa (Kades) Jambangan, sebagai tersangka. Yang kemudian diseret Kejari Mejayen ke Pengadilan Tipikor untuk diadili.
Pada Rabu, 1 juni 2016, sidang perkara kasus dugaan korupsi dana BKD dan ADD Desa Jambangan, Kecamatan Papar Kabupaten Kediri, digelar diruang sidang Candra Pengadilan Tipikor, dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU dari Kejari Mejayen, yang diketuai Majelis Hakim Jalili. Sementara terdakwa Moch. Dawam yang duduk dikursi pesakitan, didampingi 5 orang Penasehat Hukum (PH)-Nya, diantaranya Jainal Arifin, AGUS S, Lukito, Rini Puspita Sari dan Enni Puasa Handayani. Terdakwa Moch. Dawam, yang menjabat selaku Kades Jambangan, terseret dalam kasus dugaan korupsi atas penggunaan dana Bantuan Keuangan Desa (BKD) dan Anggaran Dana Desa (ADD) tahun 2014 sebesar Rp 45 juta.
Dana sebesar Rp 45 juta tersebut dicairkan dari BRI dengan memerintahkan Bendahara Desa, sebanyak 3 kali pencairan selama tahun 2014. Dana itu dipergunakan untuk pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp 15 juta lebih serta dipinjamkan ke pihak lain. Hal itu seperti yang disampaikan JPU dalam surat dakwaannya dihadapan Majelis Hakim. Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dengan pasal 3 atau pasal 8 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atas surat dakwaan JPU, PH terdakwa tidak mengajukan Eksepsi (keberatan). “kami tidak mengajukan Eksepsi,” kata PH terdakwa kepada Majelis Hakim.
Usai persidangan, PH terdakwa menjelaskan kepada media ini terkait tidak mengajukan keberatan. Menurutnya, karena materi dakwaan sudah jelas. Namun dia mengakui, bahwa JPU tidak menjelaskan dalam dakwaan adanya pengembalian sebelum ada laporan Polisi.
“Kami tidak mengajukan Eksepsi karena sudah jelas isi dakwaannya. Tapi ada yang tidak dijelaskan dalam surat dakwaan yaitu, pengembalian dana pada November 2014, sebelum ada laporan polisi, pada hal, laporan polisi tanggal 22 April 2015. Ini hanya sempat dipinjam 3 minggu terus dikembalikan,” kata Jainal sambil menunjukkan bukti pegembalian dan nomor laporan polisi yang dimaksud. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :