Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember, sepertinya ragu untuk menuntut bebas 2 terdakwa kasus Korupsi Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 2 Pebruari 2017, sebesar Rp 3 juta.
Kedua terdakwa yakni, Soetikno, Kepala Seksi Industri Argo dan Kimia Dinas Perindustrian dan Perdaganan Kabupaten Jember, yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Totok Prastowo. Serta Soponyono selaku “makelar”yang dimpingi PH-nya Yuliana dari LBH YLKI
Sebab, kedua terdakwa hanya dituntut pidana penjara selama 10 bulan, denda sebsar Rp 20 juta subsidair 2 bulan kurungan. Pada hal, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, hukuman pidana penjara terhapat terdakwa paling rendah 1 tahun dan denda paling sedikit sebesar Rp 50 jita.
Lalu, Undang-Undang mana kah yang dipergunakan JPU dari Kejari Jember ini untuk menuntut kedua terdakwa ?.
Memang, dalam fakta persidangan, uang sebesar 3 juta yang diterima terdakwa Soetikno dari Suroso dan kemudian diserahkan kepada terdakwa Soponyono, tidak ada kaitannya dengan jabatan terdakwa, atau tidak ada hubungannya dengan hibah yang diterima Suroso. Melainkan uang tersebut adalah murni pinjaman Soetikno kapada Soponyono.
Kasus ini bermula pada Januari 2017. Nama Suroso selaku Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Jaya Makmur dan KUB Ida Jaya yang juga milik Suroso namun dibuat atas nama keluarganya, terdaftar selaku penerima hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) pada akhir tahun 2016, berupa alat mesin untuk Industri Kecil Menengah (IKM). Namun belum bisa terealisasi karena persyaratan Administrasi yang belum lengkap.
saat itu, Suroso menemui Soetikno untuk menanyakkan terkait hibah tersebut. Soetikno pun menjelaskan kepada Suroso, supaya melengkapi persyaratan administrasi dari Bupati diantaranya, Akte Notaris dan Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum Dan Hak Azasi Manusia (Kemenkum HAM). Karena Suroso kurang paham, lalu Soetikno merekomondasikan kepada salah seorang rekanan yakni, Andreas. Andreas pun mengurus Akte sekaligus SK Kemenkum HAM atas nama Kelompok Usaha Bersama (KUB) Jaya Makmur dan KUB Ida Jaya, kepada Notaris dengan biaya sebesar Rp 3 juta, uang itu berupa pinjaman.
Dan pada tanggal 27 Januari 2017, Suroso telah menerima hibah berupa mesin, namun biaya pengurusan 2 Akte dan 2 SK Kemenkum HAM belum dibayar oleh Suroso kepada Andreas. Sehingga, dokumen tersebut berada ditangan Andreas. Beberapa hari kemudian, Soetikno menghubungi Soponyono melalui telepon untuk meminjam uang sebesar Rp 2 juta. Namun soponyono tidak punya uang. Lalu soponyono akhirnya menemui Suroso dengan beralasan, diperintah Sutikno untuk menagih baiaya pengurusan Akte yang dikeluarkan Andreas.
Suroso bersedia membayar, namun tidak melaui Soponyono melaikan langsung kepada Soetikno. Suroso akhirnya menyerahkan uang sebesar Rp 3 juta seperti yang disampaikan Soponyono kepada Suroso. Karena Soetikno tidak merasa menyuruh Soponyono untuk menagih biaya pengurusan Akte dan SK Kemenkum HAM, sehingga uang tersebut pun diserahkan Soetikno kepada Soponyono.
Pada tanggal 2 Pebruai 2017, Soetikno menemui Soponyono disebuah warung tak jauh dari kantor Disperindag Kabuopaten Jember dan menyerahkan uang sebesar Rp 3 juta yang diteriamnya dari Suroso.
Pada saat Soetikno menyerahkan uang tersebut, Soponyono hanya mengambil 1 juta dan yang 2 juta diserahkan kepada Soetikno yang semula hendak meminjam. Pada saat itulah keduanya langsung ditangkap oleh puluhan petugas Kepolisian dari Polres Jember dengan tuduhan melakukan pungutan liar (Pungli).
Terkait tuntutan JPU, PH masing-masing terdakwa tak bersedia memberikan komentar. Hanya mengatakan kalau pembelaan minngu depan. “Pembelaan minggu depa,” kata PH terdakwa. sementara JPU langsung meninggalkan gedung Pengadian Tipikor. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :