beritakorupsi.co – Jangan masuk ke dalam jurang yang sama untuk yang Kedua kalinya. Ungkapan ini sepertinya tidak berlaku bagi M. Basuki yang menjabat sebagai Ketua Komisi B DPRD Jatim periode 2014 – 2019.
Sebab anggota Dewan Jawa Timur ini, sebelumnya pernah tersandung kasus Tindak Pidana Korupsi dana Kesehatan dan biaya Operasional sebesar Rp 2,7 milliyar pada tahun 2003 lalu, pada saat menjabat sebagai Ketua DPRD Surabaya bersama Wakil Ketua DPRD Surabaya, Ali Burhan.
M. Basuki dan Ali Burhan, divonis pidana penjara masing-masing 1 tahun dan 6 bulan, oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya di Jalan Raya Arjuna Surabaya, serta pidana tabahan berupa pengembalian uang pengganti kurungan negra sebesar Rp 200 juta, pada tanggal 19 Juli 2003 lalu.
Kasus korupsi di DPRD Surabaya yang menyeret M. Basuki dan Ali Burhan, terkait terbitnya Surat Keputusan (SK) Nomor 3 Tahun 2002 serta 2 SK lain, yaitu SK Nomor 5 Tahun 2002 tentang tunjangan kesehatan dan SK Nomor 9 tentang biaya operasional.
Dan pada Oktober 2003, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Jalan Sumatra Surabaya, memberikan “bonus” hukuman menjadi 1 tahun penjara bagi Basuki. Setelah menjalani hukuman sebagai terpidana kasus Korupsi, M. Basuki keluar dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo pada Pebruari 2004.
Pengalaman tidur dibalik jeruji besi selama 1 tahun, tak membuat Basuki jera. Buktinya, setelah bebas dari Hotel Prodeo, mantan narapidana kasus Korupsi itu terpilih menjadi anggota DPRD Jatim periode 2014 – 2019 dengan menduduki jabatan sebagai Ketua Komisi B. Disaat menduduki jabatan itu, Basuki kembali terjerat dalam kasus yang sama namun lebih tragis.
Sebab, mantan penghuni Hotel Prodeo itu terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK pada Juni tahun lalu, karena menerima uang suap ratusan juta rupiah dari Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, bersama koleganya di Komis B DPRD Jatim yakni Ka'bil Mubarok selaku Wakil Ketua Komis B.
Dalam kasus OTT ini, KPK menyeret 7 tersangka/terdakwa ke Pengadilan Tipikor untuk diadili. Ke- 7 terdakwa itu adalah Bambang Heriyanto (Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemprov. Jatim) bersama ajudannya Anang Basuki Rahmat dan Rohayati, selaku Plt. Kepala Dinas Peternakan Pemprov. Jatim. Ketiga terdakwa ini sudah terlebih dahulu divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor dan sudah berkekuatan hukum tetap atau Incrah.
Sementara M. Basuki selaku Ketua Komisi B DPRD Jatim bersama 2 Staf Komis B yakni Rahman Agung dan Santoso serta M. Ka’bil Mubarok selaku mantan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim saat ini masih menjalani proses persidangan.
Penerimaaan uang suap itu, terkait dengan fungsi pengawasan terhadap penggunaan anggaran di 10 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Kepala Dinas) termasuk revisi Perda No 3 Thn 2012 tentang ternak sapid an kerbau betian di Dinas Perternakan oleh Komisi B DPRD Jatim.
Dalam kasus ini, terdakwa Basuki dan Ka’bil Mubarok dituntut pidana penjara masing-masing selama 9 tahun serta pencabutan hak jabatan public selama 5 tahun. Tuntutan kali ini akan membuat Basuki lebih lama menghuni Hotel Prodeo yang pernah dihuninya. Permohonan sebagai JC ditolak oleh KPK. Sementara Rahman Agung dan Santoso, dituntut pidana penjara masing-masing 4 tahun dan 6 bulan. Kedua terdakwa ini diberi penghargaan sebagai JC (justice collaborator) oleh KPK yang dibacakan dalam surat tuntutan JPU KPK dalam persidangan, pada Senin, 15 Januari 2018.
Senin, 15 Januari 2018, JPU Fitroh Rohcahyanto, Wawan W dkk dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat tuntutannya dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai Hakim Rochmat, terhadap Ke- 4 terdakwa yang digelar dalam 2 sesion, yakni dalam sidang pertama dengan terdakwa Ka’bil Mubarok dan sidang kedua dengan terdakwa Basuki, Rahman Agung dan Santoso (Satu perkara), para terdakwa didampingi Penasehat Hukumnya masing-masing diantaranya Indra Priangkasa, Setiyo Busono dkk.
Dalam surat tuntutan JPU KPK menyatakan, bahwa terdakwa Basuki, Agung dan Santoso terbukti melakukan tindak pidana Korupsi yang berkelanjutan sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 12 ayat (1) huruf a jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana jo pasal 64 KUHP.
Terdakwa Basuki (kiri) dan terdakwa Rahmat Agung serta terdakwa Santoso (kanan) sedang berdiskusi diruang sidang sesaat setelah Majelis Hakim meninggalkan ruang sidang |
Sementara tuntutan JPU KPK terhadap Rahman Agung dan Santoso, dengan pidana penjara masing-masing selama 4 tahun dan 6 bulan, denda sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan kurangan. Kedua terdakwa ini juga dituntut untuk membayar uang pengganti masing-masing sebesar Rp 15 juta, subside 1 tahun penjara.
Pada sidang sebelumnya dengan terdakwa Mohammat Ka’bil Mubarok dalam kasus yang sama, JPU KPK menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun, denda sebesar Rp 650 juta subsiser 6 bulan kurungan. Serta pencabutan hak jabatan Publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani hukuman pidana badan. Bedanya, terdakwa ini tak dibebani untuk membayar uang pengganti.
Usai persidangan. saat wartawan media ini menanyakkan JPU KPK terkait tersangka lain dalam kasus suap yang diterima terdakwa Basuki dan Ka’bil Mubarok dari Kepala Dinas yang menjadi mitra kerja Komis B DPRD Jarim mengatakan, akan melihat nanti dari putusan Majelis Hakim. JPU KPK Wawan menjelaskan, bahwa semua fakta persidangan sudah diungkapkan dalam surat tuntutannya
“Kita lihat nanti. Tapi dalam tuntan tadi sudah kita sampaikan sesuai fakta persidangan, bahwa ada beberapa Kadis (Kepala Dinas) yang tidak mengakui adanya pemberian, salah satunya Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan) yang dalam persidangan tidak mengakui. Kemudian ada dua janji, janji ini memang tidak kita munculkan dalam surat dakwaan tetapi dalam fakta persidangan muncul. Janji itu dari Dinas Koperasi dan Dinas Kelautan, ada rekaman percakapan yang diputar dipersidangan. Untuk selanjutnya, apakah nanti kemudian akan ditindaklanjuti, kita belum bisa ngomong sekarang dan kita lihat bagaimana Hakim memutuskan, apakah fakta-fakta itu akan sependapat dengan kita,” kata JPU KPK Wawan.
JPU KPK Wawan menambahkan, terkait terdakwa Santoso dan Rahmat Agung yang diakulkan sebagai JC, karena selam perisidangan mengakui terus terang tentang adanya pemberian berupa uang dari Dinas-Dinas kepada Komisi B.
“Kalau Pak Santoso dan Rahmat Agung, memang selama persidangan membenarkan bahwa pemberian itu berupa uang. Sementara terdakwa lain mengatakan bahwa itu adalah bukti audit BPK, bahan trises dan berbagai macam, tapi keterangan Pak Santoso dan Rahkat Agung mengatakan kalau itu adalah uang, dan itu terkonformasi dengan rekaman percakapan,” lanjutnya.
Saat ditanya lebih lanjut, apakah penyidik KPK akan melakukan pengembangan penyidikan dalam kasus ini seandainya dalam putusan Majelis Hakim tidak sependapat dengan JPU KPK ? Menurut JPU KPK Wawan mengatakan, akan melihat terlebih dahulu bagaimana putusan Majelis Hakim.
“Saya belum bisa ngomong sekarang, kita lihat nanti, tapi fakta itu sudah kita ungkapkan. Apakah Hakim sependapat dnegan kita, itu masing-masing punya kewenangan,” ucapnya.
Sementara PH terdakwa Basuki, Indra Priangakasa terkait tuntutan JPU KPK mengatakan, bahwa tuntutan tersebut sangat fantastis. “Tuntutannya sangat fantastis. Nanti dalam pembelaan akan kita jelaskan,” kata Indra. (Redaksi)
Dalam surat dakwaan JPU KPK dalam persidangan sebelumnya memberkan, kronoligis terjadinya “penyuapan” antara Bambang Heriyanto dengan Ketua dan Wakil Ketua Komis B DPRD Jatim. JPU KPK mnyatakan, bahwa terdakwa 1 Bambang Heriyanto, selaku Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim, sebelumnya sudah mengetahui, adanya kesepakatan antara Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim dengan komisi B DPRD Jatim, mengenai adanya iuran sebagai kewajiban, yang harus dipenuhi selama 1 tahun anggaran, oleh Dinas-Dinas yang bekerja sama dengan komisi B DPRD Jatim, yang salah satunya adalah Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan.
Kasus ini bermula pada pada sekitar bulan Pebruari 2017, bertempat di Kantor DPRD Jatim, diadakan rapat dengar pendapat (Hearing) antara Bambang Heriyanto selaku Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim dengan komisi B DPRD Jtim. Setelah selesai acara Hearing, Bambang Heriyanto, bertemu dengan Moh. Ka’bil Mubarok. Dalam pertemuan tersebut, Moh. Ka’bil Mubarok menyampaikan kepada Bambang Heriyanto, mengenai pemberian uang yang bersumber dari iuran Dinas-Dinas yang bermitra dengan komisi B Provinsi Jatim, akan berubah menjadi Triwulan, sehingga pemberiannya dilakukan 3 bulan sekali.
Pemberian uang Triwulan kepada komisi B DPRD Jatim tersebut, agar komisi B DPRD Jatim dalam rangka melakukan evaluasi Triwulan, tidak mempersulit Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim, terhadap pelaksanaan anggaran APBD 2017 dan pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, sehingga tidak berdampak pada alokasi anggaran Dinas tahun berikutnya.
Bambang Heriyanto menyetujui perubahan yang disampaikan oleh Moh. Ka’bil Mubarok dengan nominal sebagaimana yang telah disepakati antara Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim dengan komisi B DPRD Jatim, yaitu 1 tahun anggaran sebesar Rp 600.000.000, sehingga dibagi Triwulan menjadi Rp 150 juta.
Pemberian komitmen fee dan triwulan termasuk dari Dinas Peternkana terkait revisi Perda No 3 Thn 2012 tentang ternak sapid an kerbau di Jawa Timur serta dari Dinas-Dinas lainnya yang ada di lingkungan Pemprov Jatim, agar tidak dipersulit oleh Komisi B.
Sekitar bulan Maret 2017, Anang Basuki Rahmat selaku ajudan dari Bambang Heriyanto, menerima telepon dari Moh. Ka’bil Mubarok, untuk bertemu di ruas jalan Perumahan Central Park Ketintang Surabaya, kemudian dilakukan pertemuan dan pembicaraan di dalam mobil Fortuner milik Moh. Ka’bil Mubarok, yang membicarakan agar Anang Basuki Rahmat menyampaikan kepada Bambang Heriyanto untuk segera menyetorkan uang sebesar Rp 150 juta, sebagai komitmen Triwulan pertama pada Moh. Ka’bil Mubarok.
Setelah pertemuan tersebut, Anang Basuki Rahmat melaporkan Bambang Heriyanto, mengenai adanya permintaan uang sebesar Rp 150 juta, sebagai komitmen Triwulan pertama. Kemudian, Anang Basuki Rahmat menawarkan bantuan dengan cara meminjamkan uangnya kepada Bambang Heiyanto, dan Bambang Heiyanto pun menyetujuinya.
Masih pada bulan yang sama, Anang Basuki Rahmat, menghubungimu Moh. Ka’bil Mubarok melalui telepon menyampaikan bahwa, uang sebesar Rp 150 juta telah siap untuk diserahkan. Kemudian Moh. Ka’bil Mubarok, mengajak Anang Basuki Rahmat untuk bertemu kembali di ruas Jalan Perumahan Central Park Ketintang Surabaya. Setelah disepakati tempat pertemuan, Anang Basuki Rahmat pun langsung menghampiri mobil Fortuner milik Moh. Ka’bil Mubarok, sambil membawa Paper Bag yang berisi uang sebesar Rp 150 juta dan menyerahkannya kepada Moh. Ka’bil Mubarok.
Dalam perjalanan pulang, Anang Basuki Rahmat melaporkan kepada Bambang Heriyanto melalui SMS yang berisi, “proposal” sudah diterima oleh komisi B, yang dijawab oleh Bambang Heriyanto “Oh ya terima kasih”. Setelah menerima uang komitmen Triwulan pertama tersebut, Moh. Ka’bil Mubarok membagikan kepada pimpinan, anggota dan staf dari komisi B DPRD Jatim.
Sekitar Mei 2017, terjadi pergantian wakil ketua komisi B DPRD Jatim, dari Moh. Ka’bil Mubarok kepada Anis Maslachah. Sedangkan untuk ketua komisi B, Masih dijabat oleh Muhammad Basuki, sebagaimana keputusan pimpinan DPRD.
Masih bulan yang sama, dilakukan hearing kembali antara Bambnag Heriyanto yang diwakili Ahmad Nurfalaki dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim dengan komisi B, untuk membahas kebutuhan pokok menjelang bulan Ramadhan. Sebelum dilakukan hearing, Bambang Heriyanto dipanggil oleh Muhammad Basuki keruangannya, dan menanyakan perihal, komitmen Triwulan 2 sebesar Rp 150 juta, yang belum dipenuhinya, sambil mengatakan “iuran sekarang saya yang pegang, karena Pak Ka’bil pindah ke Komisi E, nanti untuk evaluasi Triwulan ke II ditiadakan”. Dan Bambang Heriyanto menjawab akan mengusahakan secepatnya.
Dalam surat dakwaan JPU KPK terungkap pula, bahwa atas permintaan Mochammad Basuki, Bambang Heriyanto mengumpulkan pejabat Eselon III berjumlah 13 orang yang terdiri dari, Kabid dan kepala UPTD. Pada pertemuan tersebut, Bambang Heriyanto menyampaikan, adanya kebutuhan uang sebesar Rp 150 juta, terkait komitmen Triwulan ke II kepada komisi B DPRD Jatim, untuk evaluasi pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2017, dan kemudian hal itu disepakati oleh masing-masing Eslon III, akan mendapat tanggung jawab sebesar Rp 17. 500.000, yang nantinya uang tersebut dikumpulkan melalui Sri Wilujeng, selaku staf keuangan pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim.
Pada tanggal 2 Juni 2017, Mochammad Basuki melalui telepon, terkait belum adanya kepastian mengenai pemberian komitmen Triwulan ke II, diterima sebelum tanggal 15 Juli 2017. Bambang Heriyanto menyatakan kesiapannya, untuk menyerahkan komitmen perubahan kedua Paling lambat hari Senin, tanggal 5 Juni 2017, yang akan diserahkan Bambang Heriyanto kepada staf Mochammad Basuki di kantor DPRD Provinsi Jatim
Beberapa hari kemudian, Bambang Heriyanto memanggil Sri Wilujeng dan menanyakan mengenai pengumpulan uang pemenuhan komitmen Triwulan ke II kepada komisi B. Saat itu, Sri Wilujeng mengatakan, uangnya sudah terkumpul sebesar Rp 150 juta. Dan kemudian, uang tersebut diserahkan Bambang Heriyanto. Setelah menerima uang tersebut, Bambang Heriyanto mendatangi Anang Basuki Rahmat di ruangannya, sambil membawa Paper Bag yang berisi uang sebesar Rp 150 juta, untuk diserahkan kepada Mochammad Basuki sambil mengatakan, disampaikan ke komisi B.
Uang sebesar Rp 150 juta diamasukkan ke dalam Paper Bag motif batik, dan Anang Basuki Rahmat menghubungi Rahmat Agung, staf komisi B DPRD Jatim melalui telepon dan meminta nomor handphone Mochammad Basuki, lalu Rahman Agung, mengirimkan nomor handphone Mochammad Basuki kepada Anang Basuki Rahmat melalui pesan pendek (SMS).
Anang Basuki Rahmat kemudian menghubungi Mochammad Basuki melalui telepon, minta arahan mengenai penyerahan uang Triwulan ke II dari Bambang Heriyanto, dengan istilah “proposal” akan diserahkan langsung kepada Mochammad Basuki, atau melalui Rahman Agung, dan dijawab oleh Mochammad Basuki, agar diserahkan kepada Rahman Agung.
Selanjutnya, Anang Basuki Rahmat menghubungi Rahman Agung melalui telepon, Anang Basuki Rahmat akan berangkat menuju kantor DPRD untuk menyerahkan uang Triwulan ke II dengan didampingi oleh supir kantor yaitu, Mulyono.
Sesampainya dikantor DPRD Provinsi Jawa Timur, Anang Basuki Rahmat langsung menuju ruang komisi B sambil membawa Paper Bag motif batik yang berisi uang sebesar Rp 150 juta, dan bertemu dengan Santoso yang juga staf komisi B. Kemudian Anang Basuk Rahmat menanyakan kepada Santoso, mengenai keberadaan Rahmat Agung, namun ternyata Rahman Agung tidak berada ditempat, sehingga Anang Basuki Rahmat menyerahkan Paper Bag motif batik yang berisi uang tersebut kepada Santoso, dan mengatakan, untuk “Pak Basuki”.
Setelah itu, Anang Basuki Rahmat memberikan uang sebesar Rp 500.000 sebagai tanda pertemanan antara Anang Basuki Rahmat dengan Santoso. Tak lama kemudian, setelah uang tersebut diserahkan Anang Basuki Rahmat kepada Santoso, keduanya pun langsung diringkus Tim KPK untuk diproses hukum. (Redaksi).
Posting Komentar
Tulias alamat email :