#JPU KPK : Untuk tersangka baru, kami akan mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan berkaitan dengan putusan Majelis Hakim#
beitakorupsi.co - Undang - Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, sepertinya hanya hisapan jempol.
Sebab tak sedikit pejabat yang terseret ke lingkaran hitam kasus Korupsi dan kemudian dipenjarakan karena telibat dalam dalam KKN. Pada hal dalam pasal 5 angka 4 UU RI Nomor 28 tahun 1999 sangat jelas menyatakan; setiap penyelenggaraan negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan angka 6 berbunyi; setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela tanpa pamrih, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Anehnya, banyak Kepala Daerah maupun pejabat lainnya serta pengusaha terlihat “bersih seperti kapas” namun “hitam bagaikan asap tebal” setelah ditetapkan menjadi tersangka Korupsi dan dinyatakan bersalah oleh Majelis Hakim serta divonis pidana penjara.
Yang lebih anehnya lagi, kasus Korupsi yang menyeret para pejabat atau penyelenggara negara maupun pengusaha bermacam-macam, diantaranya karena melakukan pungutan liar (pungli) seperti pada saat penerimaan siswa baru yang terjadi di SMPN Negeri 2 Tulungagung, pengurusan ijin, pembahasan anggaran APBD, pembahasan Perda, pengadaan barang jasa atau proyek, pengadaan Baju, Sepatu, penyuapan APH (Aparat Penegak Hukum) untuk menutup kasus dugaan Korupsi seperti yang dilakukan seorang Jaksa penyik di Kejati Jatim yaitu terpidana Ahmad Fauzi, dan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Madura Jawa Timur terpidana Rudi Indra Prasetya ingga jual beli jabatan.
Kasus suap terhadap Kepala Daerah terkait jual beli jabatan dan pungutan liar pengurusan Izin operasional di OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang menyeret “InNyo” alias Inna Silestyowati selaku Sekretaris sekaligus Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabuputena Jombang dan Nyono Suharli Wihandoko selaku Bupati Jombang, bukanlah kasus yang pertamakalinya diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meliankan terjadi juga di Kabupaten Nganjuk dan Pemkot Madiun. Dimana Bambang Irianto (Walikota Madiun) dan Taufiqurrahman (Bupati Nganjuk) sudah diadili dan dinyatakan bersalah oleh Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.
Itulah yang dialami terdakwa “InNyo” alias Inna dan Nyono. Terdakwa Inna Silestyowati (Inna) ditangkap KPK dalam Operaski Tangkap Tangan (OTT) disebuah apertemen miliknya di Surabaya bersama anak dan suaminya, pada tanggal pada tanggal 3 Februari 2018. Di hari yang sama sekitar pukul 17.00 WIB, KPK juga menangkap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko (Nyono) dan ajudannya Misbahul Munir di Stasiun Balapan Solo, Jawa Tengah dengan barang bukti berupa uang sebanyak Rp 25.550.000 dan uang asing sebanyak US$ 9.500 Dolar. Namun untuk sementara, penyidik KPK hanya menetapkan 2 tersangka/tedakwa yakni Inna dan Nyono.
Penangkapan yang dilakukan oleh KPK terhadap Inna dan Nyono, terkait dengan keingan Inna untuk diangkat menjadi pejabat structural sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang serta pengurusan izin operasional RSIA Mitra Bunda milik dr.Subur Suprojo. Total uang suap yang diberikan Inna ke Nyono sejak Desember 2016 hingga Februari 2018 sebesar Rp 1.080.000.000.
Hal inlah yang terungkap dalam persidangan. Akibat perbuatannya, JPU KPK dalam tuntutannya menjerat terdakwa Inna Silestyowati dengan pasal berlapis, yaitu pasal 5 ayat (1) huruf a UU Korupsi, karena 2 perbuatan terdakwa yang berbeda, yaitu pemberian uang terhadap Bupati Nyono sejak Desember 2016 terkait pengangkatan dirinya sebagai Sekretaris sekaligus sebagai Plt. Kepala Dinas Kesehatan pada Maret 2017 dan untuk menjadi pejabat struktural Kepala Dinas Kesehatan, serta pemberian uang sebesar Rp 75 juta terkait pengurusan izin Operasional RSIA Mitra Bunda pada Pebruari 2018. Total uang yang diberikan terdakwa pun kepada Nyono sebesar Rp 1.080.000.000 (Satu milliar Delapan puluh juta rupiah)
JPU KPK meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa Inna Silestyowati selama 3 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Terdakwa divonis 2 Tahun dan 6 Bulan
Sementara dalam sidang yang berlangsung, Selasa, 3 Juli 2018 dengan agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim di ruang sidangan Candra pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Suarabaya yang diketuai H.R. Unggul WarsoMurti, dan dihadiri JPU KPK Doddy Sukmono serta Penasehat Hukum terdakwa, Yuliana Herianti Ningsih
Dalam pertimbangan Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Inna Silestyowati terbukti bersalah melakukan tindak pidana Korupsi suap terhadapa Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko sebesar Satu milliar Delapan puluh juta rupiah (Rp 1.080.000.000) untuk keinginannya diangkat menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang dan pengurusan izin operasional Rumah Sakit Ibu dan Anak Mitra Bunda milik dr.Subur Suprojo
“Perbuatan terdakwa Inna Silestyowati sebagaimana diancam dalam pasal 13 junckto pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHAPidana,” ucap Majelis Hakim
Majelis Hakim pun menyatakan, bahwa terdakwa haruslah dihukum dengan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya, dan menolak pembelaan dari Penasehat Hukum terdakwa.
“Mengadili; Menyatakan terdakwa Inna Silestyowati terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi suap sebagaimana dalam dakwaan subsider; Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Inna Silestyowati berupa hukuman pidan penjara selama 2 (Dua) tahun dan 6 (Enam), denda sebesar Rp 50 juta. Bilamana terdakwa tidak membayar maka diganti kurungan selama 1 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim.
Atas putusan Majelis Hakim, terdakwa mengatakan pikir-pikir setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan Yuliana selaku Penasehat Hukumnya. Hal serupa juga dikatakan JPU KPK Dodi Soekmono.
Usai persidangan, JPU KPK Dodi Soekmono kepada media ini mengatakan, sangat menghargai putusan Majelis Hakim. Pun demikian, pihaknya masih pikir-pikir sambil mempelajari lebih lanjut putusan.
“Pertama, terhadap putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim dalam perkara Inna tersebut, kami menghormati. Pertama, menghargai pendapat yang disampaikan Majelis Hakim terkait pertama; dakwaan. Dakwaan yang kami ajukan adalah bentuk alternatif, sehingga ada keleluasaan fakta persidangan mana yang sesuai dengan perbuatan terdakwa. Menurut Penuntut Umum, pasal sakwaan yang bisa kami buktikan adalah dakwaan pertama alternatif pertama, dan dakwaan kedua alternatif pertama. Tapi menurut keyakinan Majelis Hakim yang terbukti adalah, dakwaan pertama alternatif kedua, dakwaan kedua alternatif kedua. Kedua, meneganai strahat berat ringannya hukuman yang diajukan. Kita menuntut selama 3 tahun, dan diputus oleh Majelis Hakim selama 2 tahun dan 6 bulan. Inilah rasa keadilan yang bisa dibuktikan di persidangan,” ujar JPU KPK Dodi.
JPU KPK Dodi menambahkan, pihaknya akan mempelajari lebih lanjut, oleh karenanya JPU KPK mengatakan masih pikir-pikir terhadap putusan Majelis Hakim.
Saat ditanya lebih lanjut terkait keterlibatan suami terdakwa, Samijan dalam pemberian uang terhadap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, atas pengangkatan Inna menjadi Pejabat di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, JPU KPK mengatakan, akan memperlajari putusan secara lengkap terkait dengan fakta-fakta di persidangan.
“Ada kemungkinan ada tersangka baru dalam perkara ini sesuai demgan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan ?,” tanya wartawan media ini.
Menurut JPU KPK Dodi, fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan tidak membahas tentang kemungkinan.
“Fakta persidangan tidak membahas tentang kemungkinan, tapi apa yang bisa kita buktikan dalam persidangan. Oleh karenanya kami akan mempertimbangkan fakta-fakta yang terungka dalam persidangan berkaitan dengan putusan Majelis Hakim,” tegas JPU KPK Dodi.
Dokter Subur Suprojo (paling kiri) |
Setelah surat permohonan diterima oleh Dinas Penanaman Modal dan PTSP, Joko Muji Subagio selaku Kepala Bidang (Kabid) Pelayanan Perijinan melalui seleksi administrasi perijinan melakukan verifikasi terhadap surat permohonan dan kelengkapan berkasnya dan dinyatakan memenuhi persyaratan dan izin. Kemudian Dinas Penanaman Modal dan PTSP membuat surat pengantar Nomor 440/2460415.35/2017 tanggal 23 oktober 2017 yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk meminta rekomendasi permohonan izin operasional dimaksud.
Kemudian, pada tanggal 2 November 2017, Dinas Kesehatan menerima berkas permohonan izin dari Dinas Penanaman Modal dan PTSP, selanjutnya terdakwa Inna Silestyowati yang menjabat sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan merangkap sebagai pejabat pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan menurunkan surat tersebut kepada Bambang Irawan selaku kepala seksi pelayanan kesehatan pada bidang Pelayanan dan Sumber Daya Kesehatan (PSDK) untuk diproses lebih lanjut yaitu dilakukan verifikasi atau kunjungan lapangan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jawa Timur.
Sebelum dilakukan visitasi, terlebih dahulu pihak manajemen RSIA Mitra Bunda memaparkan profil RSIA Mitra bunda di hadapan pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada tanggal 22 November 2017. Dinas Kesehatan memberikan saran untuk dilakukan penambahan jumlah tenaga medis dan paramedis, sarana dan prasarana, pemenuhan peralatan laboratorium dan Instalasi Gizi, pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), dan apabila tidak dapat memenuhi maka manajemen RSIA disarankan menjadi Klinik Utama.
Pada tanggal 4 Januari 2018, Tim Kesehatan Kabupaten Jombang dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur melakukan visitasi ke RSIA Mitra Bunda, sedangkan tim dari PERSI Jatim melakukan visitasi pada tanggal 8 Januari 2018. Dari kegiatan Visitasi tersebut disimpulkan bahwa RSIA Mitra Bunda belum memenuhi syarat untuk diberikan rekomondasi izin operasional rumah sakit.
Pada bulan Januari 2018, pada saat kegiatan pembinaan para kepala Dinas oleh Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, bertemu Kepala Dinas penanaman modal dan PTSP Abdul Kudus, saat itu terdakwa Inna Silestyowati menanyakan kepada Abdul Kudus berapa kontribusi penerbitan izin operasional RSIA Mitra Bunda milik dr. Subur Suprojo dan dijawab sebesar Rp 75 juta.
Selanjutnya, berdasarkan hasil visitasi seksi pelayanan kesehatan pada bidang PSDK Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang membuat surat pengembalian berkas RSIA Mitra Bunda kepada Dinas Penanaman Modal dan PTSP, bahwa RSIA belum layak diberikan rekomendasi. Surat tersebut diajukan kepada terdakwa Inna Silestyowati selaku Plt. Kepala Dinas Kesehatan untuk ditandatangani, akan tetapi terdakwa tidak bersedia menandatangani surat pengembalian berkas dimaksud, karena terdakwa tidak setuju apabila RSIA Mitra Bunda tidak memberikan rekomendasi izin operasional. Setelah itu terdakwa memerintahkan drg. Novi Hayatie selaku Kepala Bidang PSDK untuk membuat konsep surat rekomendasi RSIA Mitra Bunda.
Abdul Kudus, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kab. Jombang |
Pada tanggal 29 Januari 2018, terdakwa INNA Silestyowati menandatangani surat rekomondasi izin operasional RSIA Mitra Bunda untuk selanjutnya diproses dalam bentuk surat keputusan yang dakan itandatangani oleh Bupati Nyono Suharli Wihandoko.
Pada akhir bulan Januari 2018, terdakwa Inna Silestyowati bertemu dengan Bupati Nyono Suharli Wihandoko di rumah tamu Swagata Pendopo Kabupaten Jombang. Saat itu Bupati Nyono menyampaikan keinginannya untuk rapat dengan para kepala Puskesmas dan meminta terdakwa untuk koordinasi dengan bagian umum. Pada kesempatan itu, Bupati menanyakan kepada terdakwa apakah memiliki dana dan terdakwa menjawab ada, karena terdakwa akan mengeluarkan rekomendasi izin operasional Rumah Sakit sebagai dasar penerbitan surat keputusan Bupati nantinya.
Pada tanggal 1 Februari 2019 sekira pukul 13.00 WIB, terdakwa Inna Silestyowati memanggil dr. Subur Suprojo selaku pemilik RSIA Mitra Bunda untuk menemui terdakwa di ruang kerjanya. Dalam pertemuan tersebut, terdakwa menyampaikan hasil visitasi bahwa RSIA Mitra Bunda masih banyak kekurangan persyaratan, diantaranya masalah tempat pembuangan limbah. Tetapi dr. Subur Suprojo menjawab, bahwa hal itu sudah dibangun. Kemudian terdakwa mengatakan "Oke nanti akan saya salurkan rekomendasi tapi ada kontribusinya. Saya tanyakan pada Kudus dulu kontribusinya berapa". Selanjutnya terdakwa menelepon Abdul Kuddus selaku kepala DPM dan PTSP dengan diloudsfeker sehingga dr. Subur Suprojo bisa mendengar pembicaraan tersebut, dan diberi tahu bahwa kontribusinya sebesar Rp 75 juta, selanjutnya dr. Subur Suprojo menjanjikan akan dibayar pada hari Senin.
Setelah ada kepastian dari dr. Subur Suprojo akan membayar kontribusi meskipun dijanjikan hari Senin, dan Bupati sedang membutuhkan dana, maka terdakwa bersedia menggunakan uangnya terlebih dahulu sebesar Rp 75 juta. Kemudian terdakwa mengambil uangnya di Bank Jatim Cabang Jombang sejumlah Rp 35 juta. Dan untuk menggenapi, terdakwa pulang ke rumahnya mengambil uang kontan sebesar Rp 40 juta, dan kemudian disatukan ke dalam tas plastik menjadi Rp 75 juta untuk diserahkan kepada Bupati.
Masih pada tanggal yang sama sekitar pukul 18.30 WIB, terdakwa Inna Silestyowati diantar Mohammad Afandi Badar anaknya menggunakan mobil Pajero Sport warna putih dengan Nomor Polisi, L 1926 MH dengan membawa uang sejumlah Rp 75 juta yang dibungkus dalam tas plastik menuju Pendopo Kabupaten dan selanjutnya diserahkan kepada Bupati Nyono Suharli Wihandoko, agar mengeluarkan izin operasional RSIA Mitra Bunda.
Sesampai di Pendopo Kabupaten, terdakwa menunggu Bupati, dan baru ditemui pada pukul 20.00 WIB. Pada saat Bupati dan Misbahul Munir ajudannya keluar dari rumah dinas, terdakwa menghampiri Bupati dan menyampaikan, “Pak, saya bawa uang Rp 75 juta”. Bupati menjawab, “Ayo ke situ ke Swagata”. Selanjutnya terdakwa, Bupati dan Misbahul Munir berjalan menuju rumah tamu Swagata di sebelah Pendopo Kabupaten, dan pada saat itu Bupati menyampaikan agar terdakwa menyerahkan uangnya ke ajudan saja. Kemudian terdakwa menyerahkan uang tersebut kepada Misbahul Munir di hadapan Bupati dan terdakwa mengatakan, “Sudah ya Pak”. Dan dijawab Bupati, “Ya”, selanjutnya terdakwa pamit pulang.
Uang sebesar Rp 1.080.000.000 yang diberikan terdakwa Inna kepada Bupati berasal dari pemotongan dana kapitasi Puskesmas sebesar Rp 600 juta selama tahun 2017, penempatan dan pengangkatan terdakwa dari Kepala Puskesmas menjadi Sekretaris merangkap Plt. Kepala Dinas Kesehatann Jombang lewat dokter Samijan suami terdakwa sebesar Rp 450 juta pada Desember 2016 dan awal tahun 2017, uang pungutan dari perizinan RSIA Mitra Bunda Rp 75 juta dan uang penempatan tenaga Kesehatan di pos Kesehatan Puskesmas sebanyak Rp 30 juta pada tahun 2017. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :