beritakorupsi.co - “Di KPK tidak mungkin mengembangkan suatu kasus, tapi kita hanya bicara fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan maupun diproses penyidikan, tentu kita akan mintakan pertanggung jawaban hukumnya,” kata JPU KPK Arif Suhermanto, Jumat, 6 Juli 2018.
JPU KPK Arif menambahkan, uang sampah lebih dulu diterima baru uang pokir itu. Tanggal 13 Juli 2015 diterimakan uang sampah masing-masing anggota Dewan sebesar Rp 5 juta.
“Kalau menurut Arif Wicaksono, uang sampah itu 200 juta, dibagi untuk semua anggota Dewan masing-masing 5 juta rupiah kecuali pimpinan Ketua DPRD sama Pak Prapto,” ungkap JPU KPKArif.
JPU KPK Arif menjelaskan, dari awal sudah jelas, keterangannya Arif Wicaksono mengatakan ada pertemuan tentang permintaan THR itu, saat mau sidang paripurna tanggal 14 Juli itu. Para Ketua Fraksi dan Prapto menginisiasi minta uang THR, kemudian Arif Wicaksono dalam pertemuan di ruang Dewan bersama Walikota Moch. Anton.
“Dan itu dibenarkan Walikota sendiri, Wakil Walikota juga ada, Sekda. Ketiganya dari eksekutif sama Ketua Fraksi. Dan itupun juga dibenarkan oleh Sekda termasuk Pak Prapto. Ada permintaan THR itu dan Walikota mengamini seperti itu,” ungkap JPU KPK Arif kemudian.
“Ada kemungkinan akan dikembangkan dan dimintakan pertanggungjawaban hukum dari 26 anggota Deawan lainnya,” tanya wartawan ini kemudian. JPU KPK mengatakan, akan di proses hukum dan diminta pertanggungjawaban hukum.
“Bukan dikembangan tetapi akan diproses hukum. Apapun fakta hukum yang terjadi, akan diminta pertanggungjawaban hukum. Kita hanya bicara fakta hukumnya,” kata JPU KPK Arif
Hal ini dikatakan JPU KPK Arif Suhermanto saat ditanya wartawan media ini terkait penerimaan uang suap yang disebut istilah uang Pokir atau pokok-pokok pikiran, uang “sampah” dan uang “suap” pembahasan APBD murni tahun 2014. Sebanyak 45 orang anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019 menerima uang tersebut, seperti yang terungkap dalam persidangan kasus perkara Korupsi suap APBD-P TA 2015 dengan terdakwa Moch. Anon selaku walikota Malang periode 2013 -2018.
Sebanyak 45 anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2015 yang terdiri dari 10 Partai Politik adalah 1. PDIP (11 orang) Arief Wicaksono (Ketua DPRD/PDI-P), Suprapto, Arief Hermanto, Eka Satriya Gautama, Hadi Susanto, Tutuk Hariyani, Teguh Mulyono, Ec.RB. Priyatmoko Oetomo, Tri Yudiani, Erni Farida, Abdul Hakim (Ketua Komisi). 2. PKB (6) Zainuddin (Wakil Ketua), Sahrawi, Abd. Rachman, Mulyanto, H.M. Imam Fauzi (Ketua Komisi D), H. Rasmuji, 3. GOLKAR (5 orang) Rahayu Sugiarti Wakil Ketua), Sukarno, Choeroel Anwar, Ribut Harianto, Bambang Sumarto (Ketua Komis C), 4. DEMOKRAT (5 orang) Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketu), Sulik Lestyowati Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A), Hery Subiantono, Indra Tjahyono, Sony Yudiarto, 5. GERINDRA (4 orang) Drs. Salamet, Een. Ambarsar, Teguh Puji Wahyono, Letkol. Purn. Suparno, 6. PAN (4 orang) H. Mohan Katelu, Harun Prasojo, Syaiful Rusdi, H. Subur Triono, 7. HANURA (3 orang) Ya’qud Ananda Gudban, Afdhal Fauza, Ec. Imam Ghozali, 8. PKS (3 orang) Sugiarto, Bambang Triyoso, Choirul Amri, 9. PPP (3 orang) Hj. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), Syamsul Fajrih, Asia Iriani, 10. NasDem (1 orang) Mohammad Fadli.
Dari jumlah itu, 19 orang sudah menjadi tersangka/terdakwa diantaranya Arief Wicaksono (Ketua DPRD/PDI-P, sudah divonis 5 tahun penjara), Suprapto sebagai Ketua Fraksi PDIP, 2. HM. Zainudin sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Malang/PKB, 3. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), 4. Salamet (Ketua Fraksi Gerindra), 5. Wiwik Heri Astuti (Wakil Ketua DPRD Kota Malang/Partai Demokrat), 6. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), 7. Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Partai Demokrat), 8. Abdul Hakim (Ketua DPRD/PDIP), 9. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Partai Golkar), 10. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB), 11. Syaifur Rusdi (Fraksi PAN), 12. Tri Yudiani (Fraksi PDIP), 13. Heri Puji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem), 14. Heri Subianto (Ketua Fraksi Demokrat), 15. Yaqud Ananda Qudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS), 16. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD/Partai Golkar), 17. Sukarno (Ketua Fraksi Golkar) dan 18. Abdul Rachman (Fraksi PKB).
Sementara 26 orang anggota Dewan yang terhormat di DPRD Kota Malang itu hingga saat ini masih tetap duduk di kursinya masing-masing.
Dan uang Pokir inilah sebagai “pintu masuk” bagi KPK untuk kemudian memenjarakan 18 anggota DPRD Kota Malang dan Wali Kota (non aktif) Moch. Anton, setelah terlebih dahulu lembaga anti rasuah itu menetapkan Jarot Edi Sulistyono selaku Kepala Dinas PUPPB menjadi tersangka pemberi suap (sudah divonis 2,8 tahun penjara), yang kemudian Hendarwan Maruszaman selaku Komisiaris PT Enfys Nusantara Karya (sudah divonis 2 tahun penjara sebagai pemberi suap untuk mendapatkan proyek pekerjaan Jembatan Kedungkandang).
Anehnya, sekalipun lembaga super bodi itu sudah menetapkan 18 anggota Dewan sebagai tersangka termasuk Ketua DPRD Kota Malang dinyatakan terbukti bersalah dan divonis pidana 5 tahun penjara, ternyata tidak membuat anggota DPRD lainnya mengakui dengan jujur telah menerima uang Pokir pembahasan APBD-P Kota Malang TA 2015 dan uang “sampah” serta menerima uang saat pembahsan APBD murni tahun 2014.
Yang lebih anehnya lagi, saat terdakwa Moch. Arif Wicaksono yang sudah dinyatakan terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi menerima suap terkait pembahasan APBD-P Kota Malang TA 2015 lalu, dan sudah divonis pidana penjara selama 5 tahun mengatakan dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim, bahwa semua anggota DPRD Kota Malang menerima uang Pokir. Pengakuan itu tidak hanya dari Moch. Arif Wicaksono, melainkan dari beberapa anggota DPRD lainnya baik yang sudah ditetapkan menjadi tersangka maupun yang belum, ternyata tidak membuat anggota Dewan lainnya berkata jujur dihadapan Majelis Hakim saat dihadirkan oleh JPU KPK sebagai saksi untuk terdakwa Moch. Anton.
Pada hal, dalam persidangan yang berlangsung tanggal 29 Juli 2018 saat JPU KPK menghadirkan 9 orang saksi, diantaranya Ketua DPRD Kota Malang, Moch. Arif Wicaksono (sudah divonis 5 thn penjara),; mantan Sekda Malang Cipto Wiyono,; Suprato (status tersangka),; Heripuji Utami (Ketua Fraksi PPP–Nasdem, status tersangka), Subur Triono, Diana Yanti, M. Fadli, Samsul Fajri dan Asia Eriani (masing-masing anggota DPRD) juga terungkap adanya penerimaan uang saat pembahasan APBD murni tahun 2014 yang besarnya untuk masing-masing Fraksi (DPRD Kota Malang terdiri dari 8 Fraksi) sebesar Rp 225 juta, seperti yang disampaikan saksi Heripuji Utami (Ketua Fraksi PPP–Nasdem).
“Dalam pembahasan APBD murni tahun 2014 menerima 225 juta dalam tiga tahap. Saya menerima Rp 60 juta. Semua pasti menerima, kalau tidak menerima pasti sudah rebut,” kata saksi Heri Puji Utami, Jumat, 29 Juni 2018.
Pengakuan Heri Puji Utami ini yang mengatakan bahwa uang sebesar Rp 225 juta yang diterimanya saat pembahasan APBD murni tahun 2014 dibagikan ke anggota Fraksinya, masih dibantah anggota Fraksinya sendiri. Tak salah ketika JPU KPK Fitro mengatakan, apakah saudara harus ditetapkan menjadi tersangka baru jujur ?
Kepada Majelis Hakim, saksi Asia Iriani, Mohammat Fadli dan Samsul Fajri mengatakan tidak menerima uang Pokir. Keterangan itu disampaikan Samsul Fajri dengan percaya diri sambil cengar-cengir menjawab pertayaan JPU KPK. Keterangan saksi-saksi ini pun sama dengan keterangan beberapa saksi liannya diantaranya Mohan Ketelu, Syaifur Rusdi, Sahrawi, Abd. Rachman dan Imam Fauzi, saat dihadirkan JPU KPK saksi untuk terdakwa Moch.Anton dipersidangan pada Selasa, tanggal 3 Juli 2018.
JPU KPK Fitroh pun mengatakan saat itu terhadap saksi Samsul Fajri, “apakah harus menjadi tersangka supaya saudara jujur ?”. Namun Samsul Fajri tetap mengatakan tidak menerima. Pada hal, Keterangan saksi Moch. Arif Wicaksono, Suprapto, Heri Puji Utami dan Subur Triono mengatakan semua anggota Dewan menerima, kalau tidak menerima pasti sudah ribut.
Memang ada keributan diantara anggota Dewan penerima uang Pokir seperti yang terungkap dalam persidangan. Namun bukan karena tidak menerima, melainkan karena pembagian yang tidak sama. Sehingga beberapa anggota Dewan melakukan “unjuk rasa” dengan “mengancam” akan menginap di rumah dinas Ketua DPRD
seajarah jarum Jam, Mohan Ketelu, Syaifur Rusdi, Sahrawi, Abd. Rachman dan Imam Fauzi |
Kepada Majelis Hakim yang diketuai H.R. Unggul Warso Murti, saksi Jarot mengatakan bahwa Sekda Cipto Wiyono meminta untuk disiapkan THR.
“Yang berkembang adalah Pokir. Pokor itu pokok-pokok pikiran berupa kegiatan yang nilainya 200 juta untuk dapil masing-masing anggota. 1 (Satu) anggota Dewan itu masing-masing menerima 10 persen yaitu 20 juta. Kalau 200 juta dikali 10 persen kan 20 juta. Kalau anggota Dewan tidak nakal, ini kan masing-masing anggota Dewan nakal,” kata Jarot menjelaskan dengan terus terang.
Saat ditanya arti nakal dari kelakuan para Dewan yang terhormat itu adalah, sudah menerima tetapi masih meminta “upeti” lagi.
Jarot menjelaskan, pokok-pokok pikiran berupa kegiatan yang angarannya sebesar Rp 9 milliar dikali 10 persen sama dengan 900 juta rupiah. Inilah yang diartikan oleh Jarot atas permintaan Cipto untuk menyiapkan uang THR yang kemudian berkembang menjadi uang pokir.
“Nakal itu, sudah dapat tapi minta lagi,” jawab Jarot kepada Majelis Hakim. Bahkan Jarot mengatakan kalau Dinas PU sudah kering.
Terkait uang Pokir yang disetorkan ke DPRD melalui Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono, Jarot mengtakan tidak tau dari mana dikumpulkan. Jarot haunya mengetahui dari laporan Teddy kalau uang Pokir yang akan diserahkan ke Dewan sudah ada.
“Saya tidak tau dari mana uang itu. Teddy hanya ijin kesaya mau mengantar uang Pak Arif,” jawab Jarot kepada Majelis Hakim
Sementara Teddy menjelaskan, bahwa uang yang terkumpul sebesar Rp 900 juta berasal dari para kontraktor di Dinas PU. Teddy mengumpulkan para kontraktor itu dan menyampaikan kalau pimpinan meminta bantuan dana. Namun Teddy tidak terus terang mengatakan kepada Majelis nama-nama kontraktor yang dimaksud.
“Dari rekana yang ada di Dinas. Saya mengatakan kalau pimpinan (maksudnya Jarot) meminta bantuan dana. Yang terkumpul 900 juta, saya tidak menghitung. Saya hanya melihat daftar yang dikasih ke saya. Ada seseorang, saya lupa namaya yang mengumpulkan uang itu. Saya antar 200 juta ke Cipto lebih dulu baru ke Pak Arif, karena arahnya sama,” kata Teddy dengan pandangan lurus kea rah meja Majelis Hakim dan tidak menoleh sekalipun ke kiri atau ke kanan.
Sementara keterangan Slamet selakun Ketua Fraksi Gerindra mengakui, menerima uang sebesar Rp 52,5 juta yang dibagikan ke anggota Fraksinya masing-masing Rp 12,5 juta. Uang itu menurut Slamet dkiterima langsung dari Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono. Slamet mengatakan, dirinya baru tahu dari Bambang saat di dikonfrontir di KPK, kalau pokir itu diganti uang. Pada hal dari keterangan saksi-saksi terkait uang Pokir itu, ada pertemuan Ketua Dewan dan Ketau Fraksi-Fraksi. Namun Slamet mengatakan tidak hadir.
“Saya terima dari Pak Arif sebesar Rp 52,5 juta. Saya lupa, menjelang lebaran (14 Juli 2015) di rumah dinas. Saya sendiri tidak ada orang. Di ruang tengah masuk sedikit ke dalam. Tidak ada anggota lain. Saya baru tahu dari Bambang Trioso saat dikonfrontir di KPK kalau pokok-pokok pikiran itu diganti dengan uang. Tidak hadir saat rapat,” jawab Slamet.
Saksi Slamte menjelaskan, setelah uang itu diterima dari Arif Wicaksono, kemuidian malam itu langsung diantarkan ke Suparno sebesar Rp 12,5 juta rupiah dan keesokan aharinya diserahkan ke dua anggota Fraksinya di gedung Dewan yaitu Een dan Teguh.
“Malan itu saya antarkan ke Pak Suparno dirumahnya, sedangkan 2 anggota lain saya kasihkan besoknya masing-masing 12,5 juta. Saya katakan, ada titipan tambahan THR,” jawab saksi Slamet.
“Adakah Pertemuan dengan Walikota, Wakil Walikota dengan Ketua Dewan meminta uang THR saat mau sidang paripurna?,” tanya JPU KPK. Namun saksi tetap mengatakan tidak tau dan baru tahu saat dipersidangan.
JPU KPK kembali menanyakkan untuk yang kesekian kalinya karena pada sidang sebelumnya dengan terdakwa Jarot dan Arif Wicaksono sudah ditanyakkan terkait uang “sampah.
“Ada lagi 5 juta uang sampah. Uang sampah itu sebelum uang THR, dananya dari mana?,” tanya JPU KPK Arif. Saksi Slamet menjawab tidak tahu, namun saksi ini mengakui ada MoU terkait sampah tetapi tidak dijelaskan MoU antara siapa dengan siapa. Dan ini bisa jadi sebagai “kunci” bagi KPK.
Terkait uang saat pembahasan APBD murni tahun 2014, Slamet mengakui telah menerima sebesar Rp 200 juta dan dibagi ke anggota Fraksinya masing-masing Rp 50 juta.
“Tahun 2014 ada uang sebesar Rp 200 juta dari Pak Arif saat pembahasan APBD murni. Masing-masing menerima 50 juta,” jawab saksi Slamet mengakui.
Pengakuan Slamet selaku ketua Fraksi Gerindra ini tidak diakui anggota Fraksinya yaitu E'em Ambarsar. Een mengatakan kepada Majelis Hakim tidak menerima. Namun tidak berani mengatakan “sumpah pocong atau sumpah apapun” seperti yang diucapkan saksi-saksi lainnya seperti Moch. Arif wicaksono yang mengatakan berseidia disumpah” pocong” dipersidangan atas keterangannya yang bertentangan dengan keterangan Cipto Wiyono.
Beberapa saat usai persidangan, saat wartawan media ini menanyakkan Jarot terkait uang “sampah” yang diteriam para anggota Dewan mengatakan tidak tau. Namun Jarot mengakui kalau Sekda Cipto Wiyono ada kesepakatan untuk membangun gedung olah raga menjadi Hotel dengan pengusaha Jakarta yang saat ini menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta.
“Saya tidak tau uang samapah itu dari maan. Setau saya ada kesepakatan Sekda Cipto dengan yang sekarang Wakil Gubernur Jakarta untuk membangun gedung olah raga menjadi Hotel. Sekda sudah menerima uangnya tapi Hotelnya tidak jadi,” kata Jarot.
Terkait keterangan Jarot, saat wartawan media ini mengkonfirmasi ke Cipto Wiyono yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas PU Ciptakarya Pemprov Jatim melalu nomor selulernya (HP) 08129524XXXX (Jumat, 6 Juli 2018 pukul 16.00 WIB), namun nomor tersebut tidak dapat dihubungi hingga berita ini ditulis. “Maaf ! nomor yang anda hubungi saat tidak ini tidak dapat dihubungi atau berada diluar service area, silahkan meninggalkan pesan,” suara operator.
Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya. Pada tanggal 25 Juni 2015, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Kota Malang, dilakukan rapat paripurna pertama dengan agenda penyampaian sambutan Walikota Malang dalam pengantar konsep kesepakatan persamaan antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) P-APBD Tahun Anggaran 2015.
Pada tanggal 6 Juli 2015, sebelum dimulainya rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, dan pendapat Fraksi terhadap konsep kesepakatan bersama antara Pemkot Malang dengan DPRD Kota Malang tentang kebijakan umum anggaran (KUA) dan PPAS P-APBD TA 2015, terdakwa Moch. Anton melakukan pertemuan Moch. Arif Wicaksono dan Suprapto (tersangka bersama 17 anggota lainnya), bertempat diruang transit rapat paripurna DPRD Kota Malang yang dihadiri oleh Sutiaji Wakil Walkout, Cipto Wiyono dan Jarot Edy Sulistiyono.
Pada pertemuan tersebut, Moch. Arif Wicaksono meminta terdakwa Moch. Anton untuk memberikan uang imbalan pembahasan Rancangan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 dengan istilah uang “pokir” kepada anggota DPRD Kota Malang agar pembahasan berjalan lancar dan tidak ada halangan dari Anggota DPRD Kota Malang sehingga dapat disetujui. Atas permintaan tersebut terdakwa Moch. Anton menyanggupinya, kemudian memerintahkan Cipto Wiyono untuk menyiapkan uang “pokir” yang dimaskud.
Selanjutnya Cipto Wiyono meminta Jarot Edy Sulistiyono agar memerintahkan Tedy Sujadi Sumarna yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) PUPPB Kota Malang menemui dirinya (Cipto Wiyono). Setelah Tedy sujadi Sumarna menghadap, Cipto Wiyono meminta agar mengumpulkan uang dari para rekanan/pemborong pada Dinas PUPPB sebesar Rp 700 juta. Atas permintaan Cipto Wiyono, Tedy sujadi Sumarna melaporkannya kepada Jarot Edy Sulistiyono.
Setelah uang terkumpul sebesar Rp 700 juta, pada tanggal 13 Juni 2015 Tedy sujadi Sumarna menyerahkan uang pokir kepada Jarot Edy Sulistiyono di kantor Dinas PUPPB Kota Malang Jalan Bingkil No 1 Malang, dan selanjutnya Jarot Edy Sulistiyono melaporkannya kepada Cipto Wiyono.
“Pada tanggal 13 Juli 2015 pagi hari, bertempat di Kantor Dinas PUPPB Kota Malang, terdakwa menerima uang sebesar Rp 700 juta dari Tedy Sujadi Sumarna yang dikumpulkan dari para rekanan, dan kemudian terdakwa melaporkan hal tersebut kepada Cipto Wiyono,” ucap JPU KPK saat membacakan surat dakwaannya dalam persidangan (Jumat, 8 Juni 2018).
Pada tanggal 13 Juni 2015, terdakwa Moch. Anton meminta Cipto Wiyono agar pembahasan Perubahan APBD segera dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2015 guna mendaptkan persetujuan dari DPRD, karena terdakwa khawatir, pihak DPRD akan berubah pikiran menolak menyetujui Rancangan Perubahan APBD.
Masih ditanggal 13 Juni 2015 sekitar pukul 10.00 WIB, Moch. Arif Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono menanyakan kepastian ada tidaknya uang Pokir yang dimintanya untuk Dewan, yang kemudian dijawab Cipto Wiyono dananya sudah ada. Sekitar pukul 12.00 WIB, Cipto Wiyono dan Moch. Arif Wicaksono bersepakat menunda agenda rapat pengambilan keputusan DPRD untuk persetujuan Raperda Kota Malang tentang perubahan APBD TA 2015, dari semula tanggal 14 Juli 2015 menjadi tanggal 22 Juli 2015 atau 24 Juli 2015 dengan alasan terlalu cepat dan tidak wajar apabila pembahasan Raperda APBD Tahun Anggaran 2015 hanya satu minggu.
Pada tanggal 14 Juli 2015 sekitar pukul 13.00 WIB, Moch. Arief Wicaksono menghubungi Cipto Wiyono meminta realisasi uang pokir untuk DPRD Kota Malang yang kemudian oleh Cipto Wiyono menyampaikan, bahwa uang akan segera diserahkan oleh Jarot Edi Sulistiyono. Sekitar pukul 14.00 WIB dihari yang sama, atas perintah Cipto Wiyono, Jarot Edy Sulistiyono menghubungi Moch. Arif Wicakcono menanyakkan kemana penyerahan uang pokir sebesar Rp 700 juta. Kemudian Moch. Arif Wicakcono meminta agar agar uang pokir diserahkan dirumah dinasnya di Jalan Panji Soeroso No 7 Malang, dengan terlebih dahulu dipisahkan jatah untuk dirinya (Moch. Arif Wicaksono) sebesar Rp 100 juta, dan untuk seluruh anggota Dewan sebesar Rp 600 juta dibungkus tersendiri.
Pada sekitar pukul 15.00 WIB, Tedy Sujadi Sumarna menyerahkan uang sebesar Rp 700 juta yang terbungkus dalam kardus kepada Moch. Arif Wicaksono di rumah diasnnya. Setelah mendapat laporan penyerahan uang pokir, Cipto Wiyono melaporkannya kepada terdakwa Moch. Anton.
Selanjutnya, Moch. Arief Wicaksono mengambil uang sebesar Rp 100 juta, sedangkan yang Rp 600 juta tetap terbungkus dalam kardus, kemudian menghubungi Suprapto menyampaikan bahwa uang pokir sudah diterima, dan meminta Suprapto datang kerumahnya. Setelah Suprapto datang, Moch. Arif Wicaksono meminta agar suprapto menghubungi para wakil Ketua,Ketua Fraksi DPRD Kota Malang datang ke rumah dinasnya. Setelah dihubungi, kemudian datang Wiwik Hendri Astuti (Wakil Ketua DPRD), Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua DPRD), Suprapto (Ketua Fraksi PDIP), Sahrawi (Ketua Fraksi PKB), Hery Sugiantono (Ketua Fraksi Partai Demokrat), Sukarno (Ketua Fraksi Golkar), Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN), Selamat (Ketua Fraksi Gerindra), Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP – Nasdem), Ya'qud Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura – PKS) dan Tri Yudiani (Komisi D/Fraksi PDIP) ke rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang Moch. Arif Wicaksono.
Kemudian Moch. Arif Wicaksono membagikan uang sebesar Rp 600 juta kepada para Wakil Ketua, Ketua Fraksi dan Ketu Komisi DPRD masing-masing sebesar Rp 15 juta, dan untuk maing-masing anggota sebesar Rp 12.500.000.
Pada tanggal 22 Juli 2015, dilaksanakan rapat pembahasan Rancangan Perubahan APBD TA 2015 yang berjalan dengan lancar dan hasilnya, DPRD Kota Malang menyetujui untuk disahkan menjadi Perubahan APBD Kota Malang tahun 2015, lalu dituangkan dalam keputusan DPRD Kota Malang Nomor 188./4/48/35.73.201/2015 tanggal 22 Juli 2015 tentang persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Malang, tentang perubahan APBD TA 2015 menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang tentang P-APBD TA 2015. Kemudian diterbitkan Perda Kota Malang Nomor 6 tahun 2015 tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015 pada tanggal 14 Agustus 2015.
JPU KPK menyatakan, bahwa perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Jarot Edy sulistyono dan Cipto Wiyono memberi uang sebesar Rp 700 juta kepada anggota DPRD Kota Malang melalui Moch. Arif Wicaksono, supaya anggota DPRD Kota Malang memberikan persetujuan penetapan Perubahan APBD TA 2015 bertentangan dengan kewajiban Moch. Arif Wicaksono dan anggota DPRD Kota Malang sebagaimana dimaksud dalam ; pasal 400 ayat 3 UU RI Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, UU RI Nomor 42 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menyatakan , “Anggota DPRD Kabupaten/Kota dilarang melakukanKorupsi, Kolusi dan Nepotisme”. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :