Mantan terpidana Bambang Hariyanto (paling kiri) |
Kedua terdakwa dalam Jili II ini didakwa sama dengan 2 terdakwa dalam Jili I sebelumnya, yaitu Rohayati (Kepala Dinas Peternakan) dan Bambang Hariyanto (Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan) Provinsi Jatim sebagai penyuap terhadap anggota Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 melalui M. Basuki dan M. Ka’bil Mubarok.
Bedanya, Rohayati dan Bambang Hariyanto Tertangkap Tangan oleh Tim KPK pada Juni 2017, sedangkan Samsul Arifin dan Moch. Ardi Prasetiayawan bukan Tertangkap Tangan melainkan pengembangan dari fakta persidangan dalam Jilid I, kalau keduanya ternyata turut memberikan uang suap yang jumlahnya ratusan juta rupiah, agar anggota Komisi B DPRD Jatim tidak menggunakan Haknya dalam pengawasan terhadap penggunaan anggaran maupun kinerja di 2 Dinas itu.
Dalam persidangan kali ini (Senin, 23 Oktober 2018) masih seperti sidang-sidang sebelumnya, yaitu mendengarkan keterangan beberapa orang saksi dari anggota Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 dihadirkan JPU KPK Trimulyono Hendradi, M. Wiraksanajaya, Luki Dwi Nugroho, Iskandar Marwanto, Arin Karniasih dan Tri Anggro Mukti untuk terdakwa Samsul Arifin kehadapan Majelis Hakim yang diketua Rochmat dan dibantu 2 Hakim Anggota (Ad Hoc) yaitu M. Mahin dan Samhadi.
Sebanyak 8 (delapan) anggota Komisi B DPRD Jatim periode 2014 - 2019 dihadirkan JPU KPK dalam Jilid II yang digelar dalam II session adalah, diantaranya Andi Sumarjono, Lanny, Mas Purnomo Hadi dan Faturohman (Jilid I), Suharti, Alimin, Kusainudin dan M. Fawaid.
Selain ke- 8 politikus ini, JPU KPK juga menghadirkan mantan terpidana 1 tahun dan 4 bulan Bambang Hariyanto, yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim dan beberapa saksi lainnya. Bambang Hariyanto (divonis 1 tahun dan 4 bulan penjara) adalah orang ke 6 dari 7 terpidana Jilid I yang dihadirkan JPU KPK sebagai saksi bagi kedua terdakwa (Samsul Arifin dan Moch. Ardi Prasetiayawan).
Sebelumnya, 5 terpidana yang sudah dihadirkan JPU KPK sebagai saksi adalah M. Basuki (Ketua Komisi B DPRD Jatim divonis pidana 7 tahun penjara), Rahman Agung dan Santoso (Keduanya Staf Komisi B DPRD Jatim divonis masing-masingmasing 4 tahun penjara), M. Ka’bil Mubarok (Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, divonis pidana 6 tahun dan 6 bulan penjara) dan mantan terpidana 1 tahun penjara Rohayati (Kepala Dinas Peternakan). Dan yang belum dihadirkan tinggal satu orang lagi, yaitu mantan terpidana 1 tahun penjara Anang Basuki Rahmat (ajudan Kepala Dinas Pertanian Bambang Hariyanto).
Keterangan para anggota Kimisi B DPRD Jatim kali ini, tak ada yang berbeda dari keterangan beberapa anggota Kimisi B DPRD lainnya yang sudah terlebih dahulu di dengar keterangannya dihadapan Majelis Hakim.
Tak satupun yang mengakui telah menerima uang “haram” dengan kata sandinya “Sarung, undangan, Rok dan Permen” sebagai komitmen fee dari 10 Dinas sebagai mitra kerja Komis B DPRD Jatim periode 2014 2019. Jangankan mengaku menerima, mendengar saja katanya tidak pernah. Dari 10 Dinas sebagai mitra Kerja Komisi B, hanya 1 yang tidak memberikan suap di triwulan I tahun 2017.
“Tidak menerima. Tidak pernah mendengar ada komitmen fee,”.
Inilah “koor” alias jawaban dari setiap anggota Komis B DPRD Jatim periode 2014 2019 saat JPU KPK maupun Majelis Hakim menanyainya. Karena jawaban dari para politikus dari bergai Partai Politik sebagai anggota Dewan yang terhormat ini dianggap sebagai jawaban yang tidak jujur sekalipun di bawah sumpah, makanya JPU KPK maupun Majelis Hakim seringkali mengingatkannya, namun tetap satupun yang berkata jujur dan terus terang.
Bahkan salah satu anggota Majelis Hakim yaitu M. Mahin, yang sangat tegas dalam setiap menyidangkan kasus Korupsi sempat menyemprot para anggota politikus di DPRD Jatim ini. Karena dalam BAP (Beria Acara Pemeriksaan) terdapat percakapan yang menyebutkan kata, Sarung, Rok dan Permen. Harga permen dalam percakan Dewan itu senilai Rp5 juta.
Kata Sarung, Rok dan Permen itu berkaitan dengan komitmen fee. Namun anggota Dewan ini tak juga berkata jujur. Pada hal, selain kasus Korupsi suap yang bisa aja menjeratnya, kasus pidana memberikan keterangan “palsu” dalam persidangan dapat mengacamnya dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Pada hal, M. Basuki maupun M. Ka’bil mengatakan, bahwa komitmen fee itu ada dan sudah dibagikan keseluruh anggota Komisi B DPRD Jatim Periode 2014 2019 dengan rumus 24, yaitu 19 untuk anggota, 3 untuk Ketua, 1 untuk Kesekretariatan dan Staf, serta 1 untuk Kas Komisi B.
Dari keterangan M. Basuki maupun M. Ka’bil yang mengatakan, permintaan komitmen fee itu dari 10 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang sekarang diganti menjadi Organisasi Perangkat Daerah (Organisasi Perangkat Daerah) di bawah Gubernur Jatim, 9 SKPD sudah memberikan uang suap dalam triwulan I tahun 2017, termasuk dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jatim.
Selain dari keterangan M. Basuki maupun M. Ka’bil, keterangan Rahman Agung juga mengatakan kepada Majelis Hakim bahwa uang itu diserahkannya kepada M. Ka’bil, dan M. Ka’bil menyerahkan ke Atika Banowati untuk dibagikan ke seluruh anggota Komis B, namun Atika tidak mengakui.
Sementara kerangan mantan terpidana Bambang Hariyanto kepada Majelis Hakim mengatakan, bahwa permintaan komitmen fee itu langsung disampaikan oleh M. Ka’bil kepada dirinya. Dan bisa jadi dilakukan M. Ka’bil kepada 8 SKPD lainnya. Setiap jumlah uang suap dari setiap Kepala SKPD terhadap Komis B DPRD Jatim berfariasi, tergantung dari jumlah anggaran APBD yang dipergunakan.
“Langsung disampaikan Pak Ka’bil,” kata Bambang Hariyanto, Senin, 23 Oktober 2018.
Bambang Hariyanto mengatakan, bahwa permintaan itu sudah kesepakatan seluruh anggota Komisi B. Karena menurut M. Ka’bil seperti yang disampaikan Bambang Hariyanto kepada Majelis Hakim, kalau M. Ka’bil tidak melaksanakan usulan seluruh anggota Komis B, maka M. Ka’bil akan “diancam” mosi tak percaya dan bisa berakibat pencopotan jabatan atau Pergantian Antara Waktu (PAW).
“Pak Ka’bil mengatakan atas usulan anggota, dan kalau tidak, diancam mosi tap percaya,” lanjut Bambang Hariyanto.
Keterangan M. Ka’bil memang sama dengan keterangan M. Basuki. Karena sebelumnya, yang menerima komitmen fee triwulan I Januari - Maret 2017 adalah M. Ka’bil. Karena M. Ka’bil pidah ke Komis E, maka untuk triwulan ke II April - Juni 2017 dilanjutkan oleh M. Basuki. Dan di triwulan ke II inilah “bangkai itu menguap”.
Ketidak jujuran dari anggota Komis B DPRD Jatim ini, tak berbeda dengan kasus korupsi suap DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019. Hingga KPK menetapkan 41 dari 45 jumlah anggota DPRD Kota Malang menjadi tersangka, dan 1 sudah divonis yaitu Ketua DPRD. 18 anggota DPRD lainnya masih menjalani persidangan sementara 22 masih di penyidikan KPK.
Setelah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dan kemudian diadili (18 terdakwa), barulah ada pengakuan telah menerima serta beberapa diantaranya telah mengembalikannya ke KPK.
Melihat fakta persidangan dari kasus ini DPRD Kota Malang dengan kasus anggota Komisi B DPRD Jatim maupun seluruh anggota DPRD Kota Mojokerto, KPK harusnya bertindak tegas dan adil untuk menegakkan hukum dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi suap berdasarkan UU Korupsi. Agar kepercayaan masyarakat terhadap KPK tidak pudar. Karena KPK masih dianggap satu-satunya sebagai lembaga penegak hukum yang tak bisa di “masuki MARKUS untuk diajak damai”, namun bukan tak mungkin “dimasuki Politik”.
Harusnya anggota Komis B DPRD Jatim ini belajar dari Kasus yang menyeret 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang dalam kasus suap APBD Kota Malang TA 2015. Karena berawal dari ketidak jujuran pada saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Jarot Edi Sulistyono selaku Kepala Dinas PU dan terdakwa Moch. Arif Wicaksono Ketua DPRD Kota Malang.
“Kalau keterangannya Ka’bil dengan Basuki saling berkaitan. Keterangannya Basuki, Ka’bil, Rahman dan Rohayati selalu berkaitan semua, bahwa kontribusi yang istilahnya komitmen fee memang ada dari semua Dinas sebagai mitra Komisi B, dan semua Dinas sudah menyerahkan kontribusi pada triwulan pertama Maret 2017 melalui Ka’bil yang totalnya Rp480 juta. Triwulan pertama ini Januari sampai Maret 2017, ini sudah selesai. Kalau triwulan kedua, karena Ka’bil itu sudah pindah komisi akhirnya yang tanggung jawab kan Basuki, namun belum selesai triwulan kedua karena terjadi tangkap tangan itu,” kata JPU KPK Wawan menjelaskan, pada sidang Minggu lalu
“Apakah termasuk dari Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan yang saat ini sebagai Sekda
Pemrov. Jatim ?,” tanya wartawan ini kemudian.
Menurut JPU KPK Wawan mengatakan, bahwa 9 SKPD sudah memberikan pada triwulan pertama, kecuali Kepala Biro SDM yang tidak memberikan.
“Pokoknya kalau triwulan pertama sudah semua menyerahkan kecuali satu, yaitu Kepala Biro SDM, itu tidak memberikan. Jadi, dari 10 Dinas sebagai Mitra komisi B DPRD Jatim, 9 sudah menyetorkan triwulan pertama pada Maret 2017. Kalau triwulan kedua kan belum, karena terjadi langsung tangkap tangan,” terang JPU KPK Wawan.
“Lalu bagaimana dengan anggota Komisi B DPRD Jatim yang tidak mengakui, kalau sudah menerima. Apakah akan seperti anggota DPRD Kota Malang?,” tanya wartan media ini lagi.
JPU KPK Wawan menjelaskan, justru tidak ada yang mengakui, malah mereka (anggota Komisi B DPRD Jatim) mengatakan tidak pernah ada kontribusi dari Dinas sebagai mintra komisi B. Harusnya mereka belajar dari kasus anggota DPRD Kota Malang yang semula tidak ada yang mengaku telah menerima uang, dan silahkan tafsrkan sendiri.
“Justru mereka tidak mengakui kalau ada kontribusi. Mereka bilang nggak ada, malah mereka mengatakan tidak pernah ada kontribusi itu. Cuma itu kan menjadi janggal karena keterangannya Basuki sebagai Ketua Komisi B mengatakan ada, dan itu sudah ada jauh sebelum Basuki anggota DPRD Jatim tahun 2014. Selain Basuki, Ka’bil dan Rahmat Santoso juga mengatakan ada. Jadi walaupun mereka mengatakan tidak pernah ada kontribusi, tapi menjadi janggal dari keterangan saksi yang lain. Di triwulan pertama ini kan uang melalui Ka’abil sebesar Rp480,” kata JPU KPK Wawan.
JPU KPK Wawan menjelaskan atas pertanyaan wartawan media ini terkait sejumlah uang yang sudah diterima Ka’bil mengatakan, kalau uang itu sudah dibagikan ke semua anggota Komisi B DPRD Jatim.
“Iya, kalau keterangannya Basuki maupun Ka’bil sudah dibagikan. Uang itu dari Ka’bil ke Rahman, lalu Rahman menyerahkan ke Atika. Menurut Ka’bil, Atika ini adalah sekertarisnya Komisi B. Jadi uang itu setelah diterima, dibagi dengan rumusan 24. 19 untuk anggota Komisi, tiga untuk pimpinan, satu untuk sekretariat dan staf, yang satu lagi untuk kas Komis B. Jadi setelah dibagi itu, kemudian sama Ka’bil diserahkan ke Rahman Agung, Rahmat Agung menyerahkan ke Atika. Atika membagikannya ke semua anggota, tapi Atika tidak mengakui itu tadi, padahal keterangannya Rahmat Agung, Ka’bil, Basuki mengatakan ada dan sudah dibagikan, tapi Atika tetap ngotot mengatakan tidak menerima, tidak mengakui. Dari keterangan keterangan saksi sebelumnya uang itu sudah dibagikan ke semua anggota,” ungkap JPU KPK Wawan,
“Apakah ada kemungkinan 19 anggota Komis B maupun Kepala SKPD lainnya menjadi “tersangka”, sama seperti anggota DPRD Kota Malang yang semula tidak mengakui, tapi setelah mereka jadi tersangka/terdakwa lalu mengakui dan juga mengembalikannya ?,” tanya wartawan ini
“Saya tidak mau berandai-andai. Artinya, kalau mau belajar dari kasusnya DPRD Kota Malang, harusnya mereka belajar dari situ, dan jujur. Silakan di artikan sendiri, saya tidak mau berandai-andai,” ujar JPU KPK Wawan. (Rd1)
Posting Komentar
Tulias alamat email :