0
#Dalam surat tuntutan JPU KPK disebutkan, Uang “haram” yang mengalir ke Aparat Penegak Hukum Rp2.375 M, Ketua DPRD Rp1.5 M, Wkl Bupati Rp600 juta, Sekda Rp150 juta, Banggar DPRD Rp380 juta dan mengalir juga ke Wartawan dan LSM#  
 
beritakorupsi.co - Kamis, 18 Oktober 2018, JPU KPK Abdul Basri, Dodi Soekmono, Mahardy Indra Putra, Nur Haris Arhadi, Agung Satrio Wibowo dan Mufi Nur Irawan membacakan surat tuntutannya terhadap terdakwa sipenyuap 2 Kepala Daerah di Jawa Timur yang Tertangkap Tangan Tim KPK pada tanggal 6 Juni 2018, dengan pidana penjara selama 3 tahun.

Surat tuntutan itu dibacakan oleh Tim JPU KPK di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Agus Mamzah dan dibantu 2 Hakim anggota (Ad Hoc) serta Panitra Pengganti (PP), sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukumnya Agung Setiawan dan Jamaludin Arif.

Susilo Prabowo alias Embun selaku pemilik PT. Jala Bumi Megah adalah terdakwa dalam kasus perkara Korupsi “suap” kepada 2 kepala Derah di Jawa Timur, yakni Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung Sutrisno yang Tertangkap Tangan (TT) Tim KPK pada Rabu, 6 Juni 2018.

Tak tanggung-tanggung, uang suap yang diberikan terdakwa Susilo Prabowo alias Embun terhadap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar dan  Kepala Dinas PUPR Kab. Tulungagung sebesar Rp10 milyiar.

Uang suap atau fee sebesar Rp10 milyar itu adalah sebagai imbalan dari beberapa proyek APBD yang didapatkan terdakwa Susilo Prabowo dari Bupati Tulungagung melalui Kepala Dinas PUPR Kab. Tulungagung, dan dari Wali Kota Blitar melalui Kepala Dinas PUPR sejak 2016 hingga 2018.

Baca juga : Sidang Suap Dua Kepala Daerah Terungkap, Duit “haram” itu Mengalir 
                         juga ke  Wakil Bupati  dan DPRD Tulungagung     

Berita lainnya : Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar Adala  Mantan Preman, 
                                      Terungkap di Sidang Korupsi Suap Dua Kepala Daerah
Ternyata uang suap itu tidak hanya diberikan oleh terdakwa Susilo Prabowo kepada Syahri Mulyo, Muh. Samanhudi Anwar dan Sutrisno, melainkan dibagi-bagibagikan juga kepada APH (Aparat Penegak Hukum) Rp2.375 M, Ketua DPRD Rp1.5 M, Wakil Bupati Rp600 juta, Sekda Tulungagung Rp150 juta, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Tulungagung Rp380 juta. S tak ketinggalan beberapa kuli tinta atau Wartawan serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

Dari kasus ini, semakin membuka mata lebar-lebar. Karena beberapa Kepala Daerah bersama pengusaha yang ditangkap KPK, selalu berkaitan dengan bagi-bagi proyek untuk mendapatkan uang “haram” tanpa si pejabat itu bekerja keras.

Dan tidak hanya di Tulungagung dan Blitar, tetapi bisa juga terdapat di beberapa Kabupaten/Kota di Indonesia, seperti di Pemkot Batu, Malang dan Kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Di mana si pengusaha adalah orang dekatnya si Kepala Daerah.

Dan bila Kepala Daerah bersama pejabat dibawahnya yang ditangkap KPK, itu berkaitan dengan jual beli jabatan. Untuk menduduki jabatan di Organisasi Perangkat Daerah (Organisasi Perangkat Daerah) tak gratis, harga kursi di OPD sudah barang tentu berbeda tergantung “basah keringnya” seperti di Kabupaten Nganjuk dan Jombang.

Tak sulit memang bagi Kepala Daerah untuk meraup rupiah berjumlah ratusan juta bahkan milyar, hanya dengan cara jual beli jabatan atau memberikan proyek kepada kenalannya sebagai pengusaha.

 Sudah barang tentu, proyek yang dikerjakan oleh kontraktor itu pun akan “aman”, dari bidikan-bidikan Aparat Penegak Hukum, LSM, Wartawan karena yang sudah “ditutupnya” agar tidak terlihat lagi, kecuali dari “teropong” lembaga anti rausuah yang berkantor di Jakarta.

Dan itu pula yang menimpa si Embun hingga diseret ke Pengadilan Tipikor Surabaya untuk diadili dihadapan Majelis Hakim atas perbuatannya yang memberikan uang suap kepada pejabat untuk mendapatkan pekerjaan proyek tanpa bersusah payah.

Hal ini terungkap dalam surat tuntutan JPU KPK saat dibacakan dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Kamis, 18 Oktober 2018. 
Dalam surat tuntutan PU KPK disebutkan, Terdakwa Susilo Prabowo alias Embun, dituntut atas beberapa perbuatannya karena telah memberikan uang sebesar  Rp10.500.000.000 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) kepada Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung Sutrisno, dan Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar sejak tahun 2016 hingga 2018.

Menurut JPU KPK dalam surat tuntutannya, bahwa pemberian uang sebesar Rp10.5 milliar itu oleh terdakwa Susilo Prabowo alias Embun kepada Syahri Mulyo, Sutrisno dan Muh. Samanhudi Anwar, karena terdakwa sudah memperoleh dan atau dijanjikan beberapa proyek pekerjaan yang didanai dari APBD Kabupaten tulungagung dan Pemerintah Kota Blitar.

Dalam surat tutan JPU KPK, terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia(UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang' Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam surat tuntutannya, JPU KPK mengungkapkan terkait pemberian uang oleh terdakwa Susilo Prabowo alias Embun  terhadap Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung dan Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR dan Moh. Samanhudi Anwar adalah sebagai fee dari proyek yang diperoleh terdakwa, diantaranya ;

Pada akhir tahun 2015, bersamaan dengan pembahasan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2016, Sutrisno atas perintah Syahri Mulyo, membuat pembagian proyek pada Dinas PUPR yang pada pokoknya, proyek infrastruktur pada Dinas PUPR akan diberikan kepada beberapa penyedia barang/jasa, diantaranya terdakwa dan Sony Sandra. Pembagian proyek tersebut kemudian diberikan oleh Sutrisno kepada terdakwa dan Sony Sandra. Dan sebagai kompensasi atas pembagian proyek tersebut, terdakwa bersedia untuk memberikan fee kepada Sutrisno dan Syahri Mukyo.


















Pada saat pelelangan, terdakwa dan Sony Sandra mengajukan penawaran terhadap proyek-proyek yang telah ditentukan oleh Sutrisno, sehingga tidak terjadi persaingan yang sehat antara terdakwa dengan Sony Sandra, karena terdakwa tidak akan mengajukan penawaran terhadap pekerjaan yang telah diberikan kepada Sony Sandra, demikian pula sebaliknya.

JPU KPK menjelaskan, bahwa terdakwa mengajukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan kepadanya dengan menggunakan perusahaan miliknya, disertai dengan perusahaan  pendamping yang juga merupakan perusahaan milik terdakwa sendiri. Sehingga pada saat pelelangan tahun anggaran 2016,  terdakwa mendapatkan 6 (enam) proyek infrastruktur jalan dan jembatan dengan total nilai kontrak sebesar Rp75.358.672.000 (tujuh puluh lima miliar tiga ratus lima puluh delapan juta enam ratus tujuh puluh dua ribu mpiah).

Proyek tersebut antara lain ; Peningkatan jalan ruas jalan Sumberdadap-Apakbrondol, ruas jalan Apakbrondol-Plandirejo, ruas jalan Pucanglaban-Molang senilai Rp18.795.455.000 berdasarkan kontrak tanggal 01 Juli 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah.

Peningkatan jalan ruas jalan Kidangan-Purworejo (lanjutan), ruas jalan Gambiran-Penampihan, ruas jalan Gandong-Sanan, dan ruas jalan Pagerwojo-Bendungan senilai Rp18.298.273.000  berdasarkan kontrak tanggal 01 Juli 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.  Kemudian peningkatan jalan (overlay) ruas jalan Srikaton-Kaliboto, ruas jalan Jelipicisan, ruas jalan Sanggrahan-Junjung, ruas jalan Gondang-Dukuh, ruas jalan Punqu-Picisan, jalan Oerip Soemoharjo, jalan I Gusti Ngurah Rai Gg. 8, Pembangunan konstruksi hotmix kawasan Gor Lembu Peteng senilai Rp18.965.669.000 berdasarkan kontrak tanggal 04 Agustus 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah.

Overlay Jl.Hasanudin III, Jl.Pahlawan I-II-III & V, JI. P. Sudirman IV, Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo-Ringin Pitu, Jl. M. Sujadi I, ruas Jl. Bangoan Selatan, Jl. Mastrip I, ruas Jl. Plosokandang-Tunggulsari senilai Rp8.046.963.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi, dan proyek Overlay ruas jalan Karangrejo-Catut senilai Rp5.211.198.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah, dan Overlay ruas Jl. Tunggangri-Betak, Jl. Tawang-Pagersari, JI. Karangtalun-Tumpaknongko senilai Rp6.041.114.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.

Bahwa pembagian proyek yang dilakukan oleh Sutrisno dan Syahri Mulyo sebagaimana yang dilakukan pada tahun anggaran 2016 tersebut diatas, dilanjutkan juga pada pengadaan barang/jasa tahun anggaran 2017 dan 2018, yakni membagi proyek kepada terdakwa dan Sony Sandra sebelum proses pelelangan dimulai. Demikian pula terdakwa dalam mengikuti proses pelelangan pada Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung tahun anggaran 2017 dan 2018, dilakukan dengan pemberian fee sebagaimana tahun 2016, dan cara-cara sebagaimana yang telah dilakukan pada saat pelelangan tahun 2016, yakni hanya mengajukan penawaran terhadap pekerjaan yang telah diberikan kepadanya serta menggunakan beberapa perusahaan miliknya sebagai peserta Ielang.
JPU KPK membeberkan, pada tahun anggaran 2017, terdakwa mendapatkan 9 (sembilan) proyek infrastruktur jalan dan jembatan dengan nilai kontrak seluruhnya Rp40.393.643.000 (empat puluh miliar tiga ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus empat puluh tiga ribu rupiah) dengan perincian sebagai berikut,” kata JPU KPK

Diantarnya adalah peningkatan jalan ruas Jalan Cuwiri-Pagerwojo senilai Rp3.759.023.000  berdasarkan kontrak tanggal 07 Juni 2017 Yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah, dan Peningkatan jalan ruas Jalan Karangtalun-Ngubalan senilai Rp4.931.487.000 berdasarkan kontrak tanggal 07 Juni 2017 yang dilaksanakan oleh PT . Tata Karunia Abadi.

Peningkatan/pelebaran jalan ruas Jalan Pucanglaban-Molang senilai Rp3.364.903.000  berdasarkan kontrak tanggal 22 Maret 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah, dan Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Sambitan-Bono, ruas Jalan Besuki-Keboireng dan ruas Jalan Pakisrejo-Tumpakmergo senilai Rp6.089.714.000 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.

Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Punjul-Picisan, ruas Jalan Gendingan-Boro, ruas Jalan Desa Sukowiyono dan ruas Jalan JarakanMojoarum senilai Rp4.773.500.000 berdasarkan kontrak tanggal 20 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi-PT. Roro Gendhis (KSO).

Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Desa Plandaan, ruas Jalan BagoPlosokandang, ruas Jalan Supriadi IV (Pasar Pring), ruas Jalan Yos Sudarso III (lap. Pasar Pahing) dan ruas Jalan Gebang-Sanan senilai Rp5.214.146.000 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah, dan Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Desa Tapan, Desa Tunggulsari, dan Desa Bangoan senilai Rp2.992.349.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah.

Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan KarangtaIun-Ngubalan(lanjutan), Jalan Desa Ketanon, ruas Jalan Bangoan-Tapan, dan Jalan Desa Ringinpitu senilai Rp4.820.168.000 berdasarkan kontrak tanggal 25 Oktober 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah.

Pemeliharaan berkala jalan ruas Jalan Bandung-Besuki dan ruas Jalan Tanggunggunung-Tumpakmergo senilai Rp4.448.353.000,00 (empat miliar empat ratus empat puluh delapan juta tiga ratus lima puluh tiga n'bu rupiah) berdasarkan kontrak tanggal 12 Juni 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunla Abadi, dan pada tahun anggaran 2018 mendapatkan 6 (enam) proyek Infrastruktur jalan dan jembatan dengan nilai kontrak seluruhnya Rp31.067.134.000,00 (tiga puluh satu miliar enam puluh tujuh juta seratus tiga puluh empat ribu rupiah) dengan perincian sebagai berikut:

Pelebaran jalan ruas Jalan Karangrejo-Sendang senllal Rp7.895.999.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunla Abadi, dan Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Pulosari-Sumberejo Kulon, ruas Jalan Plosokandang-Tanjungsari, ruas Jalan Serut-Kepuh, ruas Jalan Hasanudin-Kapten Kasihin, ruas Jalan Desa Plandaan dan ruas Jalan Desa Ketanon senilai Rp5.265.440.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 23 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.

Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Kedungsoko-Gondang, ruas Jalan Panglima Sudirman Gg. I dan II, ruas Jalan Basuki Rachmad Gg. I, ruas Jalan Desa Ringinpitu dan ruas Jalan Bulusarl senllai Rp4.271.026.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 29 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Buml Megah, dan Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Ngantru-Padangan senilai Rp4.767.800.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mel 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Buml Megah.
Pelebaran jalan ruas Jalan Panjerejo-Selorejo senilai Rp3.936.866.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mei 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi, dan  Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Karangtalun-Tumpaknongko senilai Rp4.930.003.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mei 2018 yang dibicarakan oleh PT. Jala Bumi Megah.

“Sebagai kompensasi dari proyek-proyekproyek tersebut, terdakwa beberapa kali memberikan fee kepada Syahri Mulyo dan Sutrisno melalui Sutrisno dan Sukarji yang berjumlah Rp10.500.000.000 (sapuluh miliar lima ratus juta rupiah) dengan perincian; Pada tahun 2016 sebesar Rp4.500.000.000 (empat miliar lima ratus juta rupiah), kemudian pada tahun 2017 sebesar Rp3.500.000.000 (tiga miliar lima ratus juta rupiah) dan pada tahun 2018 sebesar Rp2.500.000.000 (dua miliar lima ratus juta rupiah),” kata JPU KPK.

Selanjutnya uang sejumlah Rp10.500.000.000 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) oleh Sukarji diserahkan kepada Syahrli Mulyo melalui Sutrisno secara bertahap. Setelah itu, Sutrisno menyerahkan uang sebesar Rp Rp10.500.000.000 yang sudah bercampur dengan fee lainnya melalui Sukarji dan Yamani dengan rincian ;

JPU KPK menyatakan, Pada tahun 2016, untuk Bupati Tulungagung Syahri Mulyo sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah), Wakil Bupati Tulungagung Maryoto Birowo sebesar Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah), Sekretaris Daerah sebesar Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah), APH (Aparat Penegak Hukum) sebesar Rp1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah), Hendry Setiawan sebasar Rp100.000.000 (saratus juta rupiah), Ketua DPRD Kab.Tulungagung Supriono sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan Badan Anggaran DPRD Kab. Tulungagung sebesar Rp190.000.000.00 (seratus sembilan puluh juta rupiah).

Tahun 2017, untuk Bupati Tulungagung untuk Bupati Tulungagung Syahri Mulyo sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah), Wakil Bupati Tulungagung Maryoto Birowo sebesar Rp300.000.000 (tiga ratusjuta rupiah), Sekretaris Daerah sebesar Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah), APH (Aparat Penegak Hukum) sebesar Rp125.000.000 (seratus dua puluh lima juta rupiah) dan Hendri Setiawan sebesar Rp100.000.000 (seratus jute rupiah), Ketua DPRD Kab. Tulungagung Suoriyono sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah), Badan Anggaran DPRD Kab. Tulungagung sebesar Rp190.000.000 (seratus sembilan puluh juta rupiah).

Tahun 2018 Ketua DPRD Supriono sejumlah Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah), Bupati Tulungagung Syahri Mulyo sebesar Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah), Sekretaris Daerah sebesar Rp50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah), APH (Aparat Penegak Hukum) sebesar Rp750.000.000.00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), Pemberian tersebut diatas, dilakukan atas perintah Syahri Mulyo

Selain  pemberian uang dari terdakwa sebesar Rp10.500.000.000 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) tersebut diatas. masih ada beban fee yang belum diberikan oleh terdakwa kepada Syahri Mulyo atas proyek-proyek yang dikerjakan pada tahun 2016 dan 2018, yang mana beban fee tersebut diminta oleh Syahri Mulyo melalui Sutrisno.

Pada bulan Januari 2018, Syahri Mulyo meminta sejumlah uang kepada Sutrisno untuk kepentingan operasional persiapan mengikuti Pemilihan Kepala Daerah Tulungagung tahun 2018. Guna memenuhi permintaan Syahri Mulyo tersebut, Sutrisno memberikan uang sejumlah Rp1 milliar di Pendopo Tulungagung, yang bersumber dari terdakwa.

Pada sekira Bulan Maret-April 2018, Syahri Mulyo kembali memerintahkan Sutrisno untuk meminta uang sejumlah Rp4 milliar kepada terdakwa guna membiayai operasional kampanye Syahri Mulyo yang akan mengikuti Pemilihan Kepala Daerah Tulungagung tahun 2018, dan guna memudahkan penerimaan uang, Syahri Mulyo memerintahkan Sutrisno untuk memperkenalkan terdakwa dengan Agung Prayitno yang merupakan orang dekat Syahri Mulyo.

Menindaklanjuti perintah Syahri Mulyo, pada tanggal 23 Mei 2018, Sutrisno menghubungi terdakwa sekaligus memperkenalkan Agung Prayitno kepada terdakwa. Dalam pertemuan tersebut, Agung Prayitno menyampaikan permintaan uang dari Syahri Mulyo untuk biaya  kampanye dalam Pilkada Tulungagung tahun 2018. Atas permintaan tersebut, Terdakwa menyatakan akan memberikannya pada hari Jumat tanggal 25 Mei 2018.

Pada tanggal 25 Mei 2018, terdakwa menghubungi dan memerintahkan Agung Prayitno untuk ke rumah terdakwa mengambil uang permintaan Syahri Mulyo. Sesampainya Agung Prayitno di rumah terdakwa di Blitar, Terdakwa memberikan uang kepada Agung Prayitno sejumlah Rp500 juta. Uang tersebut kemudian diberikan oleh Agung Prayitno kepada Syahri Mulyo di rumahnya.

Pada tanggal 30 Mei 2018, terdakwa kembali menghubungi dan memerintahkan Agung Prayitno guna mengambil uang permintaan Syahri Mulyo di rumah Terdakwa. Sesampainya Agung Prayitno dirumah terdakwa di Blitar, terdakwa memberikan uang sejumlah Rp1 miliar. Uang tersebut selanjutnya diserahkan oleh Agung Prayitno kepada Syahri Mulyo dirumahnya.

Pada tanggal 31 Mei 2018, terdakwa dihubungi oleh Agung Sutrisno dan diminta agar memberikan uang kepada Syahri Mulyo tidak secara bertahap karena Syahri Mulyo sedang membutuhkan banyak uang untuk Pilkada. Menanggapi permintaan tersebut, terdakwa menyampaikan, bahwa dirinya kesulitan menarik uang dari bank dalam jumlah besar karena  diawasi oleh otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun terdakwa tetap akan memberikan uang tersebut dengan keterangan transaksi (underlyng transaction) yang disamarkan ketika penarikan uang dari bank.

Pada tanggal 6 Juni 2018, terdakwa dihubungi oleh Agung Sutrisno untuk mengambil uang permintaan Syahri Mulyo. Atas penyampaian Agung Sutrisno, terdakwa mengarahkan agar Agung Sutrisno datang ke rumah terdakwa pada sore hari, dan menitipkan uang sejumlah Rp1  miliar kepada Andriani yang merupakan istri terdakwa, untuk diberikan kepada Agung Sutrisno.

Sesampainya dirumah terdakwa, Agung Sutrisno menghubungi terdakwa dan memberitahukan bahwa dirinya sudah di rumah terdakwa, yang kemudian dijawab oleh terdakwa bahwa uangnya sudah dititipkan pada istrinya (terdakwa). Selanjutnya Andrinani  memberikan uang  sebesar Rp1  miliar tersebut kepada Agung Sutrisno.

Selain uang suap dari terdakwa Susilo Prabowo terhadap Bupati Tulungagung, JPU KPK juga membeberkan pemberian uang suap terhadap Muh. Samhudi Anwar selaku Wali Kota Blitar, yakni; 

Bahwa pada awal tahun 2016, Hermansyah Permadi selaku Kepala Dinas PUPR Kota Blitar membuat daftar proyek yang akan dikerjakan oleh Dinas PUPR yang kemudian diserahkan kepada Muh. Samanhudi Anwar. Selanjutnya Muh. Samanhudi Anwar membuat pembagian atau pengalokasian proyek-proyek tersebut kepada beberapa penyedia barang/jasa diantaranya  terdakwa Susilo Prabowo alias Embun. Pembagian atau pengalokasian proyek tersebut kemudian diberitahukan kepada terdakwa dan Hemansyah Permadi.

Selanjutnya Muh. Samanhudi Anwar memberikan pengarahan kepada Hemansyah Permadi mengenai proyek-proyek yang akan diberikan kepada terdakwa, dan penyedia barang/jasa lainnya.

Arahan tersebut kemudian ditindaklanti oleh Hemansyah Permadi dengan memberikan tanda pada daftar proyek yang akan dikerjakan oleh terdakwa. Selain itu, Hemansyah Permadi juga mengundang beberapa penyedia barang/jasa diantaranya terdakwa, Henryn Mulat, Sukamto, Sukarso dan perwakilan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi).

Dalam pertemuan itu, Hemansyah Permadi membagi proyek-provek pada Dinas PUPR kepada beberapa penyedia barang/jasa tersebut, termasuk kepada terdakwa sendiri. Dengan demikian,  maka pengaturan pemenang lelang tidak perlu melalui Unit Layanan Pengadaan (ULP) karena masing-masing penyedia barang/jasa hanya akan mengajukan penawaran terhadap proyek yang sudah dijatahkan untuk dirinya, demikian pula sebaliknya masing-masing penyedia barang/jasa tidak akan melakukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan kepada penyedia balang/jasa lainnya.

Pada saat pelelangan, terdakwa mengajukan penawaran terhadap proyek-proyek yang telah ditentukan oleh Muh. Samanhudi Anwar dan Hermansyah Permadi, sehingga tidak terjadi persaingan yang sehat karena terdakwa tidak akan mengajukan penawaran terhadap   pekerjaan yang telah diberikan kepada penyedia barang/jasa lainnya.

Terdakwa mengajukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan  kepadanya dengan menggunakan perusahaan miliknya disertai dengan peserta pendamping yang juga merupakan perusahaan milik terdakwa sendiri.

“Pada awal tahun 2018, Muh. Samanhudi Anwar kembali melakukan pembagian atau pengalokasian proyek kepada terdakwa sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun anggaran 2016 dan 2017. Proyek yang dialokasikan kepada terdakwa adalah proyek pembangunan fasilitas pendukung Stadion Supriyadi Blitar senilai Rp796.078.767,33 (tujuh ratus sembilan puluh enam juta tujuh puluh delapan ribu tujuh ratus enam puluh tujuh rupiah tiga puluh tiga sen) dan proyek pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2 tahun anggaran 2018,” ungkap JPU KPK

Guna memastikan terdakwa mendapatkan proyek-proyek tersebut, pada tanggal 5 Juni 2018, terdakwa melakukan pertemuan dengan Muh. Samanhudi Anwar dan Bambang Purnomo alias Totok, yang merupakan orang kepercayaan Muh. Samanhudi Anwar di rumah dinas Walikota Blitar.

Dalam pertemuan itu, Muh. Samanhudi Anwar menunjuk terdakwa sebagai penyedia barang/jasa yang akan melaksanakan proyek Pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2 tahun anggaran 2018. Guna meyakinkan terdakwa, selanjutnya Muh. Samanhudi Anwar menghubungi Moch. Aminurcholis selaku Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, dan Mohammad Sidik selaku Kepala Dinas Pendidikan menanyakan mengenai ketersediaan dan jumlah anggaran untuk pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2 tahun anggaran 2018.

Atas pertanyaan Muh. Samanhudi Anwar, selanjutnya Mohammad Sidik menginformasikan bahwa anggaran pembangunan SMP Negeri 3 Blitar menyerahkan uang sejumlah Rp1.5 milliar   kepada Muh. Samanhudi Anwar.

Setibanya di rumah Bambang Purnomo alias Totok, terdakwa langsung memberikan uang tersebut kepada Bambang Purnomo alias Totok. Dan guna menghindari perbuatannya dipantau oleh aparat penegak hukum, terdakwa menyampaikan kepada Bambang Purnomom alias Totok,  agar tidak menghubungi Muh. Samanhudi Anwar dengan menggunakan sarana telepon atau handphone.

JPU KPK menyatakan, bahwa rangkaian pemberian uang yang dilakukan oleh terdakwa sebagaimana tersebut di atas, karena Syahri Mulyo, Sutrisno dan Muh. Samanhudi Anwar telah memberikan beberapa proyek kepada terdakwa. Dan hal itu bertentangan dengan kewajiban Syahri Mulyo, Sutrisno dan Muh. Samanhud Anwar, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Pasal 23 huruf a, d, e dan f UndangUndang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur $le Negara dan Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah mubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentEng Pembahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Namun demikian, walaupun JPU KPK menjelaskan dalam surat tuntutannya, bahwa terdakwa Susilo Prabowo telah memberikan uang suap kepada Bupati Tulungagung dan Wali Kota Blitar serta beberapa pejabat lainnya, pengajuan terdakwa sebagai JC (Justice Callabulator) justru dikabulkan KPK. Pemberian JC terhadap terdakwa adalah sebagai salah satu yang meringankan terdakwa.

“Menuntut; Meminta Kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya untuk ; Menyatakan terdakwa Susilo Prabowo terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf b (atau pasal 13) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang' Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP; Menjatuhkan hukuman berupa hukuman pidana penjara selama 3 tahun,” ucap JPU KPK M. Bisri.

Atas surat tuntutan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan sepekan terhadap terdakwa maupun melalui Penasehat Hukumnya untuk membuat Pledoi.

Usai persidangan, saat wartawan media ini menanyakan JPU KPK Dodi Soekmono, terkait apakah akan dihadirkan Aparat Penegak Hukum, LSM, Wartwan maupun beberapa pejabat yang menikmati uang “haram” itu.

Menanggapi hal tersebut, JPU KPK Dodi Soekmono mengatakan, bahwa perlkara ini masih bergulir atau berjalan.

“Perkara ini kan masih berlanjut. Uang yang ke APH itu dari Kepala BPKAD. Jadi ikuti aja sidangnya terus,” pungas JPU KPK Dodi Soekmono. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top