0
JPU KPK Burhanudin : "Ada fakta baru dalam sidang kali ini,
                  yaitu kehadiran Ya’quban Ananda Gudban 
                  dalam pembahasan Pokir"

Penasehat Hukum Terdakwa, Fatra Zen : "Secara Hukum,

              Seribu orang pun bilang Nanda Hadir itu bukan 
              alat bukti yang sah. Kalau melihat dari hukumnya 
              maka Nanda tidak hadir"

beritakorupsi.co - “Sepintar-pintarnya orang menutupi kebohongan, suatu saat akan terungkap”.

Kalimat di atas sepertinya tepat dalam kasus Korupsi suap DPRD Kota Malang sebesar Rp6.5 miliyar dalam pembahasan APBD dan APBD Perubahan Kota Malang Tahun Anggaran (TA) 2015 yang menyeret 41 dari 45 (1 sudah divonis 5 tahun penjara, 18 terdakwa saat ini sedang diadili, dan 22 masih di penyidik KPK, “sisanya menunggu”) anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019.

Ke- 18 terdakwa yang dibagi dalam 3 nomor perkara itu adalah; 1. Terdakwa Sulik Lestyowati (Ketua Komisi A/Demokrat),; 2. Abd. Hakim (Ketua Komis B/PDIP),; 3. Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar),; 4. Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB),; 5. Syaiful Rusdi (Fraksi PAN),; 6. Tri Yudiani dari Fraksi PDIP (satu perkara), dan satu perkara 1. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),; 2. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 3. Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 4. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 5. Abdul Rahman (Fraksi PKB),; 6. Sukarno selaku Ketua Fraksi Golkar (satu perkara), serta 1. Terdakwa Sprapto (Ketua Fraksi PDIP,; 2. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 3. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 4. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 5. H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan 6. Wiwik Hendri Astuti, Wakil Ketua/Partai Demokrat (satu perkara). 


Karena sejak awal kasus ini disidangkan tahun 2017 dengan terdakwa Jarot Edi Sulistyono selaku Kepala Dinas PUPR Kota Malang (penyuap) hingga 2018 dengan terdakwa Moch. Arif Wicaksono Ketua DPRD Kota Malang (penerima suap) serta terdakwa Moch. Anton Wali Kota Malang penyuap, yang ketiganya sudah divonis dan sudah Inckrah) boleh dibilang, hapir seluruh terdakwa tak ada yang mengakui telah menerima uang Pokir sebesar Rp12.5 juta - Rp15 juta per orang, uang Sampah Rp5 - 10 juta per orang pada saat pembahasan Perubahan APBD pada Juni - Juli 2015, serta uang 1 persen dari anggaran APBD TA 2015 saat pembahasan pada November - Desember 2014, yang jumlahnya Rp100 - Rp125 juta per anggota DPRD Kota Malang.


Setelah ditetapakan menjadi tersangka dan kemudian diadili, barulah satu peratu paraterdakwa ini mulai mengakui kalau pernah menerima uang sebanyak 2 (dau) kali melalui Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono pada saat pembahasan Perubahan APBD Kota Malang TA 2015 pada Juni - Juli 2015, dan sekali pada saat pembahasan APBD murni TA 2015 saat pembahasan pada November - Desember 2014, dan beberapa di antara terdakwa ada yang sudah mengembalikannya ke KPK.

Anehnya, salah satu terdakwa Ya’quban Ananda Gudban selaku Ketua Fraksi Hanura-PKS yang tetap ngotot mengatakan tidak menerima dan bahkan tidak menghadiri pertemuan informal antara Ketua dan Wakil Ketua DPRD bersama Ketua Komisi serta Ketua Fraksi, saat pembahasan Pokir (pokok-pokokpokok pikiran) yang anggarannya sebesar Rp9 miliyar atau Rp200 juta untuk setiap Dewan berupa proyek pekerjaan ke konstiuwennya.

Dan pada pertemuan tersebut disampaikan oleh Moch. Arif Wicaksono, agar setiap anggota DPRD tidak usah memikirkan Pokir yang ada di Dinas PUPR karena akan diganti berupa uang sebesar 10 persen atau sejumlah Rp900 juta untuk dibagi-bagikan oleh 45 anggota Dewan.

Sehingga terdakwa Ya’quban Ananda Gudban menolak surat dakwaan JPU KPK lewat Eksepsi yang disampaikan Penasehat Hukumnya, Fatra Zen “aktivis 98”. Namun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai Cokorda Gede Arthana menolaknya dan memerintahkan JPU KPK untuk menghadirkan saksi-saksi serta bukti-bukti.

Kehadiran terdakwa Ya’quban Ananda Gudban yang juga mantan Calon Wali Kota Malang pada Pilkada Juni 2018 lalu, dalam pembahasan Pokir ibarat “teka-teki” antara terdakwa Ya’quban Ananda Gudban yang bersikeras mengatakan tidak hadir dan tidak menerima uang “haram” itu,  dengan JPU KPK yang akan membuktikannya dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim.

Dan “teka teki” itupun mulai terjawab pada saat terdakwa Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem) dijadikan sebagai saksi dalam persidangan yang berlangsung, pada Rabu, 12 September 2018.

Dihadapan Majelis Hakim saat itu, Heri Pudji Utami menjelaskan bahwa terdakwa Ya’quban Ananda Gudban hadir. Bahkan tidak hanya hadir, melainkan terdakwa Ya’quban Ananda Gudban lah yang mengusulkan kepada Ketua DPRD Moch. Arif Wicaksono agar uang pokir ditambah dari semula Rp10 juta untuk setiap anggota menjadi Rp12.5 juta.

Dan “teka teki” itupun semakin jelas terjawab dihadapan Majelis Hakim saat JPU KPK Burhanudin, Arif Suhermanto dan Andi Kurniawan, menghadirkan 2 orang saksi yang juga terdakwa yaitu Bambang Sumarto (Ketua Komisi C/Golkar) dan Imam Fauzi (Ketua Komisi D/PKB) untuk 12 orang anggota DPRD Kota Malang periode 2014 - 2019, yakni 1. Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar),; 2. Ya’quban Ananda Gudban (Ketua Fraksi Hanura-PKS),; 3. Hery Subiantono (Ketua Fraksi Demokrat),; 4. Heri Pudji Utami (Ketua Fraksi PPP-Nasdem),; 5. Abdul Rahman (Fraksi PKB),; 6. Sukarno selaku Ketua Fraksi Golkar,; 7. Sprapto (Ketua Fraksi PDIP,; 8. Sahrawi (Ketua Fraksi PKB),; 9. Mohan Katelu (Ketua Fraksi PAN),; 10. Slamet (Ketua Fraksi Gerindra),; 11. H.M. Zainuddin AS (Wakil Ketua/PKB) dan 12. Wiwik Hendri Astuti, Wakil Ketua/Partai Demokrat (satu perkara), pada Rabu, 24 Oktober 2018.


Selain kedua saksi, JPU KPK juga menghadirkan 1 orang saksi lainnya yang juga terdakwa, yakni Rahayu Sugiarti (Wakil Ketua/Partai Golkar). Dalam Persidangan yang digelar di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor Surabaya berlangsung dalam II session. Session I adalah menghadirak saksi Sumarto dan Imam Fauzi

Rabu, 24 Oktober 2018 adalah persidangan yang ke- 14 kalinya. Kepada Majelis Hakim, saksi Bambang Sumarto mengatakan kalau terdakwa Ya’quban Ananda Gudban hadir dalam pertemuan informa yang membahasa tentang Pokir.

“Saya langsung keluar. Ibu Nanda (Ya’quban Ananda Gudban) juga hadir,” kata Bambang Sumarto.

Bambang Sumarto menambahkan, dirinya juga hadir namun langsung keluar. Selain itu, ada juga yang keterangannya Bambang Sumarto yang terkesan tidak jujur. Sebab Bambang Sumarto menjelaskan kalau dirinya menolak saat ditawarkan uang pokir pada pembahasan itu, dan juga mengatakan tidak menerima.

Keterangan Bambang Sumarto langsung dibantah oleh terdakwa Ya’quban Ananda Gudban saat Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk menanggapi keterangan saksi. Namun pernyataan terdakwa Ya’quban Ananda Gudban langsung mendapat respon balik dari terdakwa Heri Pudji Utami yang mengatakan kalau Ya’quban Ananda Gudban hadir.

“Yang Mulia, Nanda juga hadir. Kalau Bambang Sumarto keluar, karena memang pertemuan itu sudah bubar,” kata terdakwa Heri Pudji Utami

Sementara, dari keterangan saksi Rahayu Sugiarti juga terungkap, bahwa dirinyalah yang mengusulakan kalau jadwal pengesahan APBD Perubahan dapat ditawar. Hal itu terungkap pada saat JPU KPK memutar percakapan antara saksi Rahayu Sugiarti dengan Ketua DPRD. Selain itu, dalam percakapn itu juga terungkap mengenai pembagian uang Pokir.

Terkait “teka-teki” hadir tidaknya terdakwa Ya’quban Ananda Gudban dalam pertemuan informal pembahasan Pokir itu, JPU KPK Andi Kurniawan sebelumnya (Rabu, 19 September 2018) kepada media ini mengatakan, akan membuktikannya pada saat pemeriksaan terdakwa.

“Kami akan membuktikannya pada saat pemeriksaan Ya’quban Ananda Gudban sebagai terdakwa,” kata JPU KPK Andi.

JPU KPK Andi menjelaskan, bahwa pembahasan APBD murni maupun APBD Perubahan itu sangat cepat sekali, berbeda dengan ketentuan pembahasan berdasarkan peraturan Permendagri Nomor 4 tahun 2015, yang seharusnya pembahasan APBD di Daerah atau Pemkot selama 3 bulan 2 minggu belum termasuk ke provinsi, namun faktanya hanya 16 hari.

“Sedangkan untuk APBD Perubahan yang selama ini kita istilahkan uang pokir, itu dipercepat hanya 8 hari, yang harusnya sekitar 2 bulan,” terang JPU KPK Andi.

Terkait keterangan saksi Bambang Sumarton dalam persidangan kali ini (Rabu, 24 Oktober 2018), JPU KPK Burhanudin mengatakan bahwa keterangan saksi merupakan fakta baru. Sedangkan untuk menanggapi keterangan Bambang Sumarto terkait tidak menerima uang pokir, JPU KPK Burhanudin menjelaskan, bahwa JPU KPK tetap pada dakwaannya.

“Keterangan saksi Bambang Sumarto dan Rahayu Sugiarti dalam persidangan kali ini merupakan fakta baru. Kalau saksi megatakan tidak menerima, itu haknya. Tapi kami tetap pada dakwaan kami,” tegas JPU KPK Burhan.

Terpisah. Menanggapi keterangan saksi Bambang Sumarto dan terdakwa Heri Puji Utami, Fatra Zen, selaku Penasehat Hukum terdakwa Ya’quban Ananda Gudban mengatakan, bahwa melihat dari berkas perkar, Ketua DPRD itu memang sering manggil di ruangannya termasuk pertemuan Jembatan, dan kejadian ini tahun 2015.

“Mungkin bisa saja yang bersangkutan yang mengatakan, bahwa Bu Nanda itu hadir, lupa pertemuan itu yang mana, itu dari satu sisi. Di sisi lain, keterangan saksi lain dengan tegas juga di bawah sumpah menerangkan, bahwa Ibu Nanda tidak hadir. Keterangan Prapto, Sukarno, terus satu lagi saya lupa, itu juga dibawa sumpah,” kata Fatra Zen.

Oleh karena itu, lanjut Fatra Zen, selaku Penasehat Hukum (Penasehat Hukum), kita juga tidak bisa paksa orang untuk memberikan keterangan apa.

“Secara hukum, Seribu orangpun bilang Nanda hadir, itu bukan alat bukti yang sah. Kenapa, itu harus ada persesuaian dengan alat bukti yang lain. Kalau lihat dari hukumnya, maka fakta yang benar adalah Nanda tidak hadir. Kenapa, karena ada saksi yang menerangkan bahwa memang Nanda tidak hadir, ada dua orang bahkan lebih plus keterangan terdakwa, dua alat bukti. Kecuali Jaksa bisa membuktikannya,” ujar Fatra Zen.

Dari pernyataan Fatra Zen maupun dakwaan JPU KPK terkait “teka-teki” Ya’quban Ananda Gudban semakin menarik untuk diikuti hingga pemeriksaan terdakwa nantinya, Khususnya pada saat Majelis Hakim membacakan putusannya sebagai jawaban terakhir dari “teka-teki” itu. (Rd1)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top