beritakorupsi.co - Setelah pada persidangan Minggu lalu (Kamis, 21 Desember 2018), Supriyono selaku Ketua DPRD dan Indra Fauzi selaku Sekda Kabupaten Tulungagung yang disebut-sebut menerima aliran dana miliyaran rupiah yang berasal dari fee proyek APBD di Kabupaten Tulungagung sejak 2014 hingga 2018, namun kedua pejabat terhormat itu tak mengakuinya. Dan kini giliran Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tulungagung Suharto yang juga selaku Plt Kepala Dinas PUPR, mengikuti jejak si Ketua Dewan yang tidak berkata jujur saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Kamis, 27 Desember 2018.
Kamis, 27 Desember 2018, JPU KPK Mufti Nur Irawan dan Joko Hermawan menghadirkan Suharto sebagai saksi di persidangan untuk di dengar keterangannya dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang di ketuai Hakim Agus Hamzah., SH., MH, dalam perkara kasus Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK dengan terdakwa Syahri Mulyo (Bubapti non aktif Kabupaten Tulungagung), Sutrisno (Kepala Dinas PUPR Kab. Tulungagung) dan Agung Prayitno (orang dengak Syahri Mulyo). Sementara para terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya masing-masing, diantaranya Andy Firasadi untuk terdakwa Syahri Mulyo, dan Leonardus Sagala dkk untuk terdakwa Sutrisno.
Kehadiran Suharto sebagai saksi dalam bersidangan untuk Ketiga terdakwa (Syahri Mulyo, Sutrisni dan Agung Prayitno), tekait keikut sertaannya bersama Hendry Setyawan selaku Kepala BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) dan Sutrisno, menemui Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur, beberapa hari setelah Syahri Mulyo dilantik menjadi Bupati poada tanggal pada tanggal 24 April 2013, guna mendapatkan Banprov (Bantuan Provinsi) Jawa Timur berupa anggaran untuk pembangunan di Kabupaten Tulungagung.
Dalam surat dakwaan JPU KPK dijelaskan, dari pertemuan tersebut, diperoleh kesepakatan bahwa untuk memperoleh bantuan keuangan dari Provinsi Jawa Timur, harus memberikan uang fee 10 persen dari nilai anggaran, dan kesepakatan itu kemudian dilaporkan kepada terdakwa I Syahri Mulyo yang langsung menyetujuinya.
Fee untuk mendapatkan anggaran dari Pemprov berasal dari para Asosiasi yang ditarik 10 persen dari nilai anggaran bantuan Pemprov sebesar Rp25 miliyar atau sekitar Rp2.5 M.
Namun Suharto menjelaskan kepada Majelis Hakim, bahwa duit yang terkumpul dari para Asosiasi hanya sebesar Rp250 juta, dan yang disetorkan sebesar 8,5 persen dari nilai anggaran. Menurut Sudigdo Prasetyo, uang sebesar Rp250 juta itu dikembalikannya kepada Asosiasi karena menurutnya, Bupati Syahri Mulyo tak mau menerima
“Yang terkumpul hanya dua ratus lima puluh juta, dan saya kembalikan lagi ke Asosiasi,” kata Suharto kepada Majelis Hakim menjawab pertanyaan JPU KPK.
Anehnya, dalam persidangan sebelumnya terungkap dari keterangan beberapa saksi dari Asosiasi yang dihadirkan JPU KPK menjelaskan, bahwa adanya setoran ke Pejabat Provinsi untuk mendapatkan anggaran. Bahkan beberapa orang dari Asosiasi diantaranya Endro Basuki, Wawan, dan Santoso ikut mengantarkan duit itu.
Keterangan Suharto ini dianggap berbohong, sehingga dibantah keras oleh terdakwa Syahri Mulyo maupun Sutrisno. Terdakwa Syahri Mulyo mengatakan, bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan untuk melobyanggaran Banprov (Bantuan Provinsi).
Bahkan terdakwa Sutrisno lebih tegas membantah keterangan Kepala Bapeda ini. Menurut terdakwa Sutrisno saat Majelis Hakim memberikan kesempatan untuk menanggapi keterangan saksi mengatakan, bahwa apa yang disampaikan Suharto terkait uang sebesar Rp250 juta tidak benar.
“Itu tidak benar, Yang Mulia,” kata terdakwa.
Menurut terdakwa Sutrisno, bahwa unduhan atau untuk mendapatkan anggaran Banprov adalah sebesar 10 persen dari nilai anggaran, dan yang disetorkan hanya 7.5 persen dari nilai Banprov sebesar Rp25 miliyar. Lalu kemana sisa sebesar 2.5 persen dari Banprov sebesar Rp25 miliyar atau sekitar Rp625 juta ? semenatara saksi mengatakan hanya mengembalikan ke Asosiasi sejumlah Rp250 juta
“Kalau alokasi bantuannya turun sebesar Rp25 miliyar dikali 2,5 persen, enam ratus dua puluh lima juta,” kata terdakwa kemudian.
Sesuai persidangan. JPU KPK Eva menjelaskan kepada media ini, bahwa saksi Suharto disuruh terdakwa Syahri Mulyo untuk mengumpulkan Ijon anggaran atau dana untuk mendapatkan Bantuan Pemprov dari para Asosiasi.
“Menurut saksi, dia sisuruh terdakwa Syahri Mulyo untuk mengumpulkan Ijon anggaran atau untuk mendapatkan bantuan Pemprov. Uang itu berasal dari para Asosiasi dan dikumpulkan melalui dia, namun menurut saksi dikembalikan lagi ke Asosiasi. Pengakuan Pak Suharto ini Kepal Bapeda, uang yang terkumpul sebesar Rp250 juta itu ditawarkan ke terdakwa Syahri Mulyo, karena terdakwa tidak mau lalu pengakuan saksi dikembalikan lagi ke Asosiasi. Itu pengakuan saksi,” ujar JPU KPK Eva. (Rd1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :