Dan Pasal 28 G ayat (1), yang menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi“.
Serta Pasal 28 H ayat (2) berbunyi, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan“.
Pertanyaannya adalah, apakah seseorang sudah tidak ada kahnya untuk memilih sendiri seorang Advokat atau yang lebih dikenal dikalangan masyarakat yaitu Pengacara begitu ditetapkan sebagai Tersangka oleh penyidik Kejaksaan atau Kepolisian dalam kasus dugaan Tindak Pidana Umum atau Tindak Pidana Korupsi?, sehingga penyidiklah yang berhak menentukan atau memilih seorang Advokat untuk mendampingi Tersangka pada saat pemeriksaan di penyidikan?
Lalu apakah Advokat yang ditunjuk oleh penyidik untuk mendampingi seorang Tersangka pada saat pemeriksaan berlaku bagi semua Tersangka atau hanya berlaku bagi Tersangka yang tidak mampu membayar success fee seorang Advokat?
Lalu bagaimana dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang mengatur bagaimana penyidk maupun seorang Tersangka/Terdakwa memperoleh pendampingan pada saat pemeriksaan sebagai Tersangka di penyidikan?
Sebab pada Pasal 55 berbunyi, “Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya”. Pada Pasal 54 berbunyi, “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.
Dan pada Pasal 56 ayat (1) berbunyi, “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka”
serta Pasal 114, berbunyi, “Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56”.
Sebagai informasi. Pada tanggal 27 April 2018, saat Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya mengadili perkara Tidak Pidana Korupsi Suap Tangkap Tangan KPK dengan Terdakwa Inna Silestyowati selaku Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kebupaten Jombang,
Pada saat persidangan, sebelum JPU KPK membacakan surat dakwaannya, Ketua Majelis Hakim saat itu menanyakkan Terdakwa Inna Silestyowati, “apakah didampingi Penasehat Hukum atau tidak”. Lalu dijawab oleh Terdakwa, “tidak karena tidak mampu untuk membayar penngacara”. Dan Ketua Majelis Hakim pun menunjuk LBH YLKI untuk mendapinginginya dan JPU pun membacakan surat dakwaannya
Namun setelah JPU selesai membacakan surat dakwaannya, Ketua Majelis Hakim pun langsung mencabut penunjukan Penasehat Hukum untuk mendampingi Terdakwa dan memerintahkan Terdakwa untuk membuat surat penunjukan sendiri.
Alasan Ketua Majelis Hakim saat itu adalah, karena Terdakwa Inna Silestyowati selaku Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kebupaten Jombang mampu atau punya uang sebesar Rp1.080 milliar yang diberikan kepada Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko (Alm) sejak tahun 2016 hingga Februari 2018 saat terdakwa menjabat sebagai Kepala Puskemas Gambiran Jombang, dan kemudian Plt. Kepala Dinas Kesehatan menggantikan
Dan pertanyaan diatas timbul setelah mengikuti persidangan, Selasa, 18 Maret 2025, dalam kasus dugaan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi penyalahgunaan dana kesetaraan nonformal Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dan dana pendidikan pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset Dan Teknologi untuk diperuntukkan sebagai penunjang operasional kegiatan belajar mengajar bagi peserta didik kejar paket A, paket B dan paket C pada tahun 2021 – 2023 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp350 juta dengan Terdakwa Jumiyati, warga Jalan Veteran III/77, Kelurahan Bugul Lor Kota Pasuruan selaku Ketua PKBM Anggrek Kota Pasuruan
Dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya, Selasa, 18 Maret 2025 adalah agenda pemeriksaan atau mendengarkan keterangan Terdakwa Jumiyati selaku Ketua PKBM Anggrek Kota Pasuruan yang didampingi Tim Penasehat Hukum-nya dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Hakim I Dewa Gede Suarditha dengan dibantu 2 hakim anggota yaitu Darwin Panjaitan, SH., MH dan Agus Kasyanto, SH., MH serta Panitra Pengganti (PP) Nurul Evarani, SH., MH
 |
Terdakwa Jumiyati didampingi Staf Kejari Kota Pasuruan karena kondisi kesehata. Foto BK |
Dalam persidangan, Terdakwa Jumiyati mengatakan kepada Majelis Hakim, bahwa dirinya (Terdakwa Jumiyati) diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan sebanyak tujuh kali, dan dua kali didampingi Penasehat Hukum.
Penasehat Hukum yang mendampingi Terdakwa Jumiyati saat dipersiksa sebagai Tersangka, bukan pilihannya tetapi pilihan penyidik Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan. Menurut Terdakwa Jumiyati, bukan tidak mampu membayar Penasehat Hukum asalkan tidak mahal. Hal itu dikatakan Terdakwa Jumiyati kepada Majelis Hakim atas pertanyaan dari Tim Penasehat Hukum-nya dalam persidangan, Selasa, 18 Maret 2025
“Saya diperiksa tujuh kali dan dua kali didampingi penasehat hukum. Saya mampu bayar asal tidak mahal,” kata Terdakwa Jumiyati
Saat Penasehat Hukum Terdakwa Jumiyati menanyakkan, “apakah Terdakwa mengurus surat keterangan tidak mampu/miskin (SKTM)?”, dan dijawab oleh Terdakwa, “Tidak”.
Pertanyaannya, jika membaca Pasal 114 dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, apakah penyidik Kejari Kota Pasuruan telah memberitahukan tentang hak Tersangka untuk memperoleh bantuan hukum dan memilih sendiri penasihat hukum yang akan mendampinginya saat pemeriksaan sebagai Tersangka di penyidikan?
Lalu mengapa penyidik menunjuk seorang Advokat atau penasihat hukum untuk mendampingi Tersangka tanpa memberitahukan terlebih dahulu hak Tersangka untuk memperoleh bantuan hukum, apakah akan memilih sendiri atau tidak, apakah Tersangka mampu membayar success fee Advokat atau penasihat hukum yang akan mendampinginya atau tidak?
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah pemeriksaan Tersangka yang diampingi penasehat Hukum yang bukan pilihan Tersangka sendiri tetapi atas penunjukan penyidik tanpa memberitahukan hak Tersangka, sah menurut Hukum Acara Pidana?
Lalu apakah Advokat yang ditunjuk oleh penyidik untuk mendampingi seorang Tersangka pada saat pemeriksaan berlaku bagi semua Tersangka atau hanya berlaku bagi Tersangka yang tidak mampu membayar success fee seorang Advokat?
Lalu bagaiman dengan Pasal 56 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan prinsip Miranda Rule atau Miranda Principle, berlaku bagi Tersangka yang mampu membayar success fee seorang Advokat atau Penasehat Hukum?
Pasal 56 ayat (1) KUHAP berbunyi : “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai Penasihat Hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka”
Miranda Rule (Miranda Principle).
Miranda Rule adalah merupakan hak-hak konstitusional dari tersangka atau terdakwa yang meliputi hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan pejabat yang bersangkutan dalam proses peradilan pidana dan hak untuk didampingi atau dihadirkan Penasihat Hukum sejak dari proses penyidikan dan atau dalam semua tingkat proses peradilan (
dilansir dari https://pt-ambon.go.id/berita/artikel/257-relevansi-pasal-56-ayat-1-kuhap-dengan-prinsip-miranda-rule-atau-miranda). (Jnt)