0
Terdakwa Holili, Ketua LMDH
Surabaya, bk – Penjara ! Kata itu sangat menakutkan untuk masyarakat biasa, terutama pejabat yang terjerat kasus perkara pidana, khususnya Korupsi.

Berharap bisa lepas dari jeratan hukum, terdakwa yang didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan tindak pidana Korupsi, akan mengajukan Eksepsi (keberatan) atas surat dakwaan Jaksa tersebut. Hal itulah yang dilakukan Holili, selaku Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Rimba Makmur, Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi, melalui Penasehat Hukumnya (PH), Ribut Puryadi dan Mawardi di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Selasa, 19 April 2016.

Sebab terdakwa Holili, didakwa oleh Jaksa melakukan tindak pidana Korupsi dana Gerakan Peningkatan Pendapatan Pertanian berbasis Korporasi (GP3K) tahun 2012 sebesar Rp 288 juta. Pada tahun 2012, terdakwa Holili diduga menyalurkan dana GP3K dengan menggunakan dana sharing tanpa persetujuan anggota LMDH Rimba Makmur Desa Bengkak. Dana itu seharusnya merupakan pinjaman lunak yang dikeluarkan Perum Perhutani KPH Banyuwangi Utara. Uang sebesar Rp 228 juta oleh terdakwa, dipinjam dari Perhutani dengan jaminan sertifikat Hak milik P.Tojo, kakek terdakwa sendiri. Kemudian uang pinjaman tersebut dilunasi terdakwa kepada Perhutani untuk menutup GP3K. Keputusan itu diambil tanpa persetujuan anggota LMDH. Merasa dirugikan, akhirnya anggota LMDH Rimba Makmur melaporkan kepihak Kejaksaan.

Atas dakwaan Jaksa, terdakwa pun melalui PH-nya menyampaikan keberatannya kepada Majelis Hakim melalui surat Eksepsi yang dibacakan dalam persidangan yang diketuai Hakim H.R.Unggul, pada Selasa, 19 April 2016.

Dalam persidangan, Puryadi selaku Penasehat hukum terdakwa menyampaikan kepada Majelis Hakim bahwa, surat dakwaan Jaksa kabur (Obscuur libel), membingungkan (Confuse) atau menyesatkan (Misleding) sehingga dakwaan batal demi hukum. Alasannya dalam Eksepsi yang dibacakan dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim, bahwa terkait program GP3K dimana terdakwa selaku Ketua LMDH Rimba Makmur, Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, telah mengadakan kerja Sama dengan pihak perhutani yang tertuang dalam surat perjanjian No II/GP3K/Watudodol/Bwu/II tanggal 18 Desember 2012 tentang dana pinjaman sarana produksi pertanian dalam rangka gerakan peningkatan produksi pangan berbasis korporasi (GP3K).

Bahwa dalam perjanjian tersebut, lanjut Puryadi, ternyata pihak Perhutani KPH Banyuwangi Utara yang diwakili Asisten Perhutani BKBH Watudodol, telah melakukan wanprestasi karena tidak menyerahkan sertifikat hak milik (SHM) yang dijadikan sebagai agunan (jaminan) pada hal, terdakwa telah melunasi pinjaman berikut bunganya sebesar 6%. Puryadi, juga menyampaikan bahwa terkait sertifikat yang tidak dikembalikan oleh pihak perhutani, terdakwa telah mengajukan gugatan di PN Banyuwangi dengan Nomor Perkara, 212/Pdt.G/2015/PN.Bwi. Yang hasilnya, bahwa gugatan tersebut dimenagkan oleh terdakwa selaku penggugat. Majelis Hakim PN Banyuwangi menghukum pihak perhutani untuk membayar ganti rugi pengurusan sertifikat sebesar Rp 10 Juta.

Terkait surat keberatan (Eksepesi) terdakwa, Jaksapun tidak tinggal diam. Jaksa akan menanggapinya dalam sidang berikutnya. “Sidang akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda tanggapan Jaksa,” ucap Hakim Unggul, kemudian menutup sidang.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top