Mobil pribadi Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo |
Surabaya, bk – Entah mimpi apa yang dialami oleh Samsul Huda (48) dan Rudi (50) hingga mendapatkan perlakuan istimewa dari Kasi Pidsus Kejari sidoarjo itu.
Walaupun Keduanya berstatus tahanan terdakwa Korupsi kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial (bansos) sapi produktif (Sapi betina)dari Kementerian Pertanian sebesar Rp 500 juta pada tahun 2012 lalu, namun masih diperlakukan istimewa tidak seperti terdakwa lainnya.
Perlakuan istimewa itu didapatkan Kedua terdakwa saat hendak menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Selasa, 26 April 2016. Terdakwa Samsul Huda dan Rudi, yang sedang ditahan di Lapas Sidiarjo sejak Januari lalu, dijemput Khusus dengan menggunakan Mobil Nissan warna merah metalik dengan Nomor Polisi “istimewa” pula D 74CKY (bila dibaca Jacky) milik prinadi Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sidoarjo, La Ode Muhammad Nusrim yang kemudikan Ardian, Staf Kejaksaan dengan dikawal satu orang petugas Kepolisian.
Mobil Khusus yang menjemput dua terdakwa kasus dugaan Korupsi itu tiba di Pengadilan Tipikor sekitar pukul 13.30 Wib setelah sidang Perkara korupsi sudang hampir selesai. Wartawan yang sempat mengabadikan mobil yang menjemput terdakwa itu sempat dilarang. Ketika hendak meminta tanggapan dari Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo, Jaksa Wahid maupun Ardian tidak bersedia memberiakan Nomor kontaknya dengan alasan takut.Selanjutnya, dalam persidanagan, Selasa, 26 April 2016, yang berlangsung di Ruang sidang lantai II Pengadilan Tipikor, yang diketuai Majelis Hakim H.R.Unggul, dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Wahid, Kedua terdakwa dijerat dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun sesuai pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Perbuatan terdakwa Samsul Huda dan terdakwa Rudi Hermawan, mengakibatkan kerugian negara dengan rincian, Samsul Huda, sebesar Rp 51 juta dan Rudi Hermawan, Rp 97,5 juta. Sehingga total kerugian negara sebesar Rp 148.500.000 rupiah,” ucap Jaksa Wahid dalam surat dakwaannya. Sementara, sebelum persidangan, kedua terdakwa menjelaskan kepada media ini terkait kasus yang menyeretnya ke pengadilan Tipikor. Yakni, berawal saat terdakwa tergabung menjadi anggota Kelompok Tani (Poktan) Tani Bangkit Bersama (TBB), Desa Sarirogo, Sidoarjo Kota.
Pada tahun 2012, Kelompok Tani (Poktan) Tani Bangkit Bersama (TBB) mendapat dana bantuan sosial (bansos) untuk pembelian sapi produktif (Sapi betina) dari Kementerian Pertanian sebesar Rp 500 juta untuk membeli sebanyak 57 ekor sapi. Namun dari jumlah itu, hanya 7 ekor yang tersisa.
Menurut terdakwa, Ketua Poktan Abdul Kodim, memberikannya 9 ekor sapi tapi yang diterimanya hanya 7 ekor sementara yang dua, diambil Abdul Kodim sendiri. Karena yang 7 ekor tersebut tidak produktif, selanjutnya terdakwa menjual dan membeli 1 ekor sapi yang produktif sebagai pengantinya.
“Kami diberikan Abdul Kodim 9 ekor Sapi produktif. Tapi yang kami terima hanya Tujuh, sedang yang DuA diambil Abdul Kodim. Kalau produktif kan bisa belahirkan, ini nggak. Karena tidak produktif, saya jual terus saya beli gantinya. Sampai sekarang Masih ada,” kata terdakwa jujur. Saat ditanya sejumlah sapi bantuan tersebut, terdakwa mengatakan, ada yang mati ada juga yang dijual dengan kondisi sakit. “Sapinya ada yang mati, ada yang sakit terus dijual. Uangnya ya sama Abdul Kodim itu,” kata terdakwa yang didengar Jaksa Wahid. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :