Terdakwa Holili, Ketua LMDH, (inzet PH terdakwa) |
Itulah yang dirasakan terdakwa Holili, selaku Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Rimba Makmur, Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi, karena Eksepsi yang disampaikannya melalui Penasehat Hukumnya (PH), Ribut Puryadi dan Mawardi kepada Majelis Hakim dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Selasa, 19 April 2016 lalu, namun akhirnya ditolak.
Pada Selasa, 26 April 2016, dalam persidangan yang berlangsung dengan agenda putusan sela, Ketua Majelis Hakim yang di Ketuai HR. Unggul Warso Murti, melonak keberatan (eksepsi) Penasehat Hukum terdakwa. Manurut Majelis Hakim, bahwa materi Perkara harus dibuktikan pada persidangan dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi dan alat bukti.
“Menolak Eksepsi Penasehat Hukum terdakwa dan memrintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan saksi-saksi dan alat bukti,” ucap Hakim Unggul.
Terdakwa Holili, didakwa oleh JPU melakukan tindak pidana Korupsi dana Gerakan Peningkatan Pendapatan Pertanian berbasis Korporasi (GP3K) tahun 2012 sebesar Rp 288 juta. Pada tahun 2012, terdakwa Holili diduga menyalurkan dana GP3K dengan menggunakan dana sharing tanpa persetujuan anggota LMDH Rimba Makmur Desa Bengkak. Dana itu seharusnya merupakan pinjaman lunak yang dikeluarkan Perum Perhutani KPH Banyuwangi Utara.
Uang sebesar Rp 228 juta oleh terdakwa, dipinjam dari Perhutani dengan jaminan sertifikat Hak milik P.Tojo, kakek terdakwa sendiri. Kemudian uang pinjaman tersebut dilunasi terdakwa kepada Perhutani untuk menutup GP3K. Keputusan itu diambil tanpa persetujuan anggota LMDH. Merasa dirugikan, akhirnya anggota LMDH Rimba Makmur melaporkan kepihak Kejaksaan.
Usai persidangan, Ribut Puryadi selaku Penasehat hukum terdakwa menjelaskan kepada media ini, bahwa dirinya dapat menerima dan menghormati putusan Majelis Hakim. Namun, dirinya menyesalkan bahwa dalam surat dakwaan Jaksa ada yang tidak dijelaskan yaitu bahwa antara terdakwa dengan pihak perhutani ada surat perjanjian kerja sama yang kemudian berujung ke proses gugatan di Pengadilan Negeri Banyuwangi karean pihak perhutani melakukan wanprestasi.
“Putusan Majelis Hakim dapat kita terima dan kita hormati karena sudah masuk ke materi Perkara. Hanya dalam Eksepsi yang kami sampaiakan minggu lalu, karena dalam surat dakwaan Jaksa ada yang tidak dijelaskan, bahwa terkait program GP3K dimana terdakwa selaku Ketua LMDH Rimba Makmur, Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, telah mengadakan kerja Sama dengan pihak perhutani yang tertuang dalam surat perjanjian No II/GP3K/Watudodol/Bwu/II tanggal 18 Desember 2012 tentang dana pinjaman sarana produksi pertanian dalam rangka gerakan peningkatan produksi pangan berbasis korporasi (GP3K),” ujar Ribut Puryadi
Pruryadi menjelaskan, bahwa dalam perjanjian tersebut, ternyata pihak Perhutani KPH Banyuwangi Utara yang diwakili Asisten Perhutani BKBH Watudodol, telah melakukan wanprestasi karena tidak menyerahkan sertifikat hak milik (SHM) yang dijadikan sebagai agunan (jaminan) pada hal, terdakwa telah melunasi pinjaman berikut bunganya sebesar 6%.
“Sertifikat yang tidak dikembalikan oleh pihak perhutani, di gugatan di PN Banyuwangi dengan Nomor Perkara, 212/Pdt.G/2015/PN.Bwi. Yang hasilnya, bahwa gugatan tersebut dimenagkan oleh terdakwa selaku penggugat. Majelis Hakim PN Banyuwangi menghukum pihak perhutani untuk membayar ganti rugi pengurusan sertifikat sebesar Rp 10 Juta,” ucapnya
Terkait awal mula Perkara ini ditangani Kejari Banyuwangi, menurut Puryadi, adanya laporan dari LSM. Tidak hanya itu, ada juga yang mengaku anggota LMDH Rimba Makmur Desa Bengkak yang tidak kebagian dana.
“Ada LSM yang melaporkan. Ada juga yang mengaku anggota LMDH Rimba Makmur Desa Bengkak. Pada hal, anggota dapat pinjaman dengan jaminan. Bahkan ada yang belum lunas sampe sekarang. tapi kalau ke pihak perhutani suidah lunas sebelum ada penyelidikan pada tahun 2014,” tegas Puryadi.
Kasus dugaan Korupsi dana Gerakan Peningkatan Pendapatan Pertanian berbasis Korporasi (GP3K) tahun 2012 sebesar Rp 288 juta tanpa adanya hasil penghitungan BPKP, dan sudah tergolong lama namun baru saat ini disidangkan. Namun hingga terdakwa disidangkan, belum ada tersangka lain yang ditetapkan, seperti yang diakui Jaksa. Apakah Kasus Korupsi ini hanya dilakukan oleh terdakwa, atau Kejari Banyuwangi memksakan Perkara ini untuk menutupi pihak-pihak lain?. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :