![]() |
saksi Peni dan M.Nasir (Direktur PT Maxitech) |
Dalam Dua minggu terakhir di bulan Mei 2016 ini, Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya boleh dibilang sudah Tiga kali menyindangkan perkara Korupsi yang ada “benang hitamnya”.
Diantaranya, kasus Korupsi promosi pariwisata (Road Show) Kota Batu, Jawa Timur tahun 2014 lalu, yang menelan anggaran sebesar Rp 3,7 M yang bersumber dari APBD Pemkot Batu. Dalam kasus ini, nama Eddy Rumpoko selaku Wali Kota Batu dan Susetya Herawan, Kepala Inspektirat Kota Batu, hanya dijadikan sebagai saksi biasa oleh penyidik Kejari Batu. Bisa jadi, Kejari Batu “takut” memeriksa dan menjadikannya sebagai tersangka, karena Eddy Rumpoko mencalonkan Wali Kota yang diusung oleh PDIP.
Namun, nama Wali Kota Batu Eddy Rumpoko dan Kepala Inspektorat Susetya Herawan bersama Dua Staf Kota Batu, diesebutkan dalam putusan Majelis Hakim Tipikor (Jumat, 29 April 2016), turut bersama-sama dengan Uddy Syaifudin, Santonio dan Samsul Bahri melakukan kegiatan promosi pariwisata (Road Show) Kota Batu ke Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada tahun 2014 lalu, yang menelan anggaran sebesar Rp 3,7 M yang bersumber dari APBD Pemkot Batu dan merugikan negara sejumlah Rp 1,3 milliar. Majelis Hakim juga menyatakan, bahwa Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu, Uddy Syaifudin hanya dikadikan alat oleh Eddy Rumpoko.
Yang Kedua, di Kejari Sidoarjo, dalam kasus dugaan Korupsi dana bantuan sosial (bansos) pembelian sapi betina pada tahun 2012 lalu, sebesar Rp 500 juta yang bersumber dari APBN lewat Pemprov Jatim, dengan terdakwa anggota Kelompok Tani (Poktan) Tani Bangkit Bersama (TBB) Desa Sarirogo, Sidoarjo, dengan terdakwa Samsul Huda dan Rudi. Akibat kejelian Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan kasus ini, terungkaplah sebuah “benang hitam” alias saksi yang “disembunyikan” oleh Kejari Sidoarjo. Sebab, nama saksi tersebut tidak tercantum dalam dakwaan maupun daftar saksi-saksi yang akan dihadirkan oleh JPU dalam persidangan berikutnya.
Nama yang dimaksud adalah, Darno. Ketua Majelis Hakim pun, heran karena nama Daro tidak dijadikan sebagai saksi dan langsung meminta kepada JPU untuk menghadirkan sosok Darno dalam persidangan berikutnya. Bisa jadi, menurut Majelis Hakim, Darno, berperan penting untuk mengungkap kasus korupsi dana bansos untuk pembelian sapi sebesar Rp 500 juta itu.
Yang ke Tiga, di Kejari Banyuwangi dalam kasus Kurupsi bedah rumah di Desa Banjarsari Kecamatan Glagah Banyuwangi pada tahun 2013 lalu, dengan anggaran sebesar Rp 900 juta dari APBN Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), yang merugikan negara senilai Rp 376 juta, dengan terdakwa, Sulihono, selaku TPM (Tim pendamping Masyarakat). Dalam kasus ini, Sulihono, selaku TPM (Tim pendamping Masyarakat) terseret dalam kasus Korupsi yang dituduhkan oleh Kejari Banyuwangi terkait program Pemerintah pusat untuk Proyek pembangunan dan perbaikan sebanyak 126 rumah masyarakat yang berpenghasilan rendah. Anggaran sebesar Rp 900 juta yang bersumber dari APBN tahun 2013 lalu, dibagi dua golongan yakni untuk pembangunan dasar (PD) sebesar Rp 15 juta dan perbaikan kembali (PK) sebesar Rp 7,5 juta per penerima.
Anggaran tersebut dicairkan langsung oleh Kementerian melalui BRI pusat. Dari BRI pusat ke BRI Unit. Dari BRI Unit, dicairkan ke kesetiap penerima bantuan melalui Toko Matrial (penjual bahan bangunan). Sebab, sipenerima bantuan, tidak diperbolehkan menerima uang secara tunai kecuali hanya berupa bahan bangunan dari Toko Matrial yang telah ditunjuk. Terdakwa selaku TPM diangkat berdasarkan SK dari PT Maxitch sebagai Konsultan Manager selaku pemenang lelang dalam program pemerintah tersebut bersama Yoyon selaku Manager lapangan. Sementara nama terdakwa atas usulan Desa melalui BPM – Pemdes (Badan Pemberdayaan Masyarakat – Pemerintah Desa) ke Menteri Perumahan Rakyat. Sementara Konsultan pendataan dan suvervisi adalah PT Suverfindo Putra Pranata.
Tugas terdakwa dalam proyek tersebut hanya sebagai pendamping Masyarakat dan tidak berhubungan langsung dengan keuangan. Sementara, Jaksa menuntutnya karena telah menggunakan sebahagian dari dana tersebut untuk biaya tukang. Pada hal, biaya tukang yang diambil dari sebahagian bantuan tersebut dilakukan masyarakat itu sendiri dengan diketahui oleh pihak Toko Matrial dan BRI. Seperti bukti yang ditunjukkan PH terdakwa dihadapan Majelis.
Hal itu terungkap dalam persidangan yang diketuai Majelis Hakim Tahsin dengan agenda pemeriksaan dua orang saksI yang dihadirkan JPU dari Kejari Banyuwangi. Kedua saksi tersebut yaitu, Peni, saku mantan Ketua BKM – Pemdes dan M.Nasir selaku Direktur PT Maxitech, pada Jumat, 13 Mei 2016. Kedua saksi ini menjelaskan bahwa, terdakwa tidak bersetuhan dengan keuangan karena tugasnya adalah hanya sebagai pendamping. Anehnya, JPU tidak bisa menunjukkan bukti laporan terkait dakwaan JPU kepada terdakwa, atas penggunaan uang sebesar Rp 376 juta yang digunakan terdakwa untuk membayar tukang. Hal itu dikatakan Ketua Majelis Hakim kepada saksi kemudian meminta bukti tersebut kepada JPU.
“Begini, terdakwa ini didakwa telah menggunakan uang sebesar Rp 376 juta untuk membayar tukang. Ada buktinya Jaksa ?,” tanya Hakim Taksin. Sambil membolak balik lembaran warna kuning yang ada di meja JPU tanpa sepatah kata, apakah ada tau tidak bukti tersebut. Bahkan, tak satupun bukti yang ditujukan JPU. “Sambil dicari kemudian,” kata Hakim Tahsin.
Anehnya, Kejari Banyuwangi tidak meminta pertanggung jawaban dari pemilik bahan bangunan (Toko Matrial), selaku pengelola dana bantua dari Kemenpera untuk perbaikan rumah masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Berdasar informasi, tidak diperiksanya pemilik toko tersebut, karena diduga bahwa ada oknum jaksa yang menerima uang dari pemilik toko agar tidak dijadikan tersangka. Hal itu pun diakui salah satu PH terdakwa Ribut Puryadi seuasi persidangan. Puryadi mengatakan, bahwa kasus itu sudah dilaporkan ke Kejagung. “Itu sudah dilaporkan. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :