Terdakwa mantan Kepala Unit BRI Benowo |
Dalam tahun ini, Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, selain menyidangkan perkara Korupsi lainnya, juga telah menyidangkan beberapa perkara Korupsi kredit fiktif yang terjadi di beberapa Bank yang ada di Jawa Timur diantaranya, kredit fiktif KPPE Bank Jatim Cabang Pare, Kabupaten Kediri, kredit fiktif Bank Jatim Malang, kredit fiktif Bank Jatim Cabang Jombang Untuk PNS dan kredit fiktif berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp 19 milliar di Bank Jatim Cabang Jombang, yang melibatkan Kepala Cabang Bank Jatim Cabang Jombang bersama 9 stafnya sebagai Analisis dan 2 Peyelia serta mantan Adik ipar, mantan Bupati Jombang.
Saat ini, Hakim Pengadilan Tipikor kembali menyidangkan kasus perkara Korupsi terkait kredit fiktif yakni, kredit fiktif berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp 1,3 miliar, yang terjadi di Bank Rakyat Indonesia (BRI) unit Benowo, yang terletak di Surabaya Barat ini.
Kredit KUR adalah program Pemerintah bekerja sama dengan perbankan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, degan persyaratan, Individu (perorangan) yang melakukan usaha produktif dan layak, telah melakukan usaha secara aktif minimal 6 bulan, tidak sedang menerima kredit dari perbankan kecuali kredit konsumtif seperti KPR, KKB, dan, Kartu Kredit, dan Persyaratan administrasi berupa KTP, Kartu Keluarga (KK) dengan plafon kredit maximal sebesr Rp 25 juta.
Dalam kasus kredit KUR BRI Unit Benowo, Kepala Unit beserta stafnya telah mengucurkan dana KUR sebesar Rp 1,3 milliar kepada 65 kreditur (nasabah) dengan nilai kredit antara 20 hingga 30 juta tanpa melalui prosedur. Para kreditur (masyarakat) tidak pernah mengajukan kredit bahkan tidak pernah mendatangi BRI Unit Benowo terkait pencairan dana KUR. Tercantumnya sebanyak 65 nama kreditur sebagai penerima dana KUR dengan cara, para tersangka meminjam KTP dan KK masyarakat.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, menyeret Kepala Unit BRI Benowo menjadi tersangka bersama 4 stafnya dan Satu debitur Non Performing Loan (NPL) bersama suaminya.
Pada Jumat, 21 Oktober 2016, Majelis Hakim Pengadialn Tipikor yang di Ketuai Hakim H.R. Unggul Warsomukti, dihadiri JPU Achmad Fauzi dari Kejari Surabaya, menyidangkan perkara ke Enam terdakwa yang di damping para Penasehat Humkum (PH)-nya.
Ke Eanm terdakwa antara lain, Abdul Rachman (mantan Ka Unit), Diah Pujaningrum (mantan mantra), Daniyath Sa’adha (mantan pelaksana Administrasi KUR), Rahmi May Yasavira (mantan teller), Dwi Hendra mantan debitur Non Performing Loan (NPL) dan Muhammad Budhianto (suami dari terdakwa Daniyath Sa’adha).
Dalam surat dakawaan JPU, para terdakwa dianggap bersalah karena mengucurkan dana Kredit KUR akepada para debitur tanpa prosedur. Akibatnya, JPU pun menjerat para terdakwa dengan pidana penjara badan paling lama 20 tahun dan paling singkat 1 tahun, sesuai pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Usai persidangan, Penasehat Hukum terdakwa Abdul Rachman , Sulton menjelaskan kepada media ini, bahwa surat dakwaan JPU keliru, namun terdakwa tidak akan mengajukan Eksepsi (keberatan), melainkan akan menyiapkan bukti-bukti kalau terdakwa tidak bersalah.
“Surat dakwaan Jaksa keliru seperti keterangan Dwi Hendra. Terdakwa tidak pernah menandatangani dokumen, tetapi tandatangannya di palsu,” ujar Sulton selaku ketua Tim PH terdakwa.
Namun saat ditanya, mengpa tidak melakukan upaya hokum praperadilan atau melaporkan yang memalsukan tandatangannya, Sulton menjelaskan, karena terdakwa merasa bertanggung jawab. “
“Tidak melakukan pra, karena keluarga tidak setuju. Keluarga menyarankan untuk mengikuti proses hokum. Tidak melaporkan karena terdakwa merasa tanggungjawab,” pungkasnya. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :