Ahmad Sukedi, Danu, Danang Samsul Arifin dan Hartono
|
Holili, menghirup udara pengap di penjara, setelah dirinya ditetapkan menyandang gelar tersangka/terdakwa beberapa bulan lalu oleh Kejari Banyuwangi, atas dugaan Korupsi dana Gerakan Peningkatan Pendapatan Pertanian berbasis Korporasi (GP3K) tahun 2012 sebesar Rp 288 juta tanpa hasil penghitungan lembaga negara yakni BPK RI ataupun BPKP. Namun, saat ini dirnya merasakan semangat baru untuk mencari kebenaran hukum, setelah mengikuti persidangan yang digelar di Ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor, yang diketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Murti, dengan agenda pemeriksaan Empat orang saksi dari Perum Perhutani Kabupaten Banyuwangi yang dihadirkan JPU.
Keempat saksi tersebut yaitu, Ahmad Sukedi (bagian Administrasi), Danu (Kepala Sub Seksi), Danang Samsul Arifin (Asisten Perhutani) dan Hartono, selaku pengelola hutan bersama Masyarakat (PHBM). Terdakwa Holili selaku Ketua LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Rimba Makmur, Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, yang pada tahun 2012, didakwa telah menyalurkan dana GP3K sebesar Rp 228 juta, dengan menggunakan dana sharing berupa pinjaman lunak yang dikeluarkan oleh Perum Perhutani KPH Banyuwangi Utara.
Uang sebesar Rp 228 juta, dipinjam terdakwa dari Perum Perhutani dengan jaminan sertifikat Hak milik P.Tojo, kakek terdakwa sendiri, dimana Keempat saksi (Ahmad Sukedi, Danu, Danang Samsul Arifin dan Hartono) adalah pejabat yang bertugas memperifikasi pengajuan terdakwa. Kemudian, antara terdakwa dengan Perum Perhutani membuat perjanjian kerja sama yang tertuang dalam surat No II/GP3K/Watudodol/Bwu/II tanggal 18 Desember 2012 tentang, dana pinjaman sarana produksi pertanian dalam rangka gerakan peningkatan produksi pangan berbasis korporasi (GP3K).
Selanjutya, uang pinjaman berikut bunga sebesar 6 % telah dilunasi oleh terdakwa kepada pihak Perhutani. Namun, sertifikat yang dijadikan sebagai jaminan tidak dapat dikembalikan oleh pihak Perum Perhutani. Meraskan dirugikan, akibatnya terdakwa menggugat Perhutani di PN Banyuwangi dengan Nomor Perkara, No. 212/Pdt.G/2015/PN.Bwi, yang hasilnya, bahwa gugatan tersebut dimenagkan oleh terdakwa selaku penggugat. Pihak perhutani yang diwakili saksi dihukum untuk membayar ganti rugi pengurusan sertifikat sebesar Rp 10 Juta.
Pada Jumat, 13 Mei 2016, hal ini terungkap dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim oleh Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Ribut Puryadi Cs, setelah keterangan para saksi yang megatakan bahwa sertifikat yang diserahkan terdakwa masih berupa foto copy namun pinjaman sudah dicairkan seperti dalam dakwaan Jaksa.
Mendengar keterangan para saksi yang dianggap menutupi fakta yang sebenarnya, Ketua Majelis Hakum pun dibuat geram dan memerintahkan terdakwa juga PH terdakwa untuk melaporkan para saksi kepihak berwajib karena telah menghilangkan sertifikat terdakwa.
“Ini pidana. Terdakwa, laporkan hal ini lewat Penasehat Hukum saudara,” perintah Hakim Unggul. Perintah itu tidak hanya kepada terdakwa, tetapi juga kepada JPU. Bahkan Dua kali Ketua Majelis Hakim memerintahkan JPU untuk menindak lanjuti keterangan para saksi dipersidangan. Tetapi, apakah Kejari Banyuwangi akan menindaklanjuti perintah Ketua Majelis Hakim, atau hal itu hanya dianggap sebagai “angin lalu” ?.
Usai persidangan, Ribut Puryadi selaku PH terdakwa kepada media ini mengatakan, akan segera melaporkannya. “Kita akan secepatnya menindaklanjuti perintah Katua Majelis Hakim,” kata Puryadi yang akrab disapa Pur. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :