0
Terdakwa mantan Bendahara Bapeko Pemkot Surabaya
Surabaya -  Kasus Koruspi di Jawa Timur sepertinya tak habis-habisnya, ibarat peribahasa “mati satu tumbuh seribu”. Yang terseret pun mulai dari petani hingga pejabat setigkat mantan Kepala Daerah. Bahkan ada yang masih aktif yakni, Wakil Wali Kota Probolinngo, yang saat ini dalam proses hukum di Pengadilan tipikor Surabaya.
Di Surabaya, kasus kasus Korupsi yang saat ini di sidangkan di Pengadilan tipikor antara lain, kasus Korupsi dana Pilgub Jatim tahun 2013 di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebesar Rp 5,6 milliar, yang menyeret 10 tersangka/terdakwa  termasuk Pimpinan Bawaslu (3 tersangka masih “parkir” di Polda Jatim). Kasus ini belum selesai disidangkan, menyusul kemudian sidang kasus Korupsi dana Pilpres tahun 2014 di KPU (Komisi Pemilihan Umum) senilai Rp 12 milliar, yang 10 terdakwa termasuk Kepala Bagian Bendahara.

Dua kasus Korupsi yang menarik perhatian masyarakat Jawa Timur pada umumnya dan Surabaya Khususnya, yang saat ini masih di sidangkan di Pengadilan Tipikor, menyusul kemudian sidang perkaran kasus Korupsi kredit fiktif  berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BRI Unit Benowo senilai Rp 1,3 milliar. Kasus kredit fiktif ini baru saja di sidangkan, kini masuk lagi kasus Korupsi Pajak penghasilan (PPh 21) di Bappeko (Badan Perencanaan Pembangunan Kota) Surabaya, senilai Rp 999.973.919,-.

Hj. Ummi Chasanah, mantan bendahara Bappeko dan Achmat Ali Fahmi, seorang kurir di Bapeko saat ini Keduanya tidak lagi berkantor di Pemkot Surabaya, melainkan di “Hotel Prodeo” Kelas I Surabaya, Medaeng, Sidoarjo sejak tanggal 4 Oktober 2016, dan seminggu sekali keluar menuju gedung pengadil orang-orang yang masuk dalam lingkaran Koruptor di Jalan Raya Juanda, Sidoarjo Untuk diadili mempertanggungjawabkan perbuatannya d ihadapan Majelis Hakim dan di saksikan masyarakat umum.

Pada Selasa, 25 Oktober 2016, Keduanya (Ummi Chasanah dan Achamt Ali Fahmi) pun duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor dengan “menyandang gelar” terdakwa, untuk mendengarkan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendro, dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, dihadapan Majelis Hakim yang di ketuai H.R. Unggul Warsomukti. Sementara terdakwa didampingi Penasehat Hukum (PH) kecuali Ummi Chasanah, karena Bambang Waluyo selaku PH terdakwa tidak datang.

Dalam persidangan, JPU Hendro menyatakan, bahwa terdakwa selaku Bendahara pengeluaran adalah sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara yang sudah ditentukan oleh Menteri keuangan. Pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 sebesar 15% terhadap pegawai/non pegawai di lingkungan Bapeko dan kemudaian menandatangani surat setoran pajak (SSP) selanjutnya menyerahkannya kepada terdakwa Achmat Ali Fahmi, untuk disetorkan ke Bank.

Pada hal, Ali Fahmi bukanlah pegawai Bapeko, apa lagi tidak punya kewenangan dan keahlian di bidang perpajakan/Perbankan. Namun uang tersebut ternyata tidak disetorkan oleh terdakwa Achmat Ali Fahmi ke Bank Jatim, melainkan diserahkan ke pihak lain.

Atas perbuatan Kedua terdakwa (perkara terpisah), JPU pun menjeratnya dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (10 ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 milliar.

“Perbuatan terdakwa (Hj.Ummi Chasanah dan Achamt Ali Fahmi) diancam dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (10 ke-1 KUHP,” ucap JPU Hendro.

Menanggapi surat dakwaan JPU, Kedua terdakwa tidak mengajukan Eksepsi atau kebertan. Dan sidang pun akan dilanjutkan seminggu kemudian, dengan agenda pemeriksaan saksi.

Usai persidangan, Bambang Waluyo selaku PH terdakwa Hj.Ummi Chasanah, yang datang ke Pengadilan Tipikor sesaat setelah persidangan selesai, saat ditanya media ini tak memberikan komentar.

(Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top