saksi, manatan Sekda Kab. Lumajang |
Ya, ibarat benang layang-layang yang kusut, kondisi seperti itulah yang berlangsung dalam kasus dugaan Korupsi penambangan pasir besi (Galian C) di Desa Bades, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur pada tahun 2010 hingga 2014 lalu. Dimana merugikan keuangan negara sebesar Rp 79.829.405.622,5, berdasarkan hasil penghitungan BPKP Perwakilam Jawa Timur. Sebab, yang dipermasalahkan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) dalam kasus dugaan Korupsi penambangan pasir milik PT Indo Modern Minning Sejahtera (IMMS), adalah salah satunya karena tidak memilik ijin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Pada tahun 2009, Lam Chong San (Warga Negara Tiongkok), selaku Direktur Utama PT Indo Modern Minning Sejahtera (IMMS), memberi kuasa kepada Vita Alfiana, selaku Direku PT IMMS untuk mengajukan permohonan ijin usaha penambangan Eksplorasi galian pasir besi di Desa Tempusari Kabupaten Lumajang seluas 8.495,5 Ha, kepada Pemkab Lumajang. Dan telah mendapat ijin kuasa pertambangan (KP) Eksplorasi dengan Nomor persetujuan 503/01/427.14/2009 tanggal 30 Juni 2008, dengan masa berlaku 1 tahun. Berdasarkan surat Nomor 503/904/427.14/2009 tanggal 25 Agustus 2009. Kemudian Pemkab Lumajang memperpanjang ijin kuasa pertambangan tersebut berlaku selama 3 tahun yakni hingga 30 Juni 2011.
Pada permohonan ijin Kuasa Pertambangan oleh PT IMMS, ternyata tidak didukung atau tidak dilengkapi dengan ijin UKL-ULP (upaya pengelolaan lingkungan – upaya pemantauan lingkungan) yang seharusnya dilampirkan pada permohonan. Namun Pemda Lumajang tetap menerbitkan ijin PK kepada PT IMMS. Untuk memperoleh ijin usaha produksi pertambangan (IUP-OP), Lam Chong San memberi kuasa kepada Vita Alfiana untuk menandatangani perjanjian kerjasama penyusunan dokumen AMDAL penambangan pasir besi di Kabupaten Lumajang, dengan Abdul Rahem Faqih selaku Wakil Direktur CV Lintas Sumberdaya Lestari dengan kontrak kerja senilai Rp 265 juta, dengan tenggang waktu 60 hari kerja.
IUP-OP adalah ijin yang diberikan, setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi operasional produksi yang meliputi, tahapan kegiatan kontruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian termasuk pengangkutan dan penjualan. Dokumen AMDAL yang tediri dari KA-ANDAL (kerangka acuan – analisis dampak lingkungan), ANDAL (analisis dampak lingkungan), RKL (rencana pengelolaan lingkungan), RPL (rencana pemantauan lingkungan) dan RE (Ringkasan Eksekutif), ini diperlukan sebagai salah satu syarat mutlak pengajuan permohonan untuk mendapatkan ijin usaha pertambangan kepada Pemkab Lumajang. Dalam melakukan penyusunan dokumen AMDAL PT IMMS, CV Lintas Sumberdaya Lestari membentuk Tim yang dipimpin oleh Abdul Rahem Faqih. Penyusunan dokumen AMDAL seharusnya disusun berdasarkan peraturan maupun perundang-undangan yang berlaku daiantaranya, UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, PP No 27/1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 8/2006 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
Dalam berita acara hasil rapat koordinasi Tim teknis komisi penilai AMDAL dan penyusun dokumen AMDL PT IMMS, ada kejanggalan. Sebab, Tim sudah bekerja sejak 19 Maret 2010, sementara surat permohonan IUP-OP dari PT IMMS tertanggal 24 Maret 2010, sementara Tim teknis baru dibentuk 26 Maret 2010, sehingga kegiatan Tim tersebut dianggap tidak sah. Selain itu, PT IMMS juga belum memperoleh ijin dari Kementerian terkait pelepasan lahan untuk eksplorasi. Mengingat lahan yang menjadi pertambagan adalah milik perhutani.
Dari kasus ini, penyidik Kejati Jatim hanya menetapkan dua tersangka/terdakwa yang saat ini menjalani proses persidangan. Kedua terdakwa yaitu, Lam Chong San (Warga Negara Tiongkok), selaku Direktur Utama PT Indo Modern Minning Sejahtera (IMMS) dan R. Abdul Ghofur selaku mantan Camat yang juga mantan Kepala Bidang Pengawasan Badan Lingkungan Hidup (Kabid PB-BLH) Lumajang, yang hanya lulusan SMEA.
Padahal, jabatan Kepala Bidang, tidak berwenang untuk menandatangani bahkan mengeluarkan ijin AMDAL untuk PT IMMS atau untuk perusahaan lainnya. Sebab kewenangan itu ada ditangan Kepala Dinas Lingkugan Hidup.
Pada Selasa, 17 Mei 2016, sidang perkara kasus dugaan Korupsi penambangan pasir besi (Galian C) di Desa Bades, Kecamatan Pasirian, Lumajang, Jawa Timur pada tahun 2010 hingga 2014 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 79.829.405.622,5, kembali disidangkan. Persidangan yang digelar di Ruang sidang Candra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, diketuai Majelis Hakim H.R Unggul Warso Murti, dengan agenda pemeriksaan tiga orang saksi yang dihadirkan JPU Lili Lindawati Cs dari Kejati Jatim. Pemeriksaan Ketiga saksi dilakukan terpisah atas permintaan masing-masing PH terdakwa.
Ketiga saksi tersebut yaitu, Kahar (PNS di Dinas Lingkungan Hidup), Agus Rochman Rojak, (PNS di Dinas Lingkungan Hidup) dan Abdul Fatah, mantan saekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lumajang. Dalam kaitannya dengan perijinan AMDL PT IMMS, Kahar, adalah menjabat sebagai Sekretaris Tim Teknik pengkajian Ijin AMDAL, Agus sebagai Tim Teknik, dan Abdul Fatah selaku penanggung jawab. Sementara Ketua Tim Teknik Pengkajian ijin AMDAL dijabat terdakwa. Dalam fakta persidangan, dari keterangan para saksi atas pertanyaan JPU, Penasehat Hukum terdakwa terutama Majelis Hakim terungkap bahwa, ijin AMDAL ditandatangani Bupati Lumajang, As’at (Alm) atas rekomondasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup. Dasar keluarnya ijin AMDAL setelah Bupati Lumajang mengeluarkan ijin kelayakan.
Anehnya, saksi Kahar, selaku sekretaris Tim Teknik AMDAL, tidak punya sertifikasi keahlian dibidang AMDAL. Hal itu diakuinya menjawab pertanyaan JPU Lili. Tapi saksi menjelaskan bahwa tugas Tim Teknik adalah meneliti, mengoreksi dokumen AMDAL PT IMMS. “Ada yang kurang lengkap persyaratan AMDAL tapi lupa apa yang kurang. Dokumen itu dikembalikan untuk diperbaiki dalam waktu 10 hari,” kata saksi Kahar.
Keterangan saksi selanjutnya yakni, Agus Rochman Rojak dihadapan Majelis Hakim menjelaskan, Ijin AMDAL sudah ada sebelum ada ijin dari Perhutani. Namun saksi mengatakan, tidak mengetahui tentang hasil sidang komisi Tim Teknik.
“Bupati mengeluarkan surat kelayakan. Surat kelayakan itu terkait ijin AMDAL. Kalau surat kelayakan tidak dikeluarkan Bupati, Ijin AMDAL tidak akan keluar. Surat kelayakan itu dikeluarkan 2010, saya baca di copy nya,” jawab Agus kepada Ketua Majelis.
Ijin AMDAL PT IMMS Adalah Seijin Pemprov. Jatim
Sementara, keterangan Abdul Fatah, mantan Sekda Kabupaten Lumajang ini menjelaskan, kalau dirinya mengakui sebagai penanggung jawab atas Tim Teknik yang dibentuk oleh Dinas Lingkungan Hidup.
“DKLH membentuk Tim. Wakil Bupati sebagai pembina, Sekda sebagai penanggung jawab, Ketua Kadis, Sekretaris Abdul Ghofur. AMDAL ditandatangani Bupati,” kata Abdul Fatah. Mantan Sekda itu juga menjelaskan bahwa, terkait AMDAL PT IMMS, juga atas persetujuan pemerintah Provinsi, setelah terlebih dahulu dibahas oleh Tim Teknik yang selanjutnya ke Pemerintah Daerah Lumajang. Dari keterangan Abdul Fatah, ternyata keluarnya ijin AMDAL PT IMMS melibatkan beberapa pejabat. Namun, mengapa penyidik Kejati Jatim, hanya menyeret Dua orang saja ?
Usai persidangan, mantan sekda itu mengatakan kepada Media ini, bahwa ijin AMDAL PT IMMS tidak ada masalah tapi lain penilaian Kejaksaan. Hal itu disampaikannya atas pertanyaan wartawan media ini sesaat keluar dari ruang sidang. “Tidak ada masalah. Mungkin penilaian Kejaksaan lain. Tapi kalau menurut saya tidak ada masalah,” jawab Fatah.
Saat ditanya lebih lanjut tentang tanggung jawabnya selaku penanggung jawab, dengan enteng dia mengatakan tidak ada kewajiban untuk turun kelapangan. “Tidak ada kewajiban,” katanya kemudian. Tepisah. Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Jatim, Dandeni Herdiana, saat dihubungi wartawan media ini, terkait dengan tersangka lain dalam kasus PT IMMS, mengatakan, akan ada tersangka lain.
“Akan ada tersangka lain. Siapapun yang turut dalam kasus itu, akan kita usut,” katanya. Namun saat ditanya, apakah termasuk Bupati ? Dandeni berasalan, Bupati As’at sudah meninggal.
Kasus Penambangan Pasir besi di Lumajang, Ibarat Sumber Air di Gurun Pasir,
Yang menarik dalam kasus ini adalah, bahwa kasus penambangan pasir besi di Lumajang ibarat sumber air di gurun pasir. Sebab, aliran dana dari hasil penjualan pasir besi tersebut Rp 650 ribu per tronton dikali 200 hingga 300 tronton perhari atau sekitar Rp 4 hingga 5,8 milliar setiap bulan, yang diduga, “uang setan” tersebut masuk kekantong peribadi beberapa pejabat Pemda Lumajang dan bisa juga hingga ke Pemerintah Provinsi Jawa timur.
Namun penyidikan yang dilakukan oleh Kejati Jatim, ibarat menghadapi “benang layang-layang yang kusut”. Apakah memang sejak awal, bahwa penyidik Kejati Jatim kesulitan untuk menyeret orang-orang dilingkaran terkait perijinan PT IMMS atau, sudah mengetahui namun sengaja diulur ? Atau ada yang terselamatkan karena sudah. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :