Terdakwa Mantan Dirut RSUD Ponorogo |
Hal itulah yang dilakukan R. Indra Priangkasa, SH, MH, selaku Penasehat Hukum (PH) terdakwa drg. Prijo Langgeng Tribinuko, dalam kasus dugaan Korupsi proyek pembangunan RSUD dr.Harjono Sudigtomarto Kabupaten Ponorogo, yang didanai dari sumber anggaran APBD dan APBN sebesar Rp 118 miliar, yang merugikan keuangan negara senilai Rp 3,5 milliar. Sebab, Indra Priangkasa, tak mau kliennya dipenjarakan oleh penegak hukum dengan begitu saja. Karena tuduhan telah melakukan tindak pidana korupsi, sementara surat dakwaan yang dibuat dan dibacakan oleh Tim Jaksa JPU dalam persidangan, dianggap kabur dan juga tidak cermat karena tidak menjelaskan Undang-undang mana yang dilanggar oleh terdakwa.
Hal itu disampaikan Indra Priangkasa, dalam persidangan yang berlangsung diruang sidang Cakra Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yang dipimpin Ketua Majelis Hakim HR. Unggul Warso Murti, dengan agenda pembacaan Eksepsi (keberatan) pada Jumat, 27 Mei 2016.
Indra Priangkasa, dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim membeberkan satu per satu atas surat dakwaan JPU yang dianggap tidak jelas, tidak cermat dan terjadi kesalahan (Error in persona) antara lain, pada halaman 3 dan 4. Dalam dakwaan itu, JPU menyebutkan bahwa, terdakwa drg. Prijo Langgeng Tribinuko, selaku Ketua Tim berdasarkan SK Bupati Ponorogo No 2 thn 2010 tanggal 11 Januari 2010, tentang pembentukan Tim Teknik Kegiatan Pembangunan RS dr.Harjono Sudigtomarto Kabupaten Ponorogo, bertugas untuk ; bertanggungjawab sepenuhnya atas tugas dan wewenang yang diberikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Kesehatan melalui Bupati.
Sementara menurut PH terdakwa bahwa, SK Bupati Ponorogo No 2 thn 2010 tanggal 11 Januari 2010, tentang pembentukan Tim Teknik Kegiatan Pembangunan RS dr.Harjono Sudigtomarto Kabupaten Ponorogo, seolah-olah yang paling bertanggungjawab menurut JPU adalah terdakwa. Padahal, menurut PH terdakwa terkait SK Bupati itu adalah Tim bukan Ketua Tim. Tidak hanya itu. JPU juga dianggap tidak menjelaskan, Undang-undang apa, nomor berapa dan tentang apa yang dilanggar kliennya.
Indra Priangkasa juga menjelaskan bahwa, pembentukan Tim teknik tidak dibentuk oleh Bupati, melainkan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA), yang dalam kasus pembangunan RSUD Kabupaten Ponorogo adalah Yuni Suryadi (terdakwa dalam kasus yang sama), sesuai dengan Perpres 54/2010, pasal 8 angka 2 huruf a
“Kepetusan Bupati Ponorogo, No 2 Thn 2010 tanggal 11 Januari 2010 tentang pengangkatan Tim Teknis menurut hukum, batal demi hukum Dan tidak memiliki kekuatan mengikat,” ucap Indra dalam persidangan.
Indra juga mengungkapkan, dalam Keputusan Bupati Ponorogo tidak menyebutkan secara spesifik Tim Teknis dalam bidang apa. JPU berasumsi bahwa Tim Teknis bertanggungjawa mulai dari perencanaan, pelelangan, pelaksanaan pekerjaan/kontrak dan pengawasan.
“Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tentang pedoman Teknis Pembangunan bangunan gedung negara, tugas Tim Teknis adalah membantu PPK (pejabat pembuat komitmen.red) dibidang administrasi,” beber Indra.
Pada hal, tambah Indra, pelelangan penyedia jasa Kontruksi Pembangunan RS dr.Harjono Sudigtomarto Kabupaten Ponorogo, dilaksanakan oleh PT Duta Graha Indah Tbk (PT DGI) dan Konsultan pengawas oleh PT Indah Karya (PT IK). JPU juga tidak menjelaskan dalam dakwaannya terkait kerugian negara sebesar Rp 3.323.506.234,83 yang sudah dikembalikan oleh PT DGI sebagai pemenang lelang/yang bertanggungjawab.
Usai persidangan, terdakwa Prijo Langgeng Tribinuko yang didampingi PH-Nya Indra Priangkasa, kepada Media ini mengatakan bahwa, Tim Teknis sesuai dengan Perpres 54/2010, dibentuk oleh PA/KPA dan tidak wajib
“Tim Teknis diangkat oleh Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, yang dalam kasus ini adalah dokter Yuni, bukan Bupati. Tim Teknis bisa dibentuk tergantung kebutuhan,” ujar Indra.
Terdakwa menambahkan, kedudukan Tim Teknis hanyalah bersifat membantu PPK. “Saat pengangkatan sebagai Tim Teknis, saya sempat keberatan kepada Bupati. Tapi saat itu Bupati menyampaikan hanya membantu. Sebenarnya Tim Teknis dalam Perpres 54 tahun 2010 tidaklah harus wajib. Bisa ada, dan bisa juga tidak,” kata terdakwa Prijo. Sementara terdakwa Praminto Nugroho, tidak mengajukan Eksepsi. Namun, JPU dan PH terdakwa sepertinya ada kesepakatan agar penahanan Kedua terdakwa dipndahkan ke Lapas Ponorogo. JPU menyalahkan petugas LP Medaeng, Sidoarjo, tempat Kedua terdakwa ditahan sejak minggu lalu, sebab sebelumnya penyidik tidak melakukan penahanan.
Yang menarik dalam kasus ini adalah, penyidikan yang dilakukan oleh Polres Ponorogo yang terkesan lambat. Pada hal, penyidikan awal dilakukan sejak tahun 2013 lalu, oleh penyidik KPK, kemudian melimpahkan ke penyidik Polres Ponorogo untuk yang PNS. Sementara untuk tindak pidana pencucian Uang (TPPU) dalam pelaksana proyek oleh PT DGI, perusahaan dibawah kekuasaan terdakwa/terpidana Nazaruddin, mantan anggota DPR RI dari FPD yang juga mantan Sekretaris Partai Demokrat, maupun Konsultan ditangani oleh KPK.
Namun dalam penyidikan ditangan penyidik Polres Ponorogo “ibarat menyicil atau mengangsur”. Sebab, tahun 2015, penyidik Polres Ponorogo menetapkan dua tersangka, tahun 2016, menetapkan lagi dua tersangka. Apakah hal ini “dilakukan” oleh penyidik Polres maupun Kejari Ponorogo untuk memilah-milah, siapa yang patut dan pantas menjadi tersangka ? Atau memang penyidik Polres maupun Kejari Ponorogo kesulitan untuk menetapkan tersangka ? Atau juga kasus ini akan berakhir hingga tahun 2019 menjelang pemilihan Presiden ?
Sementara, kasus dugaan Korupsi yang mendapat perhatian Khusus dari masyarakat yang ditangani Kejari di bawah tongkat kepemimpinan Maruli Hutagalung, selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, sepertinya kurang mendapat perhatian.
Hal itu bisa jadi, mengingat fokus utama saat ini yang ditangani Kejati Jatim adalah, bagaimana menyeret Ketua Umum Kadin Jatim yang juga Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mattalitti untuk diadili di Pengadilan Tipikor, dalam kasus Korupsi dana hibah Kadin dalam pembelian saham IPO Bank Jatim pada tahun 2012 lalu, sebesar Rp 5,3 milliar, walaupun Kejati telah mengalami Tiga kali kekalahan dalam sidang Praperadilan terkait Sprindik penetapan La Nyalla sebagai tersangka. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :