0
Saksi Ahli dari BPKP Perwakilan Jawa Timur saat di Persidangan
Surabaya – Sidang perkara kasus dugaan Korupsi dana hibah Pilgub Jatim 2013 lalu sebesar Rp 142 M, yang merugikan keuangan negara sejumlah 5,6 milliar rupiah, kembali di gelar di Pengadilan Tipikor Surabaya pada, Selasa, 20 September 2016.
Dalam Jilid II ini, JPU menyeret Tiga terdakwa antara lain, Sufyanto (Ketua Bawaslu) dan dua komisioner lainnya yakni, Sri Sugeng dan Andreas Pardede, dengan kerugian Negara sebesar Rp 239 juta. Sementara dalam Jilid I, JPU Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur (Kejati Jatim) menyeret 4 terdakwa yakni, Amru (Sekretris), Gatot, Anang Kusaeri dan Indriono (penyedia jasa) yang semuanya sudah di Vonis. Dan 3 tersangka lainnya, masih dibebaskan penyidik Polda Jatim dan belum jelas statusnya kapan akan disidangakan oleh Jaksa. 

Dalam sidang kali ini, JPU menghadirkan saksi ahli dari BPKP Perwakilan Jatim. Saksi inilah, yang membantu penyidik menghitung kembali atas terjadinya kerugian Negara dari danah hibah NPHD APBD Jatim untuk penyelenggaraan Pilgub Jatim tahun 2013 lalu. Dalam pengitungan BPKP pada Jilid I, kerugian Negara sejumlah 5,6 milliar berdasarkan bukti-bukti yang sudah disita penyidik Polda Jatim. Aneh, setelah ada hasil penghitungan kerugian Negara, muncul kembali kerugian Negara sebesar Rp 239 juta yang ditimbulkan oleh ketiga terdakwa. Namun bukti kwitansi yang ditunjukkan penyidik ke BPKP adalah kwitansi yang sudah dihitung dalam Jilid I. Hal itu terungkap di persidangan berdasarkan keterangan saksi ahli BPKP setelah dipertanyakkan Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Suryono Pane, dkk.

Saksi ahli dari BPKP dimaksud ialah R. Wahyudi, yang saat ini bertugas di BPKP Ambon. Dihadapan Majelis Hakim yang di Ketuai Hakim HR. Unggul, saksi menjelaskan, bahwa kerugian Negara sejumlah 239 juta atas biaya perjalanan dinas terdakwa yang tidak dapat dipertanggung jawabkan dan dari hasil pengembagan penyidik polda. Ahl BPKP ini juga mengatakan melihat kwitansi yang ditunjukkan oleh penyidik.

R. Wahyudi, selaku Ahli dari BPKP yang melukan penghitungan setelah menerima data-data dari penyidik tidak melakukan konfirmasi kepada terdakwa dengan alasan karena keterbatasan waktu. Namun dia mengakui, dalam kasus Jilid II ini, saksi ahli menjelaskan, dia diminta oleh penyidik memberikan pendapat terkait kwitansi yang disita penyidik. Penjelasan ahl dari BPKP ini malah membuat tim PH terdakwa mendesak dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang dianggap tim PH terdakwa banyak kejanggalan.

Diantaranya, ahli ini tidak melakukan konfirmasi ke pemberi hibah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jatim. Karena memang belum ada audit yang dilakukan oleh Inpektorat. Terkait dana perjalanan dinas yang dipergunakan Bawaslu dalam tahapan pilgub, sudah di SPJ kan.

Persidangan semakin memanas, saat tim PH terakwa menanyakkan hasil audit BPKP sebelumnya, dan saran yang dianjurkan oleh BPKP sendiri kepada Bawaslu. Karena dari hasil audit yang dilakukan BPKP adalah atas atas permintaan Amru, selaku Sekretaris Bawaslu sebelum ada penyidikan dilakukan Polda, tanggal 25 Juli 2013. Dalam hasil audit tersebut, BPKP menyarankan kepada Ketua Bawaslu Provinsi Jatim, agar mengintruksikan kepada Sekretaris Bawaslu untuk ; Melaporkan kembali kepada Gubernur jtim tahun 2013, sesuai dengan hasil reviu and melaporkan kepada aparat penegak hukum. Namun hal itu dibantah  saksi ahli dari BPKP ini.

“Saya yakin itu tidak ada,” katanya percaya diri. Bahkan sebelumnya, tim PH terdakwa termasuk Ketua Majelis Hakim, memerintahkan kepada Ahli, untuk dating pada sidang berikutnya dengan membawa dokumen-dokumen penting diantaranya, surat tugas terkait permintaan penyidik Polda pada dirinya untuk diminta pendapat dan bukti tanda tangan para terdakwa di kertas kerja saksi shli ini. Namun ahli beralasan karena dia sudah di Ambon. Ketua Majelis Hakim memerintahkannya untuk mengirimkannya melalui Pos kepada JPU dan akan disidangkan pada persidangan berikutnya.

Sementara pada sidang minggu lalu, saat JPU menghadirkan terdakwa Amru, mantan Sekretaris Bawaslu sebagai saksi dipersidangan sudah menjelaskan terkait hasil laporan BPKP sebelum kasus ini dilaporkan ke Polda Jatim. Dalam persidangan, Amru mengatakan kalau dirinya merasa diperlakukan tidak adil bahkan merasa dizolimi.

Tindakan yang dilakukan oleh Amru, meminta BPKP untuk melakukan audit adalah, untuk mengamankan keuangan Negara. Alasan, karena bendahara terbukti tidak dapat  mempertanggungjawabkan keuangan negara sebesar Rp 3.702.084.546,00 hasil audit BPKP Perwakilan Jatim Nomor : 966/PW13/2/2014 tanggal 25 Juli 2014, setelah bendahara pengeluaran melarikan diri selama 8 bulan. Namun pada kenyataanya, terdakwa sendiri terjerat oleh kwitansi. Sementara yang diserahkan bendahara ke polda jatim adalah kwitansi sementara yang sudah di SPJ dan tidak berlaku lagi.

Menjawab pertanyaan JPU terkait proses penandatanganan NPHD antara Pemrov Jatim dengan Bawaslu Jatim, saksi menjelaskan saat itu, bahwa ketia dirinya ke Bawaslu Jatim pada akhir Desember 2012, proses penandatangan NPHD sudah berjalan, yang ditanda tanagani oleh Kepala Biro Adminsitrasi Pemerintahan Umum, Drs. Suprayitno, sebagai pihak kesatu dan pemberi hibah dengan Ketua Bawaslu Prov. Jawa Timur Sufyanto, selaku pihak kedua dan penerima hibah

Terkait tahapan Pilgub 2013, Saksi Amru menjelaskan dihadapan Majelelis, sesuai keputusan KPU Jatim No: 11/kpts/KPU-Prov-014/2013 tentang perubahan atas keputusan KPU Nomor 02/kpts-/KPU-Prov014/2013 tentang tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Jatim tahun 2013, di mulai sejak 2 januari tahun 2013. Naskah NPHD yang ditandatangani tanggal 5 Maret 2013, saksi menjelaskan bahwa, penandatanganan NPHD tanggal 5 Maret 2013 karena adanya pembahasan teknis antara Pemrov Jatim (Pemberi Hibah), Bawaslu (Penerima hibah) dengan Komisi A DPRD Jatim, terkait penghitungan kembali besaran honor untuk KPU, Polda dan Kodam V Brawijaya, sedangkan di Bawaslu sudah fix.


Sementara Pengeluaran Dana Untuk Perjalanan Dinas Sudah Di SPJ


Menjawab pertanyaan JPU terkait, boleh tidaknya anggaran dipergunakan untuk membayar kegiatan yang dimulai Januari 2013 sementara NPHD baru ditandatangani tanggal 5 Maret 2013 ? Saksi  Amru menjelaskan, bahwa penadatanganan NPHD yang tertunda tidak menghalangi pembayaran mulai januari 2013, karena untuk kegiatan pemilihana gubernur dan wakil gubernur tahun 2013, anggaran sudah tersedia untuk semua tahapan selama 9 bulan ditambah 3 bulan untuk penyiapan laporan pertanggungjawaban keuangan.

Terkait kwitansi yang ditunjukkan JPU di hadapan Majelis Hakim saat itu, Amru mengatakan bahwa, kwitansi tersebut sudah di SPJkan dan sudah tidak berlaku lagi.

mendengar keterangan Amru terkait kwitansi yang sudah di SPJ kan, Majelis Hakim menanyakkan Amru, keberadaan SPJ dimaksud. Amru pun mengatakan bahwa SPJ tersebut seharusnya ada di Inspektorat.

“Seharusnya ada di Inspektorat Provinsi Jawa Timur, diperlukan untuk kebutuhan audit. Namun Direskrimsus Polda Jatim menghentikan audit Inspektorat tersebut. Sehingga berkas SPJ dikembalikan lagi ke bawaslu dan saya simpan di lemari ruangan saya dalam keadaan terkunci.
Namun ketika saya sudah ditahan, Polda Jawa Timur melakukan penggeledahan dan membawa semua dokumen tersebut,” jawab Amru.

Mendengar penjelasan saksi Amru, Ketua Majelis Hakim menanyakan JPU, apakah tahu bahwa SPJ-nya sudah ada ?. JPU menjawab tidak tahu menahu tentang hal ini.

“Mengapa tidak menempuh pra pradilan,” tanya Ketua Majelis, namun dijawab saksi Amru, tidak mengerti proses hokum.

Terkait pertanyaan Ketua Majelis Hakim, atas tindakan yang sduah saksi lalukan. Amru menjelaskan, sudah melakukan pengendalian dan teguran lisan, tertulis dan meminta BPKP untuk melakukan audit atas bendahara yang tidak membuat pembukuan serta melarikan diri.

“Satu bulan sejak dana cair, langsung memerintahkan Koordinator Keuangan yang berfunsi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen untuk melakukan pemeriksaan brangkas, namun bendahara ternayata tidak membuat pembukuan. Saya kemudian mengeluarkan nota dinas untuk memberi peringatan, dan nota dinas tersebut dilakukan sampai 11 kali, kemudian memeriksa secara paksa 2 kali sampai akhirnya mengambil alih brangkas, karena posisi keuangan sudah membahayakan,” kata Amru kepada Majelis

Masih menurut Amru. Setelah bendahara menghilang atau melarikan diri, saksi mengeluarkan 3 kali surat peringatan keras agar segera masuk kantor dan menyelesaikan pertanggungjawaban keuangan. Namun semua itu tidak digubris. Akhirnya saksi setelah berkonsultasi dengan Ketua Bawaslu, mengembalikan sisa anggaran yang ada di brangkas dengan memanggil Bank Jatim dan melakukan penghitungan disaksikan seluruh Kasubag dan staf Keuangan.

“Setelah keluar hasil review BPKP, yang isinya menyarankan kepada Bawaslu untuk melaporkan kembali kepada Bapak Gubernur, karena surat Ketua Bawaslu yang menyampaikan rekapitulasi penggunaan dana hibah kepada Sekdaprov Jatim tidak valid. Saran kedua BPKP yaitu, agar melaporkan bendahara pengeluran kepada pihak berwajib terkait menghilangnya bendaha pengeluaran, dan sudah melaporkan ke BKD Provinsi,” jelas Amru.

Usai persidangan, salah satu PH terdakwa, Suryono Pane, terkait keterangan saksi ahli dari BPKP dalam persidangan megatakan akan melaporkan ke pihak Kepolisian. “Kita akan laporkan, karena itu keterangan palsu yang di sumpah dalam persidangan. Dia ngotot mengatakan tidak ada saran dari hasil audit BPKP atas permintaan Amru. Jadi biar Amru yang melaporkan,: kata Pane.

Namun niat PH terdakwa ataupun terdakwa sendiri untuk melaporkan R. Wahyudi, saksi ahli dari BPKP sesuai fakta persidanan pada Selasa, 20 September 2016 ke pihak Kepolisian, bias jadi akan terkendala. Mengingat BPKP telah membantu penyidik Polda Jatim untuk menghitung kerugian Negara dan kemudian menentukan para nasib terdakwa terseret ke Pengadilan Korupsi. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top