Tiga Terdakwa Korupsi Divonis 4 Tahun, Wali Kota Batu “Khawatir”
Surabaya, bk – Wali Kota Batu Eddy Rumpoko dan Kepala Inspektorat Susetya Herawan, kemungkinan tak “bisa tidur nyenyak”, setelah Uddy Syaifudin, Santonio dan Samsul Bahri divonis Majelis Hakim Tipikor pada, Jumat, 29 April 2016.
Pasalnya, nama Eddy Rumpoko, Susetya Herawan dan dua staf Pemkot Kota Batu, disebut dalam putusan Majelis Hakim Tipikor, turut bersama-sama dengan Uddy Syaifudin, Santonio dan Samsul Bahri “melakukan” kegiatan promosi pariwisata (Road Show) Kota Batu ke Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada tahun 2014 lalu, yang menelan anggaran sebesar Rp 3,7 M, bersumber dari APBD Pemkot Batu. Kegiatan yang didanai dari uang rakyat itu, menimbulkan adanya kerugian keuangan negara senilai Rp 1,3 milliar, berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara (HPKN) yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Timur.
Anehnya, pada saat penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Batu melakukan penyidikan hingga ke persidangan, saat JPU membacakan surat dakwaan maupun surat tuntutan untuk tiga terdakwa (Uddy Syaifudin, Santonio dan Muhammat Samsul Bahri), nama Eddy Rumpoko dan Susetya Herawan, tidak disebutkan ikut bertanggung jawab terkait kegiatan yang berakibat adanya kerugian keuangan negara, dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Batu, senilai Rp 1,3 M.
Apakah rumor yang beredar benar bahwa, Kejari Kota Batu tidak akan berani memeriksa Eddy Rumpoko sebagai tersangka dalam kasus dugaan Korupsi promosi pariwisata (Road Show) Kota Batu ke Kota Balikpapan, Kalimantan pada tahun 2014 lalu? Bila memperhatikan dalam surat dakwaan maupun surat tuntutan JPU, bahwa kedua penjabat itu hanya sebagai saksi biasa dalam persidangan. Apakah hal ini yang selalu “ditutup-tutupi” JPU saat wartawan media ini hendak minta tanggapannya namun selalu menghindar. Bahkan setelah persidangan pembacaan putusan pun, JPU tidak jelas menanggapi, apakah akan memeriksa dan meminta pertanggung jawaban hukum kepada Wali Kota Batu sesuai dalam putusan Majelis Hakim Tipikor ?
Tak heran, bila istri terdakwa Santonio selaku pelaksana Road Show “menantang” JPU, apakah berani memanggil Eddy Rumpoko ? “Berani nggak memanggil Eddy Rumpoko ? Nggak akan berani, mungkin sudah disogok, mana berani memanggil,” kata istri terdakwa Santiono. Perkataan itu membuat 3 Jaksa dari Kejari Batu marah dan membentak bahkan mengancam istri terdakwa akan dimasukkan bersama sang suaminya. Keributan itu berlangsung kurang lebih 5 menit diluar sidang. Hingga akhirnya, istri terdakwa meminta maaf.
Kemarahan istri terdakwa Santonio, bukan tanpa alasan. Sebab, penyidik Kejari Batu sejak awal, tidak memeriksa Eddy Rumpoko. Karena, adanya kegiatan dan anggaran tersebut, berdasarkan SK Wali Kota Batu.
Sementara, ketiga terdakwa yang sudah divonis yaitu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Uddy Syaifudin, Pelaksana (EO), Santonio dan Pengguna Anggaran yang juga Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (PA/BPMPT) Kota Batu, Muhammat Samsul Bahri.
Ketiganya divonis masing-masing 4 tahun, denda sebesar 200 juta rupiah, subsidair 3 bulan kurungan. Dua dari tiga terdakwa dihukum pidana tambahan berupa pengembalian uang pengganti sebesar Rp 223.750.000 untuk terdakwa Santonio dan Rp 413.587.500, untuk terdakwa Muhammad Samsul Bahri. Sementara untuk terdakwa Uddy Syaifudin, tidak ada pidana tambahan, dalam perkara masing-masing terpisah.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa, Uddy Syaifudin hanya dijadikan alat oleh Wali Kota Batu. Sementara pertimbangan Majelis Hakim untuk terdakwa Santonio, terkait keuntungan terdakwa dari kegiatan tersebut sebesar 20%, yang seharusnya menurut Majelis Hakim, hanya 10% dari anggaran kegiatan yang diterimanya sebesar Rp 2,6 milliar. Sehingga keuntungan 10% itulah yang wajib dikembalikan.
Berbeda dengan terdakwa Muhammad Samsul Bahri. Dalam pertimbangan Majelis Hakim, terdakwa selaku Pengguna Anggaran tidak mematuhi Perpres 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa. Sebab dalam kegiatan tersebut tidak dilakukan melalui lelang terbuka melainkan secara Swakelola. Tidak membentuk PPKm (Pejabat Pembuat Komitmen) dan PPHP (Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan).
Tidak hanya disitu saja, dari anggaran tersebut, terdakwa mengambil uang sebesar Rp 413.587.500 dengan alasan meminjam. Namun hingga saat ini, terdakwa tidak membayar dan tidak dapat mempertanggung jawabkan.
“Menghukum terdakwa Muhammad Samsul Bahri. Menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 4 tahun denda sebesar Rp 50 juta, apa bila tidak dibayar diganti kurungan selama 3 bulan. Menghukum terdakwa untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 413.587.500. Apa bila tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta terdakwa akan dirampas oleh Jaksa untuk dilelang. Apa bila tidak harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim Hakim HR. Unggul Warso Murti.
Ketiga terdakwa ini, sama-sama dijerat dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-undang Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Putusan Majelis Hakim ini berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang tidak “masuk akal”. Sebab, anggaran yang depergunakan sebesar Rp 3,7 M, dan kerugian negara berdasarkan hasil penghitungan BPKP senilai Rp 1,3 M. Namun dalam tuntutan Jaksa, terdakwa dituntut untuk mengembalikan kerugian negara sebesar jumlah anggaran. Dan total ancaman Pidan Penjara yang tuntut oleh JPU pun kepada Ketiga terdakwa selama 11 tahun penjara, dengan rincian, pidana ookok 7 tahun penjara, subsidair denda 6 bulan dan pidana tambahan 3 tahun 6 bulan.
Dari putusan Majelis Hakim tersebut, total kerugian negara sebesar Rp 1,3 M, baru Rp 637.337.000 yang dibebankan kepada dua terdakwa. Lalu sisanya kemana dan siapa yang bertanggung jawab? Sementara dalam putusan Majelis Hakim menyatakan, Barang Bukti No 24 sampai dengan 28, dikembalikan kepada Jaksa untuk perkara lain. Perkara yang mana ? Apakah untuk Dua Pejabat Pemkot Batu yakni Eddy Rumpoko dan Susetya Herawan seperti yang disebutkan Majelis Hakim?
Seperti yang diberitakan sebelumnya, ketiga terdakwa terseret dalam kasus Korupsi promosi pariwisata (Road Show) Kota Batu ke Kota Balikpapan, Kalimantan pada tahun 2014 lalu, dengan anggaran sebesar Rp 3,7 M yang bersumber dari APBD Pemkot Batu. Dari kegiatan tersebut, menimbulkan adanya kerugian keuagan negara Senilai Rp 1,7 milliar berdasarkan hasil penghitungan kerugian negara (HPKN) yang dilakukan oleh BPKP Perwakilan Jawa Timur.
Pada Desember 2013 lalu, Pemerintah Kota Batu telah mengesahkan APBD tahun 2014. Salah satu poin yang dianggarkan adalah, untuk penyelenggaraan pameran investasi senilai sebesar Rp 156 juta lebih, dengan output sebanyak 7 kegiatan pameran. Pada Juni 2014, Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) mengajukan permohonan proposal kegiatan. Kemudian, pada 16 Juni 2014, muncul nota kesepakatan Memorandum Of Understanding (MoU) antara Pemerintah Kota Batu dengan Ketua Badan Pimpinan Cabang PHRI Kota Batu dengan Nomor surat, No. 180/10/MoU/BPC-PHRI/Batu 2014.
Pada tanggal 27 Juni 2014, Wali Kota Batu menerbitkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota No. 180/236/Kep 422.012/2014 tentang penunjukan BPM untuk melakukan kerjasama dengan PHRI Cabang Kota Batu 2014. Pada Oktober 2014, Wali Kota Batu menetapkan keputusan tentang penyelenggaraan kegiatan promosi dan kerjasama investasi Shining Batu Investment Exibition 2014. Anggaran APBD yang semula Rp. 156.490.000 berubah menjadi sebesar Rp. 3.740.000.000 untuk satu output kegiatan pameran. Namun dalam pelaksanannya, penggunaan anggaran tersebut, tidak sesuai dengan peruntukannya hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,7 milliar. Akibatnya, para terdakwa pun dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :