0


Surabaya, bk – Senin, 5 Desember 2016, atau sehari sebelum peridangan kasus dugaan Korupsi dengan terdakwa Dahlan Iskan, digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jalan Raya Juanda langit diatas Kota Pahlawan Khususnya di Juanda mendung dan guyur hujan hingga amalm hari.

Namun pada Selasa, 6 Desember 2016, langit di Kota Surabaya Khususnya di atas gedung Pengdilan Tipikor berubah menjadi sejuk, seakan alam berpihak kepada semua pihak, agar dapat menyaksikan jalannya persidangan dengan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejasaan Negeri (Kejari) Surabaya bersama dengan JPU dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, setelah seminggu sebelumnya ditunda, karena terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT Panca Wira Usaha (PWU) itu mengatakan kepada Majelis Hakim, belum menerima dakwaan secara lengkap.

Tertundanya persidangan pada minggu lalu, karena terdakwa belum menunjuk Penasehat Hukum (PH) untuk mendampinginya dalam persidangan. Kali ini, mantan “peguasa” alias mantan Meneteri BUMN ini pun sudah didampingi mantan Menteri di era Presiden (alm) Gus Dur, yakni Prof. Yusril Ihza Mahendra bersama 16 orang lainnya yang tergabung dalam timnya. Tak tanggung-tanggung, mantan Menteri Pertahanan di era Presiden (alm) Gus Dur, yang juga mantan Ketua Mahkamah Konsitusi (MK), Prof. Mahfud MD, hadir bersama puluhan pendukung terdakwa di gedung pengadil orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi itu.

Dalam persidangan dihadapan Majelis hakim, JPU dari Kejari Surabaya dan JPU dari Kejati Jatim, secara bergantian membacakan surat dakwaannya kepada terdakwa mantan Dirut PT PWU itu. Dalam surat dakwaannya, JPU menyatakan bahwa, pelepasan asset daerah Provinsi Jawa Timur yang terletak di Kediri dan Tulungangung, tidak sesuai dengan perundang-undangan maupun sistim pelepasan asset. JPU menyebutkan, pelepasan asset Pemprov Jatim yang dilakukan oleh terdakwa bersama dengan Wisnu Wardhana, selaku Ketua Tim pelepasan asset, tanpa ada persetujuan dari DPRD Provinsi Jawa Timur.

Tidak hanya itu. JPU juga menyatakan dalam surat dakwaannya, bahwa pelepasan asset jauh dibawah NJOP (nilai jual opjek pajak), tidak melibatkan lembaga penafsir harga atau appraisal. Sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 11,070 milliar.

“Perbuatan terdakwa, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ucap JPU. Selain terdakwa dijerat pasal 2 UU Korupsi tentang perbuatan melawan hukum, JPU juga menjeratnya dengan pasal 3 UU Korupsi tentang, penyalahgunaan jabatan atau kewenagannya sebagai Dirut PT PWU.

Atas surat dakwaan JPU tersebut, keluhan terdakwa kali ini pun berbeda dengan minggu lalu. Kalau pada minggu lalau terdakwa mengeluhkan, belum menerima surat dakwaan secara lengkap termasuk BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Kali ini, terdakwa mengatakan, memahami sebahagian bahkan seluruh surat dakwaan Jaksa. Tetapi, mantan Dirut PT PLN ini juga mengatakan, kalau dirinya tidak menerima seluruh surat dakwaan Jaksa yang dituduhkan kepadanya.

“Saya memahami sebahagian atau seluruh dakwaan Jaksa. Tetapi saya tidak menerima, saya menolak seluruh surat dakwaan Jaksa. Saya tau kalau surat dakwaan itu dibuat tergopoh-gopoh karena ada sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri,” kata terakwa, yang selama persidangan, terlihat sepertinya tidak tenag duduk di kursi terdakwa.

Hal itu disampaikan terdakwa menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim, apakah terdakwasudah mengerti atau memahami surat dakwaa Jaksa Penuntut Umum. Sehingga terdakwa dipersilahkan untuk berdiskusi dengan tim Penasehat Hukumnya yang di Ketuai Prof. Yusril Ihza Mahendra.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top