0
Mulyono, PH terdakwa H. Syamsi, Ketua Yayasan MI Al-Hidayah.
Surabaya, bk – Tak Satu pun terdakwa yang menerima begitu saja, saat dirinya dituduh melakukan Tindak Pidana Korupsi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU),  dihadapan Majelis Hakim, sehingga berbagai upaya akan dilakukan agar bisa terbebas dari jeratan hukum.

Diantaranya H. Syamsi,Ketua Yayasan MI (Madrasah Ibtidaiyah) Al-Hidayah. Oleh JPU Andhi Ardhani, SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak, Dia (Syamsi) dituduh melukan Tindak Pidana Korupsi dana BOS dan BOPDA bersama Masykuri, selaku Kepala Sekolah di Yayasan miliknya.

Masykuri, sudah terlebih dahulu menempati salah satu Blok di Rutan Medaeng, setelah di Vonis terbukti bersalah melakukan tindak pidana Korupsi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan Bantuan Operasional Daerah (Bopda) serta bantuan siswa miskin tahun 2014, sebesar Rp 482.829.000. dan saat ini giliran H. Syamsi di Adili di Pengadilan Tipikor.

Karena tak mau dituduh Korupsi, Syamsi pun melakukan upaya hukum dengan cara menyampaikan keberatan (Eksepsi) kepada Majelis Hakim. Dan berharap agar keberatannya diterima dan kemudian bebas dari tuduhan itu. Namun, keputusan tetaplah ditangan Majelis Hakim, apakah terdakwa benar melakukan seperti apa yang didakwakan oleh JPU. Sehingga perlu pembuktian. Untuk pembuktian itu, Majelis Hakim akhirnya menolak keberatan terdakwa.

Kamis, 29 Desember 2016, Majelis Hakim membacakan surat putusan sela. Yang dalam putusannya menyatakan, Majelis Hakim menolak keberatan terdakwa dan memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan saksi dan barang bukti dalam persidangan.

“Bagaimana sudara Jaksa, sudah siap saksinya ?,” Tanya Majelis, yang di jawab JPU belum dan meminta waktu kepada Majelis Hakim untuk memberikan waktu seminggu.

Dalam persidangan sebelumnyam, JPU membeberkan perbuatan H. Syamsidan bersama-sama dengan Masykuri, menyalahgunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Daerah (Bopda) tahun 2014 yang totalnya sebesar Rp 1,5 milliar. Dana tersebut seharusnya untuk para siswa/I di Yayasan milik terdakwa. Namun faktanya tidak demikian.

JPU pun merinci perbuatan terdakwa. Pada tahun 2013, Yayasan Al – Hidayah menerima dan BOS dan BOPDA sebesar Rp 511 juta dan 2014 Rp 535 juta. Selain BOS dan BOPDA, ada juga bantuan untuk siswa miskin dari Kementerian Agama melalui Departemen Agama Provinsi Jawa Timur, sebesar Rp 284 juta

Anehnya, dana dari APBN (BOS) dan APBD (BOPDA) yang seharusnya disalurkan utuk pendidikan siswa/I di Yayasan Al-Hidayah, justru dinikamti oleh Kedua terdakwa dengan cara, Ketua Yayasan merangkap menjadi Kepala Keamanan. Selain terdakwa Syamsi, juga pegawai di Yayasan tersebut, ada yang merangkap jabatan agar memperoleh gaji yang dambil dari BOS dan BOPDA serta pembelian sebuah rumah dinas.

Hal itu tertuang dalam laporan pertanggung jawaban penggunaan dana BOS dan BOPDA, yang dibuat oleh terdakwa Masykuri, selaku Kepala Sekolah, seperti yang di beberkan JPU dihadapan Majleis Hakim

Sementara menurut Mulyono, selaku Penasehat Hukum (PH) terdakwa, kepad Media ini menjelaskanyang didakwakan oleh JPU tidak punya bukti. Mulyono menjelaskan, bahwa bukti-bukti yang dimiliki JPU adalah semua berupa foto copy tidak ada aslinya.

“Pasal 184 KUHP, minimal dua barang/alat bukti yang sah. Ini semua hanya foto copy tidak ada aslnya,” ungkap Mulyono

Saat ditanya, mengapa tidak melakukan upaya hokum Praperadilan terkait barang bukti yang hanya berupa foto copy. Mulyono menjelaskan bahwa, PH terdakwa saat penyidikan bukanlah dirinya.

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top