Surabaya, bk – Satu per Satu, para korban dari “permainan mafia” proyek pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Madiun tahun lalu, yang menelan anggaran sebesar Rp 29 M, bersaksi di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Setelah pada persidangan minggu lalu, JPU mengahadirkan saksi Samin, selaku sub kontrak yang menerima pekerjaan dari Shonaji untuk mengerjakan bagian Mekanical dan elktrikal (instlasi listrik dan AC), dengan nilai kontrak sebesar Rp 650 juta dan belum dibayar lunas dan saksi Abdul Muis, yang juga sub kontrak, menerima pekerjaan dari Shonaji dan Aditya, untuk pekerjaan bagian plafon, kusen dan kalpalum dan nasibnya pun sama dengan Samin.
Kali ini, Kamis, 15 Desember 2016, JPU dari Kejari Madiun, kembali menghadirkan korban dari “permainan mafia” proyek pembangunan gedung DPRD Kota Madiun yaitu, Indra Irmawan, selaku Suplayer Granit dan Heri Supriyono, yang mengerjakan bagian pemasangan Pipa. Sementara Dua saksi lainnya yakni, Moh. Ramadani, selaku Ketua Tim Konsultan dari PT Parigraha Konsultan dan Agus Sulaksono yang juga pegawai PT Parigraha.
Di hadapan Majelis Hakim yang di Ketua Mateus Samiaji, Indra Irmawan, yang menerima PO (Pesanan Order) dari Shonaji dengan nilai sebesar Rp 779 juta dan belum dibayar sama sekali. Indra menceritakan, kalau dirinya mengenal Iwan Suwasana (pegawai PT Parigraha). Lalu Iwan Suwasana, mengenalkan Indra ke Shonaji dan Kaiseng.
“PO nya dari Shonaji. Saya kenal Iwan Suwasana. kenal Shonaji dan Kaiseng karena dikelakan Iwan. Saya disuruh berhubungan dengan Shonaji, PT nya Aneka Jasa Pembangunan(AJP), yang tanda tangan Shonaji. Iwan Suwasana setahu saya Konsultan. Tapi dalam pekerjaan ini (Pembangunan gedung DPRD.red), saya tidak tau,” kata Indra.
Sementara saksi Heri Supriyono mengatakan, kalau dirinya awalnya hanya membantu kakaknya Samin, yang mengerjakan bagian Mekanical dan Elektrikal. Namun akhirnya dia (Heri) menerima pekerjaan dari Shonaji untuk pekerjaan pemasangan Pipa, dengan nilai kontrak sekitar Rp 600 juta lebih dan sebahagian belum dilunasi.
“Awalnya saya membantu kakak saya, Samin, untuk mengerjakan bagian Mekanical dan Elektrical. Namun dalam perjalannya, saya mendapat pekerjaan pemasangan perpipaan, dengan nilai Enam ratus sekian (Rp 600 juta…),” kata Heri.
Dan keterangan Heri inilah yang membuka “tabir” kebobrokan pembangunan gedung DPRD Kota Madiun, yang menghantarkan Sekretaris DPRD, Agus Sugijanto, selaku PPKm sekaligus sebagai KPA, Widi Santoso, PPTK yang menjabat selaku Kasubag Sekwan, Aditya Nerviadi, Manager Proyek PT AJP, Sumanto, Direktur Manajemen Kontruksi (MK) PT Parigraha Consultant, Iwan Suwasana, Staf PT. Parigraha Consultant, ke balik jeruji besi alias penjara. Sementara Kaiseng dan Moch. Shonhaji, selaku pelaksana proyek, masuk dalam daftar pencaharian orang (DPO).
Kepada Majelis Hakim, Heri Supriyono menjelaskan bahwa, RAB dalam dokumen proyek gedung Dewan tersebut ada yang dobel atau ganda. Dalam dokumen tercantum bahan yang harus dipasang nilainya mahal. Anehnya, yang dipasang justru nilainya lebih murah. Dan ini terdapat dalam RAB Mekanical dan Elektrical maupun pemasangan Pipa.
“Alasannya akan masuk dalam pekerjaan tambahan. Saya dikenalkan Iwan ke Agus, Sekwan. Saya diminta untuk memasang Stop kontak lantai tapi tidak ada di SPK. Itu katanya akan dimasukkan dalam pekerjaan tambahan. Kalau pipa, ada gambar sambil jalan direvisi. Gambar dari Fuat sebagai tukang gambar. RAB nya ada yang dobel, kalau yang asli saya nggak pernah lihat. Di RAB kwalitasnya bagus tapi yang disuruh pasang pipa PVC yang lebih murah,” ungkap saksi Heri.
Dari keterangan Heri Supriyono ini, ada dugaan bahwa proyek pembangunan gedung DPRD Kota Madiun, sudah direkayasa oleh para “mafia” sebelum dikerjakan atau sebelum di lelang.
Pada proses lelang, peserta hanya Satu dari 20 pendaftar, yaitu PT AJP yang dokumennya dipinjam oleh Iwan Suwasana kepada Hedi Karnowo selalu Direktru PT AJP tanpa perjanjian apapun. Memang, dokumen kontrak ditandatangani oleh Hedi Karnowo.
Anehnya, pada saat pengumuman pemenang lelang yang hanya PT AJP dengan nilai penawaran sebesar Rp 29 M dari HPS Rp 31 M dari total anggaran Rp 32 M, PPKm sekaligus selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPRD, tidak pernah melakukan negoisasi atau menemui Hedi Karnowo selaku Direktur PT AJP. Jangankan menemui, mengirim surat terkait PT AJP selaku pemenang lelang yang akan mengerjakan Proyek gedung DPRD tersebut tidak pernah sama sekali, kecuali pada tanggal 19 Pebruari 2016 saat pemutusan kontrak kerja antara PPKm dengan PT AJP.
Lalu degan siapa PPKm/KPA berhungan ? pada hal, secara administrasi semua dokumen terkait pekerjaan proyek pembangunan gedung DPRD harusnya ditanda tangani oleh Hedi Karnowo. Anehnya, proyek tersebut dikendalikan oleh Kaiseng, Shonaji, Iwan Suwasana dan Aditya. Inilah yang terungkap dalam persidangan yang berlangsung sebelumnya.
Hal ini seperti yang dibenarkan Hedi Karnowo yang didampingi Penasehat Hukumnya, DR. Abdul Salam, yang juga Ketua Peradi Surabaya, kepada media ini. “Saya tidak pernah berurusan dengan PPKm atau menerima surat apapun. Saya hanya menerima surat sekali pada saat pemutusan kontrak kerja pada tanggal 19 Pebruari,” kata Hedi
Sementara data yang diterima wartawan media ini menyebutkan bahwa, uang muka sebesar 20% dari anggaran atau sebesar Rp 5 milliar dari Rp 29 milliar yang telah dicairkan melalui rekening PT AJP, langsung ditransfer kembali oleh Hedi Karnowo ke rekening Iwan Suawasan. Dan uang tersebut diserahkan ke “panitia lelang”. Disinilah “biang kerok” permasalahan tidak selesainya pekerjaan pembangunan geduang DPRD karena pelaksana yaitu Shonaji dan Kaiseng tidak punya dana.
Terkait hal ini, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Madiun justru tidak mengetauinya. “Benar nih. Kenapa nggak disampaikan ke penyidik ?,” kata Kasi Pidsus Kejari Madiun, Kamis, 15 Desember 2016. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :