0
Surabaya, bk – Tak banyak terdakwa kasus pidana Korupsi, yang dijatuhi hukuman pidana penjara selama puluhan tahun, tetapi tetap terlihat tenang dan berjiwa gentlemen, seperti terdakwa Anton Yuliono.

Anton Yuliono, yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Surat Perintah Membayar (PP-SPM) di Komisi Pemilihan Umum – Jawa Timur (KPU Jatim), adalah “tokoh” utama dalam kasus Tindak Pidana Korupsi (TPK) pembobolan dana Pilpres (Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden) tahun 2014 lalu sebesaar Rp 12.351.500.000,-, dengan cara pengadaan logistik, seperti Formulir C dan pendistribusiannya secara Fiktif.

Pada Senin, 19 Desember 2016, terdakwa Anton Yuliono (dan 9 terdakwa lainnya perkara terpisah), dinyatakan terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 jo pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 KUHP. perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 12.351.500.000 dari dana Pilpres tahun 2014 dengan cara membuat kegiatan secara fiktif.

Majelis Hakim menyatakan dalam amar putusannya, Selain Anton Yuliono yang berperan penting selaku menanda tangani SPM (Surat Perintah Membayar) secara fiktif, juga dibantu Achmad Suhari  (Bendahara pengeluaran KPU) menjadi konsultan keuangan dan membuat surat setoran pajak (SSP), Achmad Sumaryono salah satu pegawai Sucofindo, berperan untuk mencari rekanan dan Nanang Subandi, Fachrudi Agustadi, Yahya Hamit, Baskoro, Totok Suhardi, Dodik Siswanto dan Kahar Reffi.

Yang sebelumnya diadakan pertemuan di kantor Sucofindo antara terdakwa Achmad Suhari, Achmad Sumaryono dan Anton Yuliono, mengadakan pertemuan untuk membahas penyerapan anggran dana Pilpres 2014 yang hasilnya, Anton Yuliono menerbitkan SPM fiktif dan kemudian dokumen tersebut di serahkan ke KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) Surabaya I untuk diterbitkan SP2D (Surat Perintah Pembayaran Dana). Dan dana tersebut pun dicairkan ke rekening masing-masing rekanan.

Akibatnya, terdakwa pun dijatuhi hukuman pidana penjara selama 11 tahun denda sebesar Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan, oleh Majelis Hakim yang di Ketuai Hakim Tahsin. SH.,MH, yang dibantu hakim anggota, DR. Supriyanto dan DR. Lufsiana

“Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun denda sebesar Rp 500 juta. Apa bila terdakwa tidak membayar, maka diganti kurungan selama 6 bulan,” ucap Hakim Tahsin.

Terdakwa juga diberi hukuman pidana tambahan berupa pengembalian uang kerugian negara sebesar Rp 5.445.290.000,-. Kalau terdakwa tidak membayar dalam waktu Satu bulan setelah putusan berkekuatan hokum tetap, JPU diperintahkan untuk menyita harta kekayaan terdakwa atau dipidana penjara selama 3 tahun. Sehingga total hukuman yang dijatuhi kepada terdakwa Anton Yuliono selama 14 tahun dan 6 bulan. Atas putusan Majelis Hakim tersebut, sikap dan raut wajah terdakwa tak terlihat bersedih, seperti terdakwa lainnya. Terdakwa hanya mengatakan piker-pikir melalui Penasehat Hukumnya.

Semntara terdakwa Fachrudi Agustadi dan Ahmat Sumaryono, divonis penjara masing-masing selama 8 tahun denda sebesar Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan. Kedua terdakwa juga dihukum pidana tambahan untuk mengembalikan uang yang dinikmatinya sebesar Rp  4.100.290.000 atau pidana penjara 3 tahun untuk terdakwa Agustadi dan mengembalikan uang yang dinikmati terdakwa Ahmat Sumaryono sebesar Rp 1.600.000.000 atau pidana penjara 2 tahun dan 4 bulan.

Untuk terdakwa Ahmat Suhari dan Nanang Subandi, divonis penjara masing-masing 5 tahun dan denda masing-masing sebesar Rp 200 juta subsidair 2 bylan kurungan. Terdakwa Ahmat Suhari, juga dihukum pidana tambahan untuk mengembalikan uang yang dinikmatinya sebesar Rp 167 juta lebih atau pidana penjara 1 tahun. Sementara terdakwa Nanag Subandi tidak ada hukuman tambahan.

Serta terdakwa Baskoro, Yahya Hanif, Dodik Siswanto, Totok Subandi dan Kahar Reffi divonis masing-masing selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsidair 2 bulan kurungan.

Atas putusan Majelis Hakim, Tiga terdakwa yakni Kahar Reffi, Yahya Hanif dan Dodik Siswanto, langsung menyatakan menerima melalui PH-nya Yuliana dari LBH YLKI (Yayasan Legundi Keadilan Indonesia). Sementara JPU menyatakan piker-pikir.

“Kita piker-pikir dulu, karena harus melapor ke atasan. Kalau atasan mengatakan banding, kita akan banding,” kata JPU dari Kejari Suranaya kepada media ini usai persidangan.  (Redaksi)


Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top