0
Surabaya, bk – Ada awal, pasti ada akhir. Dengan dibacakannya surat putusan (vonis) oleh majelis Hakim Tipikor, berakhirlah kasus perkara Korupsi pengucuran kredit fiktif KUR (Kredit Usaha Rakyat) untuk 55 debitur pada tahun 2010 hingga 2012, sebesar Rp 24.850.000.000, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 19.388.656 900,92, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu, 20 Juli 2016.

Ketua Majelis Hakim Jalili Sahrin.,SH.,MH, dengan dua anggota Majelis, Dr. Lufsiana, SH., MH dan Gatot Noerjantoprajitno, SH, membacakan surat putusan bagi 9 (Sembilan) terdakwa sebagai Analisis di Bank Jatim cabang Jombang dalam pengucuran kredit fiktif KUR (kredit usaha rakyat) untuk 55 Debitur pada tahun 2010 hingga 2012, sebesar Rp 24.850.000.000.

Ke 9 terdakwa yaitu, Fitriyah Mayasari (Maya), Wiwik Sukesi, Wahyuni Yudiarini, Ginanjar Triono, Fitri Juni Astuti, Suci Rahayu, Andina Hapsari, Hefied Wijayana dan Hasan Sadzili. Beberapa diantaranya adalah sebagai pegawai kontrak yang belum genap 1 tahun bekerja, namun pada saat ada program kredit KUR di Bank Jatim cabang Jombang, para terdakwa diangkat sebagai analisis oleh Bos mereka yakni Bambang Waluyo, yang saat itu menjabat Kepala Cabang Bank Jatim Cabang Jombang.

Dalam proses pengajuan kredit, antara dokumen dengan fakta dilapangan yang diajukan oleh 55 debitur tidak sesuai. Hal itu pun telah disampaikan para terdakwa ke pimpinan cabang. Namun karena sebagai pegawai bawahan, pekerjaan yang diberikan sang Bos, tetap mereka kerjakan walaupun sudah dilaporkan fakta yang sebenarnya yang tidak sesuai Karena salah satu debiturnya adalah orang terhormat dan terpandang di Kabupaten Jombang yaitu Siswo Eriana, saat itu sebagai anggota DPRD dari F-PDIP periode 2009 – 2014, maka dokumennya pun tetap dikerjakan oleh para terdakwa setelah ada perintah dari sang pimpinan dengan mengatakan, “Jangan lihat dokumennya, tapi lihat siapa yang bawa (mengajukan).” Itulah perintah dari Bambang Waluyo, seperti yang terungkap di persidangan serta diakui sendiri oleh mantan orang nomor satu di Bank Jatim, Jombang itu.

Tak enak memang jadi pegawai bawahan, hanya bisa patuh pada pimpinan ibarat “buah simalakama”, tidak patuh pimpinan, bisa jadi berujung ke pemutusan hubungan kerja alias di pecat, mematuhi perintah lisan pimpinan, bisa jadi masuk penjara. Terkait ketaatan bawahan ke pimpinan, mungkin berlaku disemua jenis usaha maupun instansi/lembaga pemerintah.

Setelah di proses, dana KUR pun mengalir ke salah satu debitur yaitu Siswo Eriana sebesar Rp 12 milliar dan beberapa debitur lain dengan pencairan dana antara 400 hingga 500 juta per debitur. Sehingga, total dana KUR yang dicairkan Bank milik Pemprov Jatim cabang Jombang itu berjumlah Rp 24.850.000.000.

Ibarat peribahasa, sepintar-pintarnya orang menyembunyikan bangkai, akan tercium juga. Pengucuran kredit kesejumlah debitur ternya menimbukan keuangan negara dirugikan senilai Rp 19.388.656 900,92, setelah Bank Indonesia (BI) selaku Induk perbankan melakukan audit. Kemudian, pihkan BI melaporkan ke Polda Jatim.

Dari hasil penyidikan Tim penyidik Polda Jatim menetapkan Kepala cabang, Bambang Waluyo sebagai tersangka dalam dua kasus Korupsi KUR dan KUPS.

Sebagai Pimpinan, Bambang Waluyo pun mengajak 11 anak buahnya untuk menemaninya di “Hotel Prodeo” alias penjara. Ke-11 orang itu terdiri dari 2 orang penyelia, ahyo Setiyono (terjerat dalam dua kasus Korupsi KUR dan KUPS) dan Dedy Nugrahady serta 9 analisis.

Anehnya, tak satupun debitur yang diseret sebagai tersangka termasuk Siswo Eriana. Padahal, dalam petunjuk Jaksa ke penyidik, nama Siswo Eriana tercantum untuk “dijadikan tersangka”, namun sama penyidik Polda Jatim, Siswo Eriana “dibebaskan” hingga saat ini.

Setelah menjalani proses persidangan, 9 terdakwa selaku analisis di Bank Jatim cabang Jombang itu pun dituntut pidana penjara masing-masing 9 tahun, denda masing-masing sebesar Rp 600 juta subsidair 1 tahun penjara.

Hukum memang tidak mendengar maupun tidak menerima alasan para terdakwa, bahwa mereka melaksanakan tugas karena taat dan dipaksa oleh pimpinan. Bisa jadi karena JPU dari Kejaksaan Tinggi Jatim itu lupa atau memang tak tega untuk menuntut 20 tahun penjara ?

Sebagai akhir dari proses persidangan, palu Majelis Hakim pun menjatuhkan pidana penjara kepada ke-9 terdakwa dengan masing-masing hukuman selama 1 tahun, denda sebesar Rp 600 juta subsidair 6 bulan kurungan. Dalam pertimbangan Majelis Hakim, para terdakwa ikut dalam memproses dokumen pengajuan kredit, namun tidak ikut menikmati dana yang menimbulkan kerugian negara.

Para terdakwa pun dibebaskan dari jeratan pasal 2 UU Tipikor. Namun para analisis itu dijerat dengan pasal 3 jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Majelis Hakim juga menyebut keterlibatan nama Siswo Eriana dalam kasus ini.

“Mengadili, menghukum terdakwa (Majelis menyebut nama terdakwa satu per satu) dengan pidana penjara selama 1 tahun dikurangi selama masa tahanan, membayar denda sebesar Rp 600 juta, bila tidak dibayar diganti kurungan selama 6 bulan,” ucap Ketua Majelis Hakim.

Menanggapi putusan Majelis itu, PH masing-masing terdakwa yang terdiri dari Abdul Salam, Ignatius Bolly dan Athan, Heru Pramono, terdakwa Fitriyah, Sri Rahayuningsih, Yuliana, Ahmad Royani dan Mei Marie maupun JPU dari Kejati Jatim masih pikir-pikir.

Usai persidangan, Abdul Salam tak memberikan komentar. “Tidak ada komentar, itulah hukum,” kata Ketua Peradi Surabaya ini kepada cahayabaru.co. Sementara JPU Hendrik mengatakan pikir-pikir. “Pikir-pikir,” ucapnya singat sambil meningalkan ruang sidang.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top