0
Terdakwa Dahlan Iskan
Surabaya, bk – Dalam sidang perkara kasus dugaan Korupsi pelepasan asset daerah dengan terdakwa mantan Dirut PT PWU, sepertinya Majelis Hakim harus lebih berhati-hati, untuk menanganinya.

Sebab, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam perkara kasus dugaan Korupsi pelepasan asset daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2002 – 2004 lalu, yang di kelola oleh PT Panca Wira Usaha (PWU), yang terletak di dua lokasi yaitu, Kediri dan Tulungagung, menurut JPU telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 11 milliar lebih, dengan terdakwa, mantan Direktur Utama (Dirut PT PWU), Dahlan Iskan dan Wishnu Wardhana, selaku Genaral Manager (GM).

JPU menyebutkan, bahwa asset Pemda Jatim di Dua lokasi tersebut dijual tanpa persetujuan DPRD Jatim, harga dibawah NJOP (Nilai Objek Pajak). Sementara terdakwa Dahlan Iskan mennyatakan, bahwa itu bukan asset Pemerintah Daerah (Pemda) meliankan asset Perseroan Terbatas (PT), sehingga tidak perlu ijin dari DPRD melainkan cukup dengan hasil dari Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS.

Hal itu disampaikan terdakwa Dahlan Iskan dalam persidangan dengan agenda pembacaan Eksepsi atau keberatan terdakwa atas surat dakwaan JPU, pada Selasa, 13 Desember 2013. “Bingung, yang Mulia. Bingung. Yang Mulia, tahun 2001, atau Lima belas tahun yang lalu, RUPS PT PWU, sudah memutuskan, agar aset yang sekarang diperkarakan ini dilepas. Mestinya saat itu saya sudah bisa melepaskannya. Toh aset itu aset PT, bukan aset Pemda. Tidak ada di dalam daftar aset Pemda tercamtum aset tersebut,” kata terdakwa dalam Eksepsi pribadinya.

Apakah Pemda Jatim pemilik saham terbesar terkait asset yang terletak di Kediri dan Tulungagung  sesuai dengan dakwaan JPU, yang di kelola dan kemudian di jual oleh PT PWU ? Atau, apakah setiap asset milik Pemda yang berbentuk PT, tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), seperti yang disampaikan terdakwa dalam persidangan ?

Terdakwa juga mengakui, kalau dirinya sangat berhati-hati untuk melaksanakan keputusan RUPS PT PWU. “Yang Mulia, toh saya masih hati-hati. Saya masih berkirim surat ke DPRD. Apakah untuk melepaskan aset yang sudah diperintahkan oleh RUPS tersebut masih harus melalui persetujuan DPRD. Surat yang saya kirim di bulan Maret 2002 tersebut, baru dibalas di bulan September, Enam bulan kemudian. Saya sabar menunggu jawaban itu, yang Mulia. Saya belum mau menjalankan perintah RUPS tersebut sebelum ada balasan dari DPRD. Saya memaklumi DPRD perlu waktu yang panjang karena untuk menjawabnya harus dibahas dulu dalam mekanisme internal DPRD. Jawaban DPRD itu akhirnya saya terima. Jawabannya jelas sekali. Saya diminta berpegang pada UU PT. Berarti tidak perlu persetujuan DPRD. Begitu jelasnya, Yang Mulia, cetho welo-welo,” lanjut trdakwa.

Terdakwa mengatakan dalam surat Eksepsinya, “Enam belas tahun yang lalu, yang Mulia, Eanm belas tahun yang lalu. Saat para jaksa ini mungkin masih remaja. Saya diminta untuk membenahi Perusahaan Daerah Jawa Timur yang lagi sakit. Kenapa harus saya.  Gubernur Jatim menjawab, karena Perusda Jatim dalam keadaan sakit parah, sakit yang menahun. Gubernur mengatakan, Perusda harus diubah secara drastis. Aset-asetnya, hanya banyak yang jadi beban perusahaan. Harus dikonsolidasikan. Perusahaan Daerah harus dikelola seperti perusahaan swasta, baru bisa maju,” kata terdakwa

“Sebelum meminta saya, Yang Mulia, Bapak Gubernur bersama DPRD, sekali lagi bersama DPRD Jatim sudah membuat langkah yang sangat radikal, yaitu mengubah status Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas, yakni PT PWU. Mengapa Gubernur bersama DPRD mengubah Perusahaan Daerah menjadi PT, mereka menjawab, bahwa dengan status PT, Perusahaan Daerah akan bisa keluar dari kesulitan yang sudah dialaminya bertahun-tahun. Dengan status PT, Perusahaan Daerah bisa membuat keputusan lebih cepat. Birokrasi tidak perlu berbelit-belit. Dengan bentuk PT keputusan tertinggi ada di lembaga RUPS atau rapat umum pemegang saham. Bukan di DPRD lagi. Begitulah asbabun nuzulnya, Yang Mulia mengapa gubernur maunya begitu. Mengapa DPRD maunya begitu. Itu bukan mau saya, yang Mulai. Tetapi kemauan mereka. Sudah ketho welo-welo dalam bahasa Jawanya, yang Mulia. Tetapi, meski sudah ketho welo-welo seperti itu, tetap saja saya diperkarakan. Dengan dakwaan, menjual aset Pemda tanpa persetujuan DPRD,” ucap terdakwa kemudian.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top