0
Surabaya, bk –– Sidang perkara kasus dugaan Korupsi dana hibah Pilgub Jatim jilid II, dengan Tiga terdakwa yakni, Dr. Sufyanto, (Ketua Bawaslu) serta dua komisioner yakni, Andreas Pardede dan Sri Sugeng, telah “berakhir” pada, Jumat, 2 Desember 2016.

Sebab, pada akhir perkara jilid II ini, Majelis Hakim yang di Ketuai Hakim H.R. Unggul Warsomukti, telah membacakan hasil rapat musyawarah Majelis Hakim yang menyatakan bahwa, ketiga terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidan Korupsi sebagaimana surat dakwaan maupun surat tuntutan Jaksa penuntut Umum (JPU) dari Kejari Surabaya dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Baik untuk dakwaan primer pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tidak pidana Korupsi. Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan mapun tuntutan, memulihkan nama baik terdakwa,” ucap ketua Majelis hakim.

Pertimbangan Majelis Hakim pada surat putusannya yang dibacakan dalam persidangan menyatakan bahwa, BPKP perwakilan Provinsi Jawa Timur, tidak jujur. Apa yang dinyatakan Majelis Hakim dalam pertimbangannya, bisa jadi ada benarnya sesuai fakta persidangan. Sebab, dari hasil audit BPKP seperti dalam dakwaan maupun tuntutan JPU menyatakan, bahwa terdakwa (Dr. Sufyanto, Andreas Pardede dan Sri Sugeng) tidak dapat mempertanggung jawabkan dana perjalan dinas sebesar Rp.127,5 juta yang berasal dari dana hibah NPHD Pilgub Jatim 2013 lau. Pada hal, seluruh biaya perjalanan dinas sudah di SPJ kan, dan telah disita oleh penyidik Polda Jatim.


Dalam fakta persidangan, dana perjalanan dinas berubah menjadi uang THR sesuai keterangan para saksi dari Panwaslu se-Jatim. Anehnya, dokumen SPJ perjalanan dinas yang disita penyidik, tidak pernah ditunjukkan JPU dalam persidangan jilid I maupun jilid II. Yang lebih aneh lagi, bahwa keterangan para saksi dari Panwaslu Kabupaten/Kota se-Jatim yang menyatakan bahwa yang dibagikan pada saat menjelang hari raya Idul Fitri 2013 lalu adalah uang THR, ternyata karena diarahkan oleh penyidik sesuai keterangan saksi di persidangan. Ironisnya, dana perjalanan dinas yang seharusnya adalah milik para saksi karena sudah melakukan tugasnya dalam pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, serta berjalan dengan sukses, ikut juga disita oleh penyidik.

R. Wahyudi, selaku Ahli dari BPKP yang melukan penghitungan atas kerugian negara, setelah menerima data-data dari penyidik namun tidak melakukan konfirmasi kepada terdakwa dengan alasan, karena keterbatasan waktu. Namun R. Wahyudi mengakui di persidangan Jilid II ini, dia diminta oleh penyidik Polda untuk memberikan pendapat terkait kwitansi yang disita penyidik.

Tidak hanya itu. Ahli dari BPKP perwakilan Jatim ini pun tidak melakukan konfirmasi ke pemberi hibah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jatim. Karena memang belum ada audit yang dilakukan oleh Inpektorat, sebab dana perjalanan dinas yang dipergunakan Bawaslu dalam tahapan pilgub, sudah di SPJ kan.

Sementara, hasil audit BPKP jauh sebelum ada penyelidikan maupun penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polda Jatim atas atas permintaan Amru, selaku Sekretaris Bawaslu kepada BPKP, , tanggal 25 Juli 2013, dan saran yang dianjurkan oleh BPKP sendiri kepada Bawaslu dalam hasil audit tersebut, menyarankan kepada Ketua Bawaslu Provinsi Jatim, agar mengintruksikan kepada Sekretaris Bawaslu untuk ; Melaporkan kembali kepada Gubernur Jatim tahun 2013, sesuai dengan hasil reviu, dan melaporkan kepada aparat penegak hukum. Namun hal itu dibantah juga oleh R. Wahyudi dari BPKP ini. R. Wahyudi, justru merasa yakin dan mengatakan kepada Majelis Hakim saat itu, bahwa hasil audit dan saran BPKP tidak ada.

Pada hal, tindakan yang dilakukan oleh Amru, meminta BPKP untuk melakukan audit adalah, untuk mengamankan keuangan Negara. Alasannya, karena bendahara, terbukti tidak dapat mempertanggungjawabkan keuangan negara sebesar Rp 3.702.084.546,00 berdasakan hasil audit BPKP Perwakilan Jatim Nomor : 966/PW13/2/2014 tanggal 25 Juli 2014, setelah bendahara pengeluaran melarikan diri selama 8 bulan. Namun pada kenyataanya, terdakwa sendiri terjerat oleh kwitansi. Sementara yang diserahkan bendahara ke penyidik Polda jatim adalah kwitansi sementara yang sudah di SPJ dan tidak berlaku lagi.

Menanggapi putusan Majelis Hakim tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, Didik Farkhan yahdiAlis, menyatakan kasasi. Hal itu disampikan langsung saat media ini meminta tanggapannya terkait bebasnya ketiga terdakwa yang diseret Kejaksaan ke Pengadilan Tipikor. “Kita kasasi,” kata Didik.

Terpisah. Suryono Pane, selaku Ketua Tim Penasehat Hukum (PH) para terdakwa menyatakan, akan memikirkannya lebih dahulu, apakah akan melakukan upaya hukum terkait keterangan dan pemalsuan dokumen  oleh saksi ahli dari BPKP dalam persidangan.

“Kita akan pikirkan lebih dahulu, sehubungan dengan keterangan palsu dipersidangan dan pemalsuan dokumen oleh saksi ahli. Dia (R.Wahyudi dari BPKP Jatim) dalam persidangan menyatakan sudah melakukan klarifikasi, pada hal tidak pernah ada. Tanda tangan para terakwa itu tidak pernah ada ditanda tangani oleh para terdakwa,” ujar Pane, tegas.

Tidak hanya itu, lanjut Pane, harusnya ada tindakan ekseminasi terhdap penyidik dari lembaga diatasnya terkait putusan Majelis Hakim kepada terdakwa hari ini. “Ini putusan sesuai fakta persidangan. Bukti dokumen perjalanan dinas yang disita oleh penyidik tidak pernah ditunjukkan JPU dalam persidangan. Itu dana perjalanan dinas bukan THR,” kata Pane.  (Redaksi)



Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top