0
foto dari kiri, Sumanto, Aitya, Agus, Iwan dan Widi

beritakorupsi.co – “Hitam putihnya” suatu perkara Korupsi yang melibatkan beberapa orang baik dari pengguna barang jasa (pemerintah) maupun dari penyedia (kontraktor), akan terungkap pada saat perkara tersebut disidangkan di Pengadilan Tipikor.

Seperti dalam kasus Korupsi pembangunan gedung DPRD Kota Madiun tahun 2015, yang menelan anggaran sebesar Rp 29 milliar dan menyeret 6 orang terdakwa diantaranya,  Agus Sugijanto, PPKm sekaligus sebagai KPA yang menjabat Sekretaris Dewan (Sekwan); Widi Santoso, PPTK yang menjabat selaku Kasubag Sekwan; Aditya Nerviadi (Priject Manager) PT Aneka Jasa Pembangunan; Iwan Suwasana. wakil Manager PT Parigraha Konsultan;  Sumanto, Direktur Manajemen Kontruksi (MK) PT Parigraha Konsultan; Hedi Karnowo, Direktur PT Aneka Jasa Pembangunan (AJP, pemenang lelang), dan Kaiseng serta Moch. Shonaji, Keduanya selaku pelaksana proyek, saat ini masuk dalam daftar pencaharian orang (DPO).

Proyek pembangunan gedung DPRD Madiun memang belum selesai hingga saat ini. dan kasus ini sampai ke meja penyidik Kejasaan Tinggi – Jawa Timur (Kejati Jatim) bukan karena hasil audit BPK RI atau hasil temuan penyidik Kejaksaan maupun Kepolisian, melainkan murni dari laporan Hedi Karnowo, sekalipun dia tau resiko yang harus dijalaninya yakni menjadi pesakitan. Namun hal itu dilakukan sebagai tanggung jawab selaku Direktur PT AJP.

Dalam fakta persidangan, ternyata yang mengerjakan proyek tersebut adalah Kaiseng dan Moch. Shonhaji (Soni) orang dekat Iwan Suwasana, yang dekat dengan salah seorang anggota DPPRD Madiun yakni Panji, adik kandung ‘tersangka’ Bambang Irianto, Wali Kota Madiun dan saat ini menjadi tersangka di KPK dalam kasus Korupsi Proyek pembangunan Pasar Besar.

Pada Kamis, 12 Januri 2017, kasus perkara Korupsi proyek pembangunan gedung Dewan Kota Madiun ini pun kembali di gelar di Pengadilan tipikor dengan Ketua Majelis Hakim Mateus Samiaji, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.

Saksi yang dihadirkan JPU Kejari Madiun kali ini adalah sesame terdakwa yang dibagi dalam dua sesi. Pertama adalah untuk terdakwa Hedi Karnowo dengan saksiAgus Sugijanto, Widi Santoso, Aditya , Iwan Suwasana dan Sumanto.

Dihadapan Majelis Hakim, Agus Sugianto menjelaskan bahwa pertambahan waktu 50 hari tidak dibuat surat Adendum karena tidak wajib. Hal dikatanya menjawab pertanyaan Dr. Abdul Salam selaku Penasehat Hukum (PH) terdakwa. “Tidak ada karena tidak wajib,” kata Agus kepada Majelis.

Faktanya, ada surat pernyataan kesanggupan menyelesaikan pekerjaan yang ditanda tangani oleh Kaiseng dengan memalsu tandatangan Hedi Karno. Dan semua dokumen terkait proyek tersenut dipalsu atas nama Direktur PT AJP, kecuali dukemn kontrak, pencairan uang muka dan surat kuasa dari Hedi Karnowo kepada Kaiseng.

Hal bisa jadi telah diketahui oelh saksi Agus selaku PPKm/KPA. Pasalnya, setaip ada rapat antara PPKm dengan pihak kontraktor tidak dihadiri oleh Hedi Karnowo melainkan Kaiseng dengan alasan bahwa Hedi Karnow tidak bisa hadiri. Itu dijelaskan Agus menjawab pertanyaan PH terdakwa maupun Majelis Hakim. “Tidak hadir. Yang hadir adalah Kaiseng, alasannya Hedi tidak bisa hadir, tidak menunjukkan surat kuasa,” kata Agus.

Sementara menurut saksi Iwan Suwasana, bahwa dialah yang menghubungi alamat PT AJP atas perintah Shonaji. Kemudian karena tidak berhasil menemui Hedi Karnowo, Ia (Iwan Suwasana) meninggalkan nomor HP nya. “Saya diperintah Shonaji dengan memberikan alamat PT AJP. saya menemui alamat PT AJP karena dekat dengan kantor. Karena tidak bertemu, saya meninggalkan nomor HP saya. Besoknya saya dihubungi Hedi Karno. Saya pun minta ijin untuk memberikannya ke Shonaji. Selanjutnya saya nggak tahu. Saya diajak Shonaji menemaninya untuk menemui Hedi Karnowo,” kata Iwan.
Pada hal, dalam persidangannya sebelumnya terungkap bahwa, antara Iwan Suwasana dan Hedi Karnowo sudah saling kenal jauh sebelum proyek pemabangunan gedung Dewan Kota Madiun ini ada, karena keduanya sama-sama anggota Gapeksi. Justru Iwanlah yang meminjam dokumen PT AJP dan memperkenalkan Kaiseng dan Shonaji kepada Hedi Karnowo.

Beda keterangan Agus dan Iwan, jauh lebih berbeda lagi keterangan Aditya Nerviadi, selaku Project Manager dari PT Aneka Jasa Pembangunan, namun bukan kariyawan Hedi Karnowo selaku Direktur PT AJP. saksi yang satu ini sepertinya pintar namun tidak pandai. Kepada Ketua Majelis Hakim saksi Aditya mengakui kalau dia adalah sebagai Project Manager yang bertanggung jawab penuh atas pekerjaan. Dia juga mengakui kalau Kaiseng dan Shonaji adalah atasanya.

“Sebagi Project Manager. tugasnya beranggung jawab semau pekerjaan. Kalau Kaiseng dan Shonaji, itu atasan saya,” kata Aditya. Saat Ketua Majelis Hakim menanyakkan pengertian maupun bila diterjemahkan ke bahasa Jawa atau bahasa Indonesia tentang Project Manager, saksi yang berambut botak ini tak dapat menjelaskannya.

Namun ada keterangan Aditya yang mengungkapkan “permainan” dari proyek ini. yaitu bahwa dialah yang menandatangani beberapa dokumen atas nama PT AJP namun menurutnya atas perintah Shonaji. “Saya yang menandatangani atas perintah Shonaji,” ungkapnya.

Kasus ini berawal dari, Dokumen PT AJP yang dipinjam Iwan Suwasana kepada Hedi Karnowo karena sudah saling kenal, untuk dipergunakan mengikuti lelang proyek pembangunan gedung DPRD yang peserta hanya Satu dari 20 pendaftar, yaitu PT AJP sendiri. Namun PPKm tidak melakukan negoisasi tentang sanggup tidaknya Hedi Karnowo selaku Direktur PT AJP untuk mengerjakan. Sehingga Hedi Karno pun tidak mengetahui apakah pesertanya satau atau lebih.

Setelah perjalanan proses lelang, kemudian Iwan Suwasana mengenalkan Kaiseng dan Shonaji kepada Hedi Karno untuk melaksanakan proyek tersebut. Supaya pekerjaan itu dikerjakan sesuai aturan dan ada pertanggung jawaban, serta tidak berdampak buruk PT AJP yang sudah menerima penghargaan ISO 9001, Hedi Karnow memberikan surat kuasa melalui Notaris kepada Kaiseng. Anehnya, surat kuasa tersebut tidak pernah dipergunakan Kaiseng untuk mengerjakan proyek yang didanai uang rakyat itu. Melainkan membuat sendiri dan menandatangan dokume atasnama PT AJP dengan memalsu tandatangan Hedi Karnowo.

Anehnya, pekerjaan proyek tersebut belum selesai hingga akhir tahun (31 Desember 2015), dan pertambahan waktu selama 50 hari pun, (19 Pebruari 2016) pekerjaan hanya mencapai 85,095%, sementara, anggaran yang sudah dicairkan sebesar Rp 23.254.179.457 dari nilai seluruhnya.

Tidak selesainya pekerjaan tersebut karena pengawasan dari Konsultan maupun dari PPTK tidak dilakukan.  JPU juga membeberkan aliran dana dari PT AJP ke berbagai pihak diantaranya, Iwan Suwasana sebesar Rp 64.550.000; Samin, Rp 79 juta; Sunardi, Rp 518.587.500; Moch. Shonhaji, Rp 4,8 milliar; PT Parigraha, Rp 106.625.000; Sumanto, Rp 837.595.632 dan pihak lainnya, dengan total seluruhnya sebesar Rp 23.254.179.457,-  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top