beritakorupsi.co – Pandangan masyarakat bahwa pelepasan asset Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2003 lalu, yang terletak di Kabupaten Kediri dan Tulungagung, yang di kuasi oleh PT Panca Wira Usaha (PT PWU) dengan terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut PT PWU), Dahla Iskan yang juga mantan menteri BUMN ini, bukan kasus Korupsi dan bukan milik Perusahaan Daerah (Perusda), melainkan milik PT (Perseroan Terbatas) mulai diungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan.
Walaupun sejak semula, Kejati Jatim menuai kritikan dari berbagai elemen masyarakat di tanah air, Khususnya saat penyidik Kejati Jatim menetapkan Dirut PT PWU yang juga mantan Dirut PT PLN serta mantan Meneteri BUMN Dahlan Iskan, menjadi tersangka serta menjebloskannya ke Rutan Medaeng Sidoarjo, namun tak membuat mundur selangkahpun lembaga berbaju coklat yang dipimpin Maruli Hutagalung ini.
Kejati Jatim justru semakin bersemangat untuk membuktikan dakwaannya, setelah Lima Majelis Hakim yang di Ketua Hakim Tahsin, menolak Eksepsi (keberatan) terdakwa melalui Tim Penasehat Hukum (PH)-nya mantan Meneteri Prof. Prof. Dr. Yusril Iza Mahedra, selaku Ketua Tim, pada Desember lalu.
“Lahirnya” PT PWU dalah berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 1999 tentang penggabungan Lima perusahaan Daerah, dan dalam pasal 14 yang berbunyi; penjualan asset dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan DPRD.
Bila demikian, Lalu PT PWU milik siapa ? Status hokum PT PWU bagaimana ? Apakah penggabungan Lima perusahaan daerah menjadi Satu dengan berstatus PT, hanya tunduk pada Undang-undang PT dan tidak tunduk pada peraturan lainnya ? Lalu bagaimana dengan Perda No 5 tahun 1999, apakah sudah tidak berlaku ?
Tim JPU yang terdiri dari Trimo, Wayan, Lily Lindawati dan Yusuf dari Kejaksaan Tnggi – Jawa Timur (Kejati Jatim), satu per satu bukti-bukti dan beberapa saksi telah dihadirkan dalam persidangan. JPU membuktikan dakwaannya terhadap terdakwa Dahlan Iskan, dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim, bahwa PT PWU adalah milik negara, dalam hal ini adalah Pemprov. Jatim.
Pada persidangan minggu lalu, Jumat, 20 Januari 2017, “Kabut” kasus pelepasan asset Pemrov. Jatim yang dikelola PT PWU ini pun mulai “terang”, saat JPU kembali menghadirikan Enam orang saksi namun hanya Empat yang memenuhi panggilan JPU selaku panitia lelang yakni; Suhardi, mantan Direktur Keuangan PT PWU; Sustri Handayani, Kasir PT PWU; Supratiwi; dan Sugeng Hinarjo (sidang terpisah) bagian administrasi keuangan PT Kuda Laut Emas. Sementara saksi Ir. Sofian Lesmanto dan saksi kunci Sam Santoso, tak tampak di gedung pengadil orang-orang yang diduga merugikan keuangan negara alias Korupsi.
Dalam persidangan minggu lalu, “kabut” itu semakin terang. Keterangan saksi sebelumnya (17 Januari 2017) dengan keterangan saksi kali ini (Jumat, 20 Januari 2017) ada kesamaan keterangan saksi yakni, adanya pembayaran sebelum penjualan. Dihadapan Majelis Hakim terungkap, bahwa Derektur Keuangan telah menerima pembayaran berupa BG sebesar Rp 8 milliar pada tanggal 30 Agustus 2003. Pada hal, RUPS tentang persetujuan pelepasan asset baru dilaksanakan pada tanggal 3 Sepetember 2003.
.
Yang mengejutkan saat itu adalah, ketika anggota Majelis Hakim Dr. Andriano, menanyakkan saksi Suhardi, terkait pembayaran senilai 8 milliar rupiah berupa BG namun dalam dokumen tercantum sebesar Rp 8 milliar lebih. sehingga ada selisih senilai 250 juta. Inilah yang dipertanyakkan anggota Majelis Hakim kepda saksi. “ Bagaimana pertanggungjawabannya dan bagaimana hasil audit yang dilakukan oleh angkutan publik. Kalau ini yang audit BPK, inilah temuan,” tanya Hakim Dr. Andriano. “Bagaimana, apakah angkutan publiknya dijadikan saksi ?,” Tanya Hakim angota ini pada JPU
Tidak hanya itu. JPU juga menanyakkan terkait pengeluarana dana dari PT PWU sebesar 8 juta rupiah untuk pembayaran pajak PBB. Pada hal, pajak PBB dibayar oleh pembeli. Suhardi pun tak tahu mengenai SOP penjualan asset kecuali hanya mendengarnya.
Yang lebih anehnya lagi, saat Ketua Majelis Hakim menanyakkan tentang pengertian disetuji terkait hasil RUPS sesudah ada pembayaran. “Apa pengertian saksi tentang disetuji. Apakah disetuji setelah di bayar atau disetujui sebelum penjualan ?,” Tanya Ketua Majelis. “Kalau dijual baru disetujui, itu salah,” kata saksi Suhardi.
Kali ini, Selasa, 24 Januari 2017, JPU kembali menghadirkan 4 (Empat) orang saksi diantaranya, M. Mahfud, Kepala Biro Hukum; Emi Risnawati, Kasubbag Penghapusan Aset Biro Perlengkapan; Samsudin selaku Kasubag BUMD Biro Perekonomian (Ketiganya dari Pemrov. Jatim) dan Yantiningsih, selaku Appraisal dari PT Satya Tama Graha selaku Kapala Cabang.
Ketiga saksi dari Pemrov ini adalah sebagai Tim Restrukturisasi asset sesuai SK yang dibuat oleh PT PWU. Namun dihadapan Majelis Hakim, Ketiga saksi tidak pernah menerima SK yang dimaksud. Ketiga saksi selaku pejabat Pemrov. Jatim ini lebih “dihinggapi penyakit” lupa. Apakah lupa benaran atau memang pura-pura lupa ?
Yang anehnya, M. Mahfud, selaku Kepala Biro Hukum Pemprov Jatim ini tidak mengetahui luas asset yang dijual oleh PT PWU. Kepala Biro Hukum ini lebih banyak menjawab tidak tahu. Namun Mahfud menjelaskan, bahwa PT PWU adalah penggabungan dari Lima perusahaan daerah berdasarkan Perda Nomor 5 tahun 1999.
“PT PWU adalah penggabungan dari Lima perusahaan daerah berdasarkan Perda Nomor 5 Tahun 1999,” kata saksi.
Sementara Yantiningsih, selaku Appraisal dari PT Satya Tama Graha selaku Kapala Cabang menjelaskan dihadapan Majelis Hakim, bahwa dokumen yang dikeluarkan oleh PT Satya Tama Graha untuk kepentingan Managemen. Dan apa bila dipergunakan oleh pihak lain harus mendapat persetujuan perusahaan yang dipimpinnya.
“Itu hanya untuk Managemen PT PWU,” kata saksi kepada Majelis.
Usai persidangan, JPU Trimo kepada media ini menjelakan, dari keterangan saksi Yantiningsih mengatakan bahwa hasil dari Appraisal hanya untuk managemen bukan untuk penjualan asset. “Dari keterangan Appraisal tadi mengatakan, hanya untuk kepentingan managemen. Tidak boleh dipergunakan untuk penjualan. Dia sudah menjelaskan perbedaan antara keperluan managemen dan menjual. Kalau untuk menjual pasti harga yang tertinggi, kalau managemen pasti turun, menyusutan,” kata JPU Trimo.
Yang Kedua, lanjut JPU Trimo. “Kalau dari keterangan Tiga saksi tersebut yang kami dapat bahwa tidak pernah selaku Restrukturisasi, sehingga ada pengeluaran dana sebesar Rp 510 juta itu. Itu pertanyaan, kemana dana 510 juta tersebut. Sementara saksi mengatakan tidak menerima dan tidak melaksanakan tugasnya,” pungkasnya.
Saat ditanya ketidak hadiran salah satu saksi kunci yakni, Sam Santoso, Direktur PT Sempulur selaku pembeli asset, JPU Trimo mengatakan akan menghadirkan sesuai penetapan Majelis. Dan kemungkinan Sam Santoso tidak akan pernah hadir dalam persdidangan, JPU mengatakan akan membacakan keterangannya dalam BAP di perssidangan..
“Sam Santoso salah satu saksi kunci karena dia yang membayar, dia yang membeli. Sampai saat ini sudah Tiga kali kita panggil tetapi tidak hadir karena selalu ada surat melalui Penasehat Hukumnya sedang sakit. Dan saat BAP ini pun kita periksa di tempat memang. Upaya terakhir yang akan dilakukan JPU, akan mengajukan ke Majelis untuk membacakan keterangannya sesuai di BAP,” kata JPU Trimo dengan tegas.
“Sebenarnya kasus ini simpel. Sudah dibayar baru pelelangan, itu kuncinya. Uang Delapan milliard dan enam belas milliard sudah masuk ke pembukuan sebelum proses pelelangan,” Lanjut Trimo. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :