Dari kiri, Kaiseng (Warga NTB) dan Shonaji (warga Surabaya). sumber PT AJP. |
Sebab, pada Kamis, 26 Januari 2017, sidang perkara Korupsi ini, sedianya akan mendengarkan keterangan Ahli Hukum Pidana yang akan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Madiun. Namun akhirnya tertunda karena JPU tidak hadir di Penadilan Tindak Pidana Korupsi.
Alasan JPU tidak hadir di Pengadilan Tipikor, berdasarkan informasi yang didapat media ini dari Penasehat Hukum (PH) terdakwa Sumanto maupun PH terdakwa Hedi Karnowo, karena Ahli Hukum Pidana juga tidak bisa hadiri. Sidang pun ditunda lewat “udara”.
“Jaksa tidak hadir, alasannya karena saksi ahli tidak bisa. Sidang ditunda tanggal Dua,” kata PH terdakwa Sumanto. Hal itu pun di ia kan PH terdakwa Hedi Karnowo.
Terdakwa Hedi Karnowo yang juga sebagai JC (Jastice Collabolator) dalam kasus ini, sangat berharap sidang tidak tertunda. Sebab, ada yang sangat menarik dan akan dipertanyakkan melalui Majelis Hakim terkait bukti yang ditunjukkan JPU dalam persidangan minggu lalu yaitu, dokumen berupa progress 85% pekerjaan proyek pembangunan gedung DPRD Madiun.
Menurut terdakwa Hedi, dalam dokumen tersebut yang ditunjukkan JPU dalam persidangan dihadapan Majelis Hakim pada sidang minggu lalu, sudah ada tanda tangan dari pihak PT AJP (Aneka Jasa Pembangunan) yang dipalsu, dimana terdakwa selaku Direkturnya.
Pada hal, saat Hedi diperiksa oleh peyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim), dokumen berupa progress 85% yang ditunjukkan oleh penyidik sama dengan dokumen yang dimiliki Hedi, yang belum ada tanda tangan kecuali tanda tangan Sumanto, selaku Direktur Manajemen Kontruksi (MK) PT Parigraha Konsultan. Hedi pun mempertanyakkan, dari mana JPU memperoleh dokumen tersebut, dan mengapa pada saat penyidikan tidak ditunjukkan oleh penyidik ?
“Saya heran. Yang ditunjukkan JPU minggu lalu berupa progress 85% sudah ada tanda tangan dari PT AJP. Pada hal saat di penyidik, tidak pernah ditunjukkan. Tanda tangan yang ada disitu dipalsu. Ini yang akan saya laporkan juga ke Polisi. Kalau pemalsuan tanda tangan saya pada dokumen lain, sudah saya laporkan,” kata Hedi, sebelum meninggalkan Pengadilan Tipikor.
Dalam kasus ini, dimana Hedi Karnowo, Direktur PT AJP, selaku pemenang lelang sekaligus sebagai pelapor ke piha Kejaksaan, penyidik Kejati menetapkan 6 (Enam) orang tersangka/terdakwa yaitu; Agus Sugijanto, PPKm selaku PA (pengguna Anggaran) yang menjabat Sekretaris Dewan (Sekwan); Widi Santoso, PPTK (pejabat pelaksana teknik kegiatan) yang menjabat selaku Kasubag Sekwan; Aditya Nerviadi (Project Manager) PT Aneka Jasa Pembangunan; Iwan Suwasana, wakil Manager PT Parigraha Konsultan yang masih saudara dengan terdakwa Sumanto selaku Direktur Manajemen Kontruksi (MK) PT Parigraha Konsultan dan Moch. Shonaji serta Kaiseng, Keduanya selaku pelaksana proyek, sesuai dengan suarat kuasa berdasarkan Akte Notaris dari Direktur PT AJP dan saat ini masuk dalam daftar pencaharian orang (DPO).
Menurut Hedi Karnowo, kasus ini berawal saat Iwan Suasana atau Iwan, meminjam dokumen PT AJP untuk dipergunakan sebagai peserta lelang dalam proyek pembangunan gedung yang bernilai puluhan milliar itu. Karena Hedi Karnowo sudah mengenal Iwan, walau tidak begitu dekat, sehingga permintaan Iwan pun dipenuhi.
Kemudian, Iwan meperkenalkan Kaiseng dan Sonhaji kepada Hedi Karno sebagai pelaksana proyek yang tidak perlu diragukan dan di kawatirkan. Namun Hedi Karnowo sepertinya “terjebak” dan masuk kedalam “lingkaran hitam”. Begitu mau penandatanganan perjanjian kontrak kerja anatara pemenang lelang dengan PPKm, Hedi Karnowo mengajak Kaiseng ke Notaris untuk membuat suarat kuasa, namun tak kunjung tercapai hingga akhirnya, Hedi Karnowo menandatangani dokuemen kontrak kerja agar tidak di Blaclist oleh PPKm.
Setelah penandatangan kontrak kerja, barulah Kaiseng bersedia diajak ke Notaris mebuat surat kuasa Khusus yang isinya, memberi kuasa kepada penerima kuasa (Kaiseng) untuk melaksanakan pekerjaan proyek konstruksi pembangunan gedung dewan hingga surat menyurat termasuk pencairan dana. Ternyata surat kuasa yang diterima Kaiseng dari Hedi Karnowo, tidak dipergunakan sebagaimana isi surat kuasa tersebut, melainkan memalsu tandatangan Hedi.
Pelaksanaan proyek ini menjadi masalah karena belum selesai hingga akhir tahun 2015, bahkan pertmabahan waktu pekerjaan selama 50 hari juga tak kunjung selasai. Malahan Satu persatu para bos proyek ini pun akhirnya “diselamatkan” tinggalah Hedi menelan pil pahit karena PT AJP di blacklist oleh PPKm tanggal 19 Pebruari 2016, tanpa memberi waktu tambahan 90 hari berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tahun 2015.
“Dihilangkannya” Kaiseng dan Sonhaji sejak pertengahan Pebruari 2016, setelah proyek pekerjaan gedung Dewan belum selesai dan menjadi masalah. Dan saat ini Keduanya belum ditemukan keberadaannya entah dimana, serta membuat kasus ini menjadi tak “berujung” dan “dimanfaatkan” para terdakwa untuk saling membenarkan diri serta “mencari kambing hitam untuk dikorbankan”.
Tak mau menjadi “tumbal”, Hedi Karnowo pun akhirnya melaporkannya ke Kejati Jatim, sekalipun dirinya harus ikut di jebloskan ke dalam penjara sebagai tanggung jawab yang tidak dilepasknnya. Karena dirinya menyadari dokumen lelang tertera tanda tanggannya. (Redaksi
Posting Komentar
Tulias alamat email :