Jaksa Ahmad Fauzi (terdakwa) saat menjadi saksi bagi terdakwa Abdul Manaf |
Pada Selasa, 10 Januari 2017, terdakwa Jaksa Ahmad Fauzi menjadi saki bagi terdakwa Abdul Manaf yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Andry Ermawan, SH, dan juga sebaliknya. Keduanya saling memberikan keterangan terkait kasus suap yang menyeret keduanya ke Pengadilan Tipikor untuk diadili, mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hokum.
Tak heran, bila terdakwa yang satu ini berbeda dengan ratusan terdakwa yang pernah diadili di pengadilan Tipikor. Sebab Ahmad Fauzi adalah Jaksa yang sudah berpengalaman melakukan pemeriksaan bagi beberapa orang saksi dari berbagai latar belakang pendidikan, pekerjaan maupun profesi dalam penyidikan kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi.
Sehingga, pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, dijawabnya dengan lancar ibarat sedang melakukan pemeriksaan kepada saksi atau tersangka yang sedang diperiksanya.
Namun, antara jawabannya dengan pertanyaan Majelis Hakim tidak sesuai. Dia mengira, bahwa Majelis hakim tak bisa menaklukkannya sebagai seorang Jaksa penyidik di Kejati Jatim. Dan akhirnya Jaksa penyidik yang mendai pesakitan ini mengakui salah, terkait uang sebesar Rp 1,5 milliar yang diterimanya dari Abdul Manaf (terdakwa).
Beberapa pertanyaan dari Ketua Majelis Hakim Wiwin Arodawanti, begitu lancar dijawab terdakwa namun tak satupun yang sesuai. Memang, tak salah bila atasannya selalu melibatkan Terdakwa sebagai Jaksa penyidik dalam dalam kasus dugaan Korupsi, atau mewakili lembaganya dalam sidang Praperadilan.
Namun saat anggota Majelis Hakim Muhammad Mahin, mendapat giliran untuk menanyai terdakwa, disaat itulah terdakwa akhirnya mengucapkan salah. Hakim Ad Hock yang satu ini memang jeli dan tak mau begitu saja mendengar jawaban terdakwa.
“Dari tadi jawaban saudara berbelit-belit. Tapi pertanyaan saya sederhana aja. Kita ini kan penegak hukum, penyelenggara negara. Kan tidak boleh menerima sesuatau yang berhubungan dengan jabatan kita. Pertanyaan saya. Mengapa saudara menerima uang itu,” Tanya Hakim Mahin. Kemudian terdakwa mengaku salah. “Ia saya salah,” kata terdakwa Jaksa Ahmad Fauizi ini.
Dari jawab Ahmad Fauzi sebagai saksi, bahwa Abdul Manaf tidak dijadikan sebagai tersangka dalam kasus pelepasan hak atas tanah di BPN Kabupaten Sumenep yang saat itu disidik Kejasaan Negeri Sumenep maupun Kejati Jatim. Dimana Ahmad Fauzi adalah salah seorang jaksa penyidik.
Namun karena Abdul Manaf adalah sebagi orang yang membeli tanah yang menjadi kasus Korupsi itu, Abdul Manaf takut dijadikan tersangka oleh Ahmad Mauzi. Akhirnya, Abdul Manaf menawarkan sejumlah uang kepada Ahmad Fauzi melalui Abdullah yang juga kenal dengan Ahmad Fauzi. Akhirnya gayung pun bersambut. Uang sebesar Rp 1,5 milliar diatar sendiri oleh Abdul Manaf ke Kejati Jatim, diaman Ahmat Fauzi berkantor.
Uang sebesar Rp 1,5 miliar yang diterima dari Abdul Manaf, di bawa dari halaman Kantor Kejati ke rumah kosnya di Rainbow Family Homestay, Jalan Ketintang Baru II Surabaya. Setelah sebelumnya, Abdul Manaf menemui terdakwa Ahmad Fauzi di ruangnya di Kejati Jatim, lalu kunci mobilnya langsung diserahkan.
Ahmad Fauzi, kembali ke ruangannya lalu menyerahkan kunci mobil ke Abdul Manaf, setelah menghanrakan sejumlah uang ke tempat kosnya, sambil mengatakan, "Sudah saya terima," lanjut JPU Jolvis, menirukan. Kemudian, pemeriksaan yang harusnya dilakukan terdakwa Ahmad Fauzi kepada Abdul Manaf tak lagi dilanjutkan.
Uang sebanyak Rp 1,5 milliar yang diterima terdakwa saat itu ternyata membawa “petaka”. Sebab, sepulangnya dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, mengikuti sidang Praperadilan, terdakwa langsung “diterkam” oleh Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) yang belum lama dibentuk Presiden RI, Ir. Joko Widodo.
Atas perbuatan terdakwa, JPU menjeratnya dengan pasal berlapis dalam UU Tindak Pidana Korupsi (TPK). “Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah denga UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi. Selain itu, terdakwa juga dijerat dengan pasal 5 ayat (2) jo pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :