0

beritakorupsi.co - Sidang perkara kasus Korupsi proyek pembangunan gedung DPRD Kota Madiun tahun 2015, yang menelan anggaran dari APBD sebesar Rp 29.300.800.000,- telah mencapai “finis” di tingkat Pengadilan pertama Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Senis, 27 Pebruai 2017.

Setelah menjalani proses persidangan yang begitu paanjang dan “menuai pertanyaan”, Majelis Hakim yang di Ketuai Mateus Samiaji dengan dibantu Dua anggota Majelis Hakim yaitu, Kusdarwanto dan Mochamad Mahin (keduanya Hakim Ad Hock) telah membacakan surat putusan kepada 6 (Enam) terdakwa.

Ke Enam terdakwa tersebut daintaranya; Hedi Karnowo, Direktur PT Aneka Jasa Pembangunan (AJP) yang juga sebagai JC (Jastice Collabolator); Agus Sugijanto, PPKm selaku PA (pengguna Anggaran) yang menjabat Sekretaris Dewan (Sekwan); Widi Santoso, PPTK (pejabat pelaksana teknik kegiatan) yang menjabat selaku Kasubag Sekwan; Aditya Nerviadi (Project Manager) PT Aneka Jasa Pembangunan; Iwan Suwasana, wakil Manager PT Parigraha Konsultan yang masih saudara dengan terdakwa Sumanto selaku Direktur Manajemen Kontruksi (MK) PT Parigraha Konsultan.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa terdakwa Hedi Karnomo, Direktur PT Aneka Jasa Pembangunan (AJP), dalam pelaksaannya terdakwa dengan sewenang-wenang tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya serta sarana dan prasarana yang ada padanya. Dengan sengaja dan sewenang-wenang memberikan kesempatan kepada Kaiseng dan Shonhaji dengan memberikan kuasa penuh untuk melaksanakan gedung DPRD Kota Madiun tahun 2015, hanya untuk memikirkan keuntungan sebesar 2,5% dari anggaran.

Namun Majelis manyatakan bahwa aliran dana tidak ada dinikamti oleh terdakwa. Dana sebesar Rp 23,2 milliar yang masuk kerekening PT AJP sebagian disalurkan kepada Moch. Shonhaji sebesar Rp 13.584.853.253, Kaiseng sebesar Rp 6.544.552.510, Sumanto Rp 837 juta, Iwan Suasana Rp 128,550 juta, Aditya Nerviana sebanyak Rp 300 juta dan ke beberapa suplayer setelah Kaiseng dan Moch. Shonhaji melarikan diri.

Sehingga menurut Majelis Hakim, terdakwa Hedi Karnomo, harus bertanggung jawab penuh karena Kaiseng dan Moch. Shonhaji telah melarikan diri, sehingga proyek gedung DPRD Kota  Madiun tidak selesai dikejakan hingga batas waktu 31 Desember 2015 dan tidak dapat difungsikan, juga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1.065.528.684,40 berdaasarkan hasil penghitungan “lembaga negara” Politeknik Bandung. Pada hal, dalam fakta persidangan, Iskandar, Dosen Politeknik Bandung mengatakan bahwa dirinya tidak punya kapasitas untuk menghitung kerugian negara karena itu adalah kewenagan BPK.

Anehnya, hasil penghitungan yang dilakukan oleh BPKP yang dijelaskan Inspektorat Kota Madiun dan saksi lainnya dalam persidangan, ada kelebihan bayar sebesar Rp 388 juta. Namun hal itu tak terungkap dalam dakwaan, tuntutan terlebih dalam putusan. Sebab, JPU maupun Majelis Hakim “memakai” hasil penghitungan yang dilakukan oleh Iskandar bersama Teamnya dari Politeknik Bandung (Polban).

Tragisnya, terdakwa Hedi Karnomo pun di Vonis pidana penjara selama 1 tahun denda sebesar Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan karena dianggap bertanggung jawab penuh dalam kasus proyek gedung DPRD Kota Madiun yang dilaporkan serta menghantarkannya kedalam penjara. Apa yang disampaikannya dalam persidangan maupun dalam pembelaanya ditolak mentah-mentah oleh ke Tiga Majelis Hakim.

“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Korupsi secara besama-sama sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 junckton pasal 18 Undang-Undang Tipikor junckto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun denda sebesar Lima puluh juta rupiah subsidair Tiga bulan kurungan,” ucap Ketua Majelis Hakim Mateus Samiaji.

Dalam sidang sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Hedi Karnomo sebagai JC dengan pidana penjara selama 1,5 tahun dan diperlakukan secara Khusus. Namun dalam persidangan, terdakwa ini diminta pertanggung jawaban sebagai Direktur PT AJP walaupun dirinya sebagai terdakwa. Belum lagi JPU yang menunjukkan bukti baru dalam persidangan yang tidak pernah ditunjukkan saat penyidikan, permintaan “hitung-hitungan” oleh Kasi Pidsus kepada istri terdakwa beberapa hari sesudah agenda pemeriksaan terdakwa. Tidak hanya itu. Hasil audit BPKP juga tidak “dipercaya” melainkan hasil audit Politeknik Bandung serta tidak menghadirkan saksi ahli yang di BAP saat penyidikan.

Dalam kasus ini, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana penjara kepada 5 terdakwa lainnya diantaranya, Agus Sugijanto, selaku PA (Pengguna Anggaran) sekaligus PPK yang menjabat Sekretaris Dewan (Sekwan). Dia di pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan denda sebesar Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Widi Santoso, PPTK (pejabat pelaksana teknik kegiatan) yang menjabat selaku Kasubag Sekwan, dihukum penjara selama 1,2 tahun Denda sebesar 50 juta rupiah subsidair 3 kurungan.

Sementara Aditya Nerviadi (Project Manager) PT Aneka Jasa Pembangunan, di vonis 1,4 tahun penjara denda 50 juta subsidair 3 bulan kurungan dan Iwan Suasana, wakil Manager PT Parigraha Konsultan dipenjara selama 1,6 tahun denda 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Dan terdakwa Sumanto, Direktur Manajemen Kontruksi (MK) PT Parigraha Konsultan, “diinapkan” dipenjara selama 1,2 tahun dengan denda yang sama dengan terdakwa lainnya. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan JPU sebelumnya. Ke Lima terdakwa ini dituntut pidana penjara masing-masing 2 tahun. Atas putusan tersebut, para terdakwa masih pikir-pikir semantara JPU tak menaggapi apa-apa.

Usai persidangan, salah satu Penasehat Hukum (PH) terdakwa Sumanto, terkait putusan Majelis Hakim mengatakan, masih akan pikir-pikir. Alasannya, Majelis Hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta dalam persdiangan. Namun PH terdakwa menghargainya.

“Kita masih pikir-pikirlah. Banyak hal dalam fakta persidangan tidak masuk dalam pertimbangan Majelis Hakim. Tapi kita tetap mengharagai putusan Majelis,” ucapnya. Sementara Kasi Pidsus Kejari Madiun, I Ketut Suarbawa, enggan menanggapi saat dihubungi media ini ke nomor HP nya.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top