0
Terdakwa Sumanto, Direktur Manajemen Kontruksi (MK) PT Parigraha Konsultan
beritakorupsi.co - Menjelang tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada para terdakwa dalam Kasus perkara Korupsi proyek pembangunan gedung Dewan Kota Madiun tahun 2015, yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 29 milliar, akan tetap “meninggalkan kabut”.

Sebab dalam kasus ini, penyidik Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur (Kejati Jatim) menetapkan Delapan orang tesangka, namun dua diantanranya yakni Kaiseng dan Shonaji adalah sebagai pelaku utama yang mengerjakan proyek pembangunan gedung DPRD Kota Madiun, yang hingga saat ini tidak diketahui keberadaanya.

Ada dugaan, hilangnya kedua orang tersebut agar kasus proyek pembangunan gedung Dewan itu, yang diduga melibatkan salah satu anggota Dewan yakni Panji (Bondan Panji Saputra), anggota DPRD Madiun yang juga adik kandung tersangka Korupsi pembangunan Pasar Besar Wali Kota Madiun, Bambang Irianto, tidak terungkap yang sebenarnya. Akibatnya, kasus ini pun tetap “berkabut” dan kesempatan bagi para terdakwa untuk saling membenarkan diri serta mencari kambing putih untuk dikorbankan demi menyelamatkan kambing hitam.

Tidak hanya itu. JPU juga terkesan sengaja tidak transparan dalam persidangan. Diantarnya, tidak menghadirkan Ahli dari BPKP yang biasa dilibatkan oleh Kejaksaan maupun Kepolisian dalam menghitung kerugian negara, tapi justru yang di hadirkan JPU adalah Ahli Teknik Spil dari Politeknik Bandung yang menghitungnya, sekali pun dalam UU No 15 tahun 2004 tentang Pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara dilakukan oleh BPK RI.

Tidak disitu saja. Salah satu bukti yang ditunjukkan JPU dalam persidangan tidak pernah ditunjukkan pada saat penyidikan, apa lagi  Ahli yang juga tercantum dalam BAP saat di penyidikan Yakni Dr. Immanuel, juga tidak dihadirkan oleh JPU. Sehingga Majelis Hakim mengatakan kepada Penasehat Hukum terdakwa Sumanto, tidak akan dipertimbangkan dalam putusan. Mengapa JPU tiba-tiba memunculkan bukti baru dalam persidangan serta, ada apa dengan JPU tidak menghadirkan Ahli dalam BAP ? bukankah ada anggaran saat pemanggilan Ahli ? Mengapa pula JPU tidak menghadirkan Panji dalam persidangan ?

Sementara ke Enam orang terdakwa yaitu; Agus Sugijanto, PPKm selaku PA (pengguna Anggaran) yang menjabat Sekretaris Dewan (Sekwan); Widi Santoso, PPTK (pejabat pelaksana teknik kegiatan) yang menjabat selaku Kasubag Sekwan; Aditya Nerviadi (Project Manager) PT Aneka Jasa Pembangunan; Iwan Suwasana (Iwan), wakil Manager PT Parigraha Konsultan yang masih saudara dengan terdakwa Sumanto, Direktur Manajemen Kontruksi (MK) PT Parigraha Konsultan dan Hedi Karnowo, Direktur PT Aneka Jasa Pembangunan (AJP) yang juga sebagai JC (Jastice Collabolator), saat ini sedang menunggu tuntutan JPU.

Munculnya nama Panji, Anggota DPRD Kota Madiun itu adalah dari keterangan terdakwa Iwan dalam persidangan beberapa waktu lalu. Menurut Iwan, Ia diperintahkan terdakwa Sumanto untuk mencari bendera (kontraktor) untuk mengerjakan proyek gedung Dewan. Sebab menurut Sumanto saat itu kepada Iwan, bahwa proyek tersebut dari Panji.

Tidak hanya dalam persidangan Iwan menyebut nama Panji. Melainkan dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) saat di penyidik Kejati juga sudah menjelaskan. Namun entah mengapa, anggota Dewan yang terhormat itu tdiak dihadirkan JPU dalam persidangan. Keterangan Iwan, dibantah Sumanto.

Tidak hanya keterangan Iwan yang dibantah terdakwa Sumanto, melainkan aliran dana yang diterimanya sebesar Rp 837 juta, yang di transfer oleh Hedi Karnowo, atas perintah Kaiseng dan Shonaji, selaku pelaksana Proyek berdasarkan surat kuasa Khusus dari Hedi ke Kaiseng yang dibuat dihadapan Notaris.

Pada Senin, 6 Pebuari 2017, dalam sidang lanjutan perkara ini dengan agenda pemeriksaan terdakwa Sumanto, yang di Ketua Majelis Hakim Mateus Samiaji, juga terungkap bahwa masa kontrak antara PPKm dengan Sumanto, selaku Konsultan pengawas berakhir pada 16 Novemper 2015. Namun kenyataannya, hingga perpanjangan waktu selama 50 hari (19 Pebruari 2016), Sumanto masih tetap ikut mengerjakan proyek yang mengantarkannya ke kursi pesakitan Pengadilan Tipikor. Dalam persidangan, terdakwa Sumanto beberapa kali menghela nafas dan sesaat berfikir sebelum menjawab pertanyaan Majelis Hakim dan terkesan berbelit-belit.

“Kaiseng dan Shonaji saya kenal sudah lama. Saya tidak tahu punya bendera. Iwan masih saudara sepupuh. Dia hanya free line tetapi dapat gaji. Karena masih saudara jadi tetap saya pakai. Tugasnya sebagai pengawas,” kata terdakwa Sumanto kepada Majelis. Sebelumnya terdakwa Iwan mengaku bahwa dia (Iwan) adalah sebagai wakil Manager di PT milik terdakwa Sumanto.

“Saya belum dibayar lunas. Dibayar baru 600 jutaan dari nilai kontrak 700 jutaan. Saya pernah meminjamkan uang 525 juta ke Keiseng untuk membeli matrial. Tetapi karena Kaiseng sudah tidak ada, saya menagih ke Hedi Karno,” jawab terdakwa. Pada hal dalam kwitansi tertulis bahwa unag sebesar 837 juta adalah sebagai operasional proyek. Tanda terima tersebut ditanda tangani Inung, pegawai Sumanto.

Saat Majelis Hakim menanyakkan kepada terdakwa, mengapa menagih kepada Hedi Karnowo, sementara yang meminjam ada Kaiseng. “Dan uang yang anda pinjamkan hanya 525 juta tetap yang di transfer 837 juta. Kenapa anda tidak mengembalikan ke Hedi, tetapi kenapa ke Jaksa ?,” Tanya Majelis Hakim.

Namun terdakwa mengatakan tidak tahu mengapa yang ditrnasfer sebesar itu. “Saya juga tidak tahu mengapa yang di transfer 837 juta. Saya hanya mempergunakan 525 juta. Karena saya piker akan dimnta suatu saat. Saya kembalikan ke Jaksa karena sudah pemeriksaan,” kata terdakwa.

Keteranga terdakwa terkesan dibuat-buat. Sebab, semula terdakwa mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui Shonaji dan Kaiseng bekerja di perusahaan mana. Namun kemudian, kepada Majelis Hakim, terdakwa mengatakan kalau Kaiseng dan Shonaji adalah pegawai PT AJP. dia juga tidak tau, kalau bendera (Dokumen) PT AJP dipinjam oleh Kasieng untuk mengerjakan proyek gedung Dewan.

Yang mengejutkan dalam persidangan adalah, penawaran yang dibuatnya dalam keiuktsertaanya dalam lelang proyek pembangunan gedung dewan ternya bukan milik perusahannya, melainkan milik CV Panorama. Hal itu terungkap saat anggota Majelis meminta dokumen kontrak kepada terdakwa.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top