0
Foto dari kiri, Hakim anggota Kusdarwanto, Ketua Majelis Mateus Samiaji dan Hakim Anggota Mochamad Mahin


Katua LSM WKR : Sidang Korupsi Gedung DPRD Ibarat Dagelan


beritakorupsi.co – Sidang perkara kasus Korupsi proyek pembangunan gedung DPRD Kota Madiun tahun 2015, yang menelan anggaran dari APBD sebesar Rp 29.300.800.000,- telah mencapai “finis” di tingkat Pengadilan pertama Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Senis, 27 Pebruai 2017.

Setelah menjalani proses persidangan yang begitu paanjang dan “menuai pertanyaan”, Majelis Hakim yang di Ketuai Mateus Samiaji dengan dibantu Dua anggota Majelis Hakim yaitu, Kusdarwanto dan Mochamad Mahin (keduanya Hakim Ad Hock) telah membacakan surat putusan kepada 6 (Enam) terdakwa dalam kasus ini.

Ke Enam terdakwa tersebut daintaranya; Hedi Karnowo, Direktur PT Aneka Jasa Pembangunan (AJP) yang juga sebagai JC (Jastice Collabolator); Agus Sugijanto, PPKm selaku PA (pengguna Anggaran) yang menjabat Sekretaris Dewan (Sekwan); Widi Santoso, PPTK (pejabat pelaksana teknik kegiatan) yang menjabat selaku Kasubag Sekwan; Aditya Nerviadi (Project Manager) PT Aneka Jasa Pembangunan; Iwan Suwasana, wakil Manager PT Parigraha Konsultan yang masih saudara dengan terdakwa Sumanto selaku Direktur Manajemen Kontruksi (MK) PT Parigraha Konsultan.

Dalam amar putusannya yang dibacakan Majelis Hakim secara bergantian, anggota Manjelis Hakim Kusdarwanto, dengan suara yang terkesan begitu bersemangat yang luar biasa membacakan putusan kepada terdakwa Hedi Karnomo menyatakan, kasus pembangunan proyek gedung DPRD Kota Madiun yang belum selesai hingga 31 Desembar 2015 dan tidak dapat difungsikan karena Kaiseng dan Moch. Shonhaji melarikan diri dan belum tertangkap hingga sekarang, maka yang bertanggung jawab penuh adalah terdakwa.

Tragisnya, Majelis Hakim menolak staus JC (Justice Collabolator) yang diberikan Kejaksaan kepada terdakwa Hedi Karnomo sesuai dengan SEMA No 4 tahun 2011. Pada hal sebelumnya, anggota Majelis Hakim Mochamad Mahin kepada media ini mengatakan, satus JC sudah pasti akan dipertimbangkan.

Tidak hanya itu. Majelis Hakim dan JPU “sepakat tidak” tidak mengaitkan keterlibatan Panji (Bondan Panji Saputra), salah seorang anggota DPRD Kota Madiun, yang juga adik kandung Wali Kota, Bambang Irianto, yang kini menjadi tersangka kasus dugaan Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dan hal ini terkuak dalam persidangan dari keterangan terdakwa Iwan Suasana. Pada hal, Majelis Hakim menyatakan dalam putusannya berdasarkan fakta persidangan.

Sementara kasus ini ada, karena Hedi Karnomo memberanikan diri melaporkan ke Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur (Kejati Jatim) yang semula hendak ke KPK karena dianggap lebih “mengharagai” dan transparan. Hedi Karnomo juga dengan jujur dan terus terang telah menagkui bahwa terdakwa Iwan Suasana yang sudah lama dikenalnya telah memberikan keyakinan kepada Hedi Karnomo terkait proyek gedung DPRD Kota Madiun. Dan dalam persidangan, Iwan juga telah menjelaskan bahwa dirinya diperintahkan Sumanto untuk mencari bendera (rekanan) dan proyek tersebut dari Panji. Namun JPU maupun Majelis tidak mempertimbangkannya.

Terdakwa Hedi Karnomo juga telah mengakui terkait tanda tangannya di dalam dokumen kontrak yang terpaksa ditanda tangani agar tidak di Blaclist diawal karena Kaiseng tak kunjung muncul untuk diajak oleh Hedi Karnomo menghadap Notaris membuat Kuasa Direktur. Namun sehari setelah menanda tangani dokumen kontrak, Kaiseng datang dan bersedia diajak ke Notaris membuat Kuasa Direktur. Hal ini menurut Majelis Hakim hanya akal-akalan terdakwa Hedi Karnomo. Memberikan Kuasa Direktur melalui Akte Notaris, menurut Mjelis Hakim bahwa itu adalah tindakan kesewenang-wenangan terdakwa untuk melepaskan tanggung jawabnya.

Dalam putusan Majelis Hakim tersebut, tidak mempertimbangkan sama sekali semua keterangan terdakwa Hedi Karnomo dalam persidangan. Namun Majelis Hakim menjadikan semua keterangan saksi yang juga sesama terdakwa yakni Iwan Suasana, Sumanto, Aditya dan Agus dijadikan untuk memberatkan terdakwa. Majelis Hakim menyebutkan bahwa terdakwa Hedi Karnomo, selaku Direktur PT Aneka Jasa Pembangunan dengan sewenang-wenang meminjamkan perusahannya dengan memberikan kuasa penuh berdasarkan Akte Notaris kepada Moch. Shonhaji dan Kaiseng secara sembrono untuk pembangunan proyek gedung DPRD Kota Madiun tahun 2015 dengan dijanjikan fee 2,5%.

“Dalam pelaksaannya terdakwa dengan sewenang-wenang tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya serta sarana dan prasarana yang ada padanya. Dengan sengaja dan sewenang-wenang memberikan kesempatan kepada Kaiseng dan Shonhaji dengan memberikan kuasa penuh untuk melaksanakan gedung DPRD Kota Madiun tahun 2015,” ucap Hakim Kusdarwanto berapi-api.

 Dalam amar putusan yang dibacakan Hakim Kusdarwanto dengan bersemangat menyebutkan, bahwa dana yang masuk kerekening PT AJBP telah disalurkan keberbagai pihak diantaranya, Moch. Shonhaji sebesar Rp 13.584.853.253, Kaiseng sebesar Rp 6.544.552.510, Sumanto Rp 837 juta, Iwan Suasana Rp 128,550 juta, Aditya Nerviana sebanyak Rp 300 juta dan ke beberapa suplayer, dan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1.065.528.684,40 berdasarkan audit penghitungan “lembaga negara” Politeknik Bandung, dan terdakwa tidak menikmatinya.

Majelis Hakim nyatakan bahwa, terdakwa Hedi Karnomo terbukti secara sah dan meyakinkan melakuakn tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 jo pasal 18 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

“Manjatuhkan pidan penjara selama 1 tahun denda sebesar Lima puluh juta rupiah (Rp 50 juta) subsidair Tiga bulan kurungan,” ucap Ketua Majelis Hakim Mateus Samiaji.

Dari putusan Majelis Hakim ini telah “menyelamatkan” Kaiseng dan Moch. Shonaji yang dianggap bertanggung jawab dalam pelaksanaan pekerjaan proyek gedung DPRD Kota Madiun karena Kaiseng telah menerima suarat Kuasa Direktur berdasarkan Akte Notaris dari Hedi Karnomo yang menurut Majelis Hakim adalah tindakan kesewenang-wenangan” terdakwa untuk mencari keuntungan. Kaiseng dan Moch. Shonhaji adalah pelaksana langsung dalam proyek tersebut  dan telah menerima aliran dana bersama terdakwa lainnya.

Tidak hanya itu. Keberanian terdakwa Hedi Karnomo untuk mengungkap kasus ini dan pemberian JC oleh Kejaksaan kepada terdakwa pun di tolak mentah-mentah oleh Majelis Hakim. Menanggapi putusan Majelis Hakim, terdakwa Hedi Karnomo menyatakan pikir-pikir.

Semenatara usai persidangan, JPU yang juga Kasi Pidsus Kejari Madiun, I Ketut Suarbawa, tak bersedia diminta komentarnya saat dihubungi melalui nomor HP-nya. Namun sebelumnya, pada tanggal 17 Pebruari 2017, Media ini mengkonfirmasi kepada I Ketut Suarbawa, terkait putusan antara 1 hingga 1,5 tahun yang akan dijatuhkan Majelis Hakim terhadap Lima terdakwa yakni, Agus Sugijanto, Widi Santoso, Aditya Nerviadi Iwan Suwasanadan Sumanto, namun Suarbawa membantahnya.

“Kalau masalah putusan kan itu kewenangan Majelis Hakim. Ia kita ketemu Hakim kan hanya saat sidang. Itu nggak ada,” kata Suarbawa dari ujung telepon selulernya.

Terpisah. Ketua LSM WKR (Lembaga Swadaya Masyarakat Wahana Komunikasi Rakyat) Madiun, Budi, menanggapi putusan Majelis Hakim yang mengatakan persidangan kasus perkara Korupsi gedung DPRD Madiun ibarat Dagelan.

“Ini ibarat Dagelan. Kita akan membuat laporan ke Kejagung, Mahkamah Agung, Obusman dan Kementerian Kehakiman. Karena Kaiseng dan Shonhaji melarikan diri, lalu Hakim mengatakan yang tanggung jawab penuh terdakwa Hedi Karnomo. Justru setelah kasus ini mencuat, Wali Kota Madiun pun diperiksa dan ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan Korupsi oleh KPK. Kalau begini, masyarakat akan enggan bekerjaasama dengan aparat penegak hukum untuk mengungkap kasus Korupsi. Karena aparat penegak hukum tidak memberikan panghargaan hanya melihat kesalsahannya,” ujar Budi, sebelum meninggalkan gedung Pengadilan Tipikor.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top