0

Ketua Umum DPP KWRI, Ozzy Solaiman Sudiro, SH., M.Sc


 Ketua Umum KWRI : Dewan Pers Bukan Lembaga Verivikasi



beritakorupsi.coInnalilahi Wa Innailahi Rojiun. Kalimat inilah yang bisa jadi ditujukan kepada berbagai Media Cetak maupun Online yang ada di tanah air tercinta ini, atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers, terkait Verivikasi kepada Media yang dianggap menghawatirkan pemerintah.

Pada tanggal 3 Pebruari 2017, Dewan Pers mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang ditujukan kepada seluruh jajaran pemerintah, TNI dan POLRI hanya untuk melayani media-media yang terdaftar (terverivikasi) di Dewan Pers dengan memberikan kode tertentu.

Akankah keberadaan Pers dan media sebagai Pilar Demokrasi bangsa, akan mati begitu saja di era Presiden Jokowi, yang mencanangkan revolusi mental ?. Inikah cara Dewan Pers mengembangkan dan membesarkan atas lahirnya Kemerdekaan Pers ? Atau Pers akan selalu dibayangi rasa "ketakutan" dari aturan dan peraturan Dewan Pers ?

Kebijakan Ketua Dewan Pers, sepertinya akan mengembalikan keberadaan Pers ke jaman Orde Baru, termasuk Organisasi Pers sendiri. Dewan Pers saat ini sepertinya bukan sebagai orang tua kandung yang mengayomi, membina, membesarkan, melindungi serta mendidik lahirnya media dan Pers di Ibu Pertiwi. Melainkan, Dewan Pers ibarat sebagai orang tua tiri/angkat yang dengan berbagai aturan dan peraturan masuk ke "dapur" media itu sendiri untuk secara pelan-pelan “mempreteli”nya, karena keberadaan Pers terutama media saat ini dianggap meresahkan pemerintah.

Pasal 15 UU No 40 Tahun 1999, ayat (1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen. (2) Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut : a. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain; b. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers; c. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik; d. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; e. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah; f. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan dan g. Mendata perusahaan pers.

Sementara pada pasal 20  UU No 40 Tahun 1999; Pada saat undang-undang ini mulai berlaku : 1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);

2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan berkala; Dinyatakan tidak berlaku.


Menanggapi hal itu, Ketua Umum DPP KWRI yang juga salah seorang perumus lahirnya UU Pers No 40 Tahun 1999, Ozzy Solaiman Sudiro, SH., MSc mengatakan, bahwa Dewan Pers bukanlah sebagai lembaga perivikasi.

“Merujuk amanah UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, bahwa kewenangan Dewan Pers bukanlah lembaga verifikasi atau penentu lain sebagai organisai. Sejak 1998 dan lahirnya UU Pers. KWRI sebagai Stakeholder Relation dan team perumus RUU (Rancangan Undangundang) Pers dan Kode Etik Jurnalis bersama 28 organisasi wartawan terhadap Dewan Pers. Dan saya salah satu yang ikut sebagai perumus lahirnya UU Pers,” katanya saat dihubungi media ini melalui telepon selulernya.

Menanggapi pertanyaan media ini terkait kebijakan Dewan Pers, yang secara langsung maupun tidak, akan mengembalikan keberadaan media dan Pers kejaman Orde Baru, Ozzi juga tidak menapiknya.

“Bisa jadi akan kembali kesana, karena adanya rasa ketakutan pemerintah terhadap keberadaan media dan Pers saat ini,” tambahnya.

Pada hal, media dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers adalah; Sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia (pasal 1 ayat (1) UU No. 40/1999 (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top