0
Menjelang Pindah, Hakim Vonis Ringan Terdakwa




beritakorupsi.coBerakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Sepertinya perumpamaan ini tidak berlaku bagi Buchori, di usia senjanya saat ini, karena Ia “harus” tinggal di Penjara selama Dua tahun lamanya.

Buchori, adalah mantan Wali Kota yang juga suami dari Wali Kota Probolinggo saat ini. Namun, setelah tidak lagi menjabat sebagai Wali Kota, bukannya menghabiskan waktu tuanya bersama istri dan keluarganya sambil menikmati sejuknya udara Kota Probolinggo, melainkan, Ia harus merasakan sempitnya tembok penjara dengan udara yang pengap.

Sebab, Buchori dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi, yang mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara, sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 junckto pasal 18 UU Korupsi junckto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mantan penguasa Kota Probolinggo ini pun dijatuhi hukuman pidana penjara selama Dua tahun, pada Senin, 13 Pebruari 2017.

Vonis itu dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Mateus Samiaji, dalam persidangan  perkara Korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kota Probolinggo tahun 2009 lalu, untuk pengadaan Meubler, perbaikan ruang kelas, kamar mandi dan WC bagi 70 sekolah SD (Sekolah Dasar), yang menelan anggaran sebesar Rp 15.907.777.000 termasuk dana pendamping dari APBD sebesar Rp 1.509.777.700, yang merugikan keuangan negara sebesarRp 1,6 milliar, karena tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur.

Dalam amar putusannya Majelis Hakim menyatakan, bahwa terdakwa Buchori, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Korupsi secara bersama-sama, sebagaiamana diatur dan diancam dalam pasal 3 junckto pasal 18 UU Tipikor junckto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan hukuman pidana penjara selama Dua tahun denda sebesar 200 juta subsidair 4 bulan kurungan,” ucap Ketua Majelis Hakim.

dalam kasus ini, tidak hanya Buchori yang dijatuhi hukam pidana penjara. Dua terdakwa lainnya juga bernasib sama yaitu, Suhadak (Wakil Wali Kota non aktif) dan Sugeng Wijaya. Kedua terdakwa ini dijatuhi hukuman pidana penjara masing-masing 1 tahun.

Atas putusan Majelis Hakim tersebut, terdakwa Buchori maupun terdakwa lainnya masih piker-pikir. “Kita piker-pikir dlulanh,” kata Budi selaku Penasehat Hukum terdakwa usai persidangan.

Kasus ini berawal pada tahun 2009 lalu. Saat itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Probolinggo menerima kucuran dana dari pemrintah Pusat yang bersumber dari APBN sebesar Rp 13.587.999.300 ditambah dana pendamping dari APBD sebebsar Rp  1.509.777.700. Sehingga total dana DAK Pendidikan sebesar Rp 15.907.777.000. Dana  tersebut akan digunakan untuk pengadaan Meubler bagi 70 sekolah SD, dengan nilai Rp 1.887.500.000,  dan dana sebesar Rp 13.210. 277. 000 akan digunakan untuk perbaikan bangunan gedung sekolah, dengan cara Swakelola berdasarkan Permendiknas Nomor :  3 Tahun 2009 dan Perpres No. 80 Tahun 2003 tentang pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah.

Namun dalam pelaksanaannya, Wali Kota Probolinggo ini justru menunjuk beberapa rekanan untuk mengerjakan proyek yang di danai dari uang rakyat itu diantaranya, CV Prasetyo (Direktur Rudiono/DPO)  untuk  22 sekolah, CV  Indah Karya (Direktur Suhadak) untuk  26 sekolah, dan CV Jatijaya  (Direktur Ahmad Napon Wibowo)  sebayak 22 sekolah. Sementara Konsultan Perencanaan terdiri dari, CV  Pandan Landung (Direktur Didik), CV Widya Karya (Direktur Hari) dan CV Wiec (Direktur Sugeng Wijaya).

Sebelum pelaksanaan proyek, diadakan pengarahan atau sosialisai oleh Maksum Subani, selaku  Kepala Dinas Pendidikan sekaligus Pejabat Pengguna Anggaran, Masdar selaku Kabid Pendidikan Dasar dan Wawan, Ketua Dewan Pendidikan bersama 70 Kepala sekolah SD selaku penerima DAK yang dihadiri oleh Wali Kota Buchori.

Wali Kota Buchori, saat itu memberikan pengarahan tentang DAK, dan mengatakan, untuk memperoleh  dana DAK, tidak sekadar  bondo  abab (hanya bicara), tetapi  harus nyenggek (menyogok). Arahan itu kemudian di jelaskan lagi oleh  Kadispendik. 

“Buntut” dari arahan Wali Kota Buchori, meminta kepada setiap Kepala Sekolah penerima dana DAK untuk menyetorkan 7%  dari nilai anggaran yang diperoleh. Namun karena Kepala Dinas Pendidikan keberatan, sehingga turun menjadi  5%. Dan setelah dana DAK cair, 70 Kepala Sekola akhirnya menyetorkan masing-masing 5% dan terkumpulah uang sebesar Rp 750 juta.

Uang sebesar Rp 370 juta diserahkan ke Wali Kota Buchori di rumah dinasnya oleh Kepala Dispendik. Hal ini pun terungkap pula dalam surat dakwaan terdakwa Maksum pada persidangan Jilid I, maupun dalam surat putusan Majelis Hakim untuk terdakwa Buchori.  (Redaksi).

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top