0
 Lam Chong San, Tanyakkan Hasil Audit BPKP Ke JPU


Lam Chong San (WN Hong Kong) sedang duduk dan menoleh kebelakang


beritakorupsi.co – Ini mungkin yang pertama kali di Indonesia sejak Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diberlakukan, Warga Negara (WN) Hong Kong, di adili sebagai terdakwa Korupsi, dan kemudian saat ini menjadi saksi untuk Dua terdakwa dalam kasus perkara Korupsi yang sama.

Lam Chong San (76), adalah seorang Investor Warga Negara (WN) Hong Kong yang memiliki ijin tinggal tetap di Indonesia. Dan pada tahun 2007 lalu, ‘Ngkong’ ini mendirikan perusahaan di bidang Pertambangan Miniral dan Batu Bara (Minerba) yang berkedudukan di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur yakni PT Indo Modern Mining Sejahtera (PT IMMS).

Fakta Persidangan Sebelumnya Pada 2016 (Jilid I).

Dan pada tahun 2016, 3 (Tiga) tahun setelah PT IMMS tidak lagi melakukan kegiatan penambangan (2013), dan seiring mencuatnya kematian ‘Alm. Salim Kancil’ yang di otaki Kepala Desa Selokawarawar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang (sudah di Vonis oleh Hakim PN Surabaya), karena almarhum memprotes kegiatan penambangan galian C di Desa Selokawarawar, pria yang hampir bau tanah ini (Lam Chong San) pun dijadikan tersangka, dan adili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, karena perusahaan yang didirikannya itu, di dituduh melakukan “pencurian” harta kekayaan Negara Republik Indonesia dengan cara melakukan penambangan pasir besi (Galian B) di Desa Bades, Kecamatan Pasirian secara ilegal di lahan yang di kleam sebagai milik Perhutani pada tahun 2010 hingga 2013 lalu, dan mengeksport ke Luar Negeri.

Walau pun sejak awal berdirinya PT IMMS miliki WN Hongkong ini telah memperoleh Surat rekomendasi dari Perum Perhutani dengan Nomor. 806/ 052.1/P-SDH/Pbo/II yang menyatakan, tidak keberatan untuk diadakan kegiatan penyelidikan (Ekploirasi) bukan Eksploitasi (Penambangan), Ijin Kuasa Pertambangan eksplorasi pasir besi nomor 503/01.427/2008 tanggal 30 Juni 2008 di Wilayah Kecamatan Yosowilangun, Kunir, Tempeh, Pasirian dan Tempursari seluas kurang lebih 8000 Ha, Surat Keterangan dari kepala daerah yang menyatakan tidak keberatan untuk dilakukan penyelidikan di Desa Bades, Selokawarawar dan Selokanyar.

Juga berdasarkan SK Bupati Lumajang No. 503/904/427.1/2009 tentang persetujuan perpanjangan ijin usaha pertambangan eksplorasi pasir besi kepada PT IMMS yang berlaku selama 3 tahun, berdasarkan UU No 4 tahun 2009 dan Surat Edaran Dirjen ESDM, tanggal 25 Agustus 2008, SK Persetujuan Kelayakan Lingkungan (AMDAL) yang dikeluarkan oleh Bupati Lumajang, tanggal 24 Juni 2010 No. 6 60/192 /427.44/2010, SK No. 503/436/427.14/2010 tentang Peningkatan Izin usaha Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT IMMS di Blog Damper seluas 1195 Ha, berlaku selama 10 tahun.

Serta PT IMMS telah mengantongi Sertifikat Clear And Clean (CnC) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan, dan sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2012 sebagai persyaratan Ekspor, PT IMMS telah mempunyai Ijin Eksportir Tterdaftar (ET), Surat Persetujuan Ekspor (SPE) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan, serta  sebagai pemegang ijin usaha pertambangan, PT IMMS sudah melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam hal penerimaan negara bukan pajak seperti iuran tetap untuk IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi yang disetorkan kepada rekening Kementerian ESDM dan kementerian keuangan maupun  sebelum melakukan penambangan.

 Maupun PT IMMS sudah membayar sewa atas lahan tambang di Blog Damper kepada Kantor Pelayanan terpadu (KPT) Kabupaten Lumajang antara lain ; Surat Keputusan nomor 503/0379./427.73/PKD.PU/2011 tentang izin pemakaian kekayaan daerah tanggal 12 Agustus 2011, SK Nomor 503/03 80/427.73/PKD.PU/2011 tentang izin pemakaian kekayaan daerah daerah tanggal 12 Agustus 2011 dan SK nomor 503/0381/427.73/PKD.PU/2011 tentang izin pemakaian kekayaan daerah tanggal 12 Agustus 2011, namun semuanya itu dianggap Ijin “Ilegal” oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur (Kejati Jatim).

Lam Chong San selaku Direktur Utama PT IMMS bersama Abdul Gofur, selaku Sekretaris Tim Teknis Amdal, yang lulusan SMEA dan menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupatena Lumajang,  akhirnya dinyatakan terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi oleh Hakim Pengadilan Tipior yang di Ketuai Hakim H.R. Unggul Warso Mukti, pada 6 September 2016 (Jilid I). Sementara dalam jilid II, yakni Ninis Rindhawati, selaku Plt. DLH dan Abdul Rahem Faqih, Konsultan AMDAL dari CV Lintas Sumberdaya Lestari (Wakil Direktur), saat ini sedang menjalani proses persidangan.


Pria WN Hong Kong yang berusia 75 tahun ini di Vonis pidana Penjara yang selamanya  17,3 tahun (tuntutan JPU 27,6 tahun penjara) dan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 79 milliar lebih. Sementara Abdul Gofur, di hokum selama 7 tahun penjara.

Aehnya, MENGAPA PEMERINTAH INDONESIA (PERHUTANI) TIDAK SEJAK AWAL MELAKUKAN TINDAKAN BERUPA TEGURAN/PERINGATAN ATAU BAHKAN MENUTUP/MENCABUT IJIN PT IMMS SERTA MENDEPORTASINYA  ? MENAGAPA SETELAH 3 TAHUN PT IMMS TIDAK LAGI MELAKUKAN KEGIATAN PENAMBANGAN BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH, PT IMMS DILAPORKAN TELAH MELAKUKAN PENAMBANGAN ILEGAL DAN HASILNYA DI EKSPORT KE LUAR NEGERI ? MENGAPA JPU TIDAK MENGHADIRKAN BEA CUKAI SEBAGAI SAKSI, TERKAIT EKSPORT HASIL TAMBANG PT IMMS KE LUAR NEGERI ? BILA IJIN YANG DIMILIKI PT IMMS TIDAK SAH DAN DIANGGAP ILEGAL, DAN PEMBAYARAN IURAN SERTA ROYALTI, MENGAPA JPU TIDAK MENGHADIRKAN PEMERINTAH PUSAT SEBAGAI SAKASI DI PENGADILAN TIPIKOR ?

Terkait ijin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) pertambangan, yang dimiliki PT IMMS, diserahkan ke Konsultan AMDAL. Selaku Warga Negara Asing, sebelum berangkat ke Hong Kong, pada tahun 2010, Lam Chong San, selaku Dirut PT IMMS memberikan kuasa kepada salah satu Direktur PT IMMS yaitu Vita Alfiana, untuk mengurus Ijin AMDAL. Kemuadian, Vita atas nama PT IMMS selaku Pamakarsa, membuat dan menandatangani kerjasama dengan Abdul Rahem Faqih, selaku Konsultan AMDAL dari CV Lintas Sumberdaya Lestari, sementara Ninis Rindhawati, adalah Ketua Tim Teknis AMDAL selaku Plt. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lumajang.

Dalam proses penyusunan kerangka AMDAL inilah yang dianggap menjadi “biang kerok” hingga menghantarkan Abdul Gofur, Ninis Rindhawati dan Abdul Rahem Faqih ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Lam Chong San, daingap melakukan penambangan Ilegal.

Fakta Persidangan Dalam Jilid II

Pada Selasa, 31 Januari 2017, WN Hong Kong ini pun kembali dihadirkan JPU Dewi dkk dari Kejati Jatim ke Pengadilan Tipikor bersama Abdul Gofur sebagai saksi di persidangan untuk terdakwa Ninis Rindhawati dan terdakwa Abdul Rahem Faqih yang didampingi Penasehat Hukumnya (PH).
Dalam persidangan yang di Ketuai Majelis Hakim yang sama dengan perkara Jilid I yaitu Hakim H.R. Unggul Warso Mukti, keterangan kedua saksi yang juga terdakwa ini tidak beda dengan keterangan pada saat dirinya diadili sebagai terdakwa. Dihadapan Majelis Hakim, saksi Lam Chong San menjelaskan, bahwa bukan dirinya yang mengurus ijin AMDAL.

“Yang membuat saya nggak tahu. Karena saya saat itu sudah keluarkan surat kuasa kepada Vita Alfiana salah satu Direktur PT IMMS, saya selaku Dirut. Dia yang membuatkerjasama menyususn AMDAL dengan Faqih (terdakwa Abdul Rahem Faqih) karena saya tidak ada di Indonesia, saya di Hong Kong. Akte Pendirian perusahaan ada. Saya pernah bertemu dengan Faqih tapi tidak bicara mengenai AMDAL. Kira-kira bulan kemudian dikeluarkan surat persetujuan Layak yang ditanda tangani oleh Bupati pada Juni 2010 dan pengajuan Maret 2010,” Jawab Lam Chong San Kepada Majelis.

Lam Chong San menambahkan. Sebelum dikeluarkannya surat persetujuan layak oleh Bupati, ada beberapa kali revisi karena dianggap belum lengkap. Lam Chong San mengatakan bahwa pengurusan Ijin AMDAL sangat jlimat. “Ada beberapa kali revisi. Saya menerima laporan karena saya sudah kuasakan dan saya ada di Hong Kong. Rivisinya beberapa kali dan sangat jlimat. Ada perjanjian dengan Faqih sampai selesai pengerususan persetujuan itu dan sudah selesai,” kata saksi Lam Chong San kepada Majelis atas pertanyaan JPU.

Hal yang sama juga dijelaskan saksi Abdul Gofur, selaku Sekretaris Tim Teknis. Abdul Gofur menjelaskan, ada pengusulan ijin AMDAL dari PT IMMS melalui Konsultan CV Lintas Sumberdaya Lestari.

“dalam penyusunan AMDAL Ada Empat kali revisi. Dokumen lama dikembalikan ke Pamakarsa. Dan setelah lengkap baru diusulkan ke Komis Penilai. Dalam sidang Komisi, yang membuka dalah Sekda dan dilanjutkan oleh Asisten. Karena Bu Ninis saat itu hanya sebagai Plt. Dalam aturan harus selesai dalam waktu 75 hari. Kalau dalam waktu 75 hari belum selsai, daingap diterima,” kata Gofur menjelaskan.

Gofur mengakui. Keluarnya Ijin AMDAL melebihi waktu 75 hari yakni 90 hari. Sehingga otomatis ijin AMDAL akhirnya dikeluarkan oleh Pemda Lumajang. Inilah yang dianggap sebagai “biang keladi” keluarnya ijin AMDAL karena diduga ada pemberian sesuatu kepada Tim Teknis. Namun tak jelas apa yang diberikan oleh pihak PT IMMS kepada Tim Teknis. Dugaan itu muncul dari pertanyaan JPU kepada saksi kedua saksi. namun saksi menjelaskan tidak ada menerima. Namun JPU pun tak melanjutkan pertanyaan nuntuk membuktikan dugaan itu.

Yang anehnya, JPU justru tidak memiliki bukti terkait Lisensi yang dikeluarkan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lumajang yang intinya, bahwa DLH Kabupaten Lumajang dapat memproses dan mengeluarkan ijin AMDAL.

Tekait keluarnya ijin AMDAL yang tidak sesuai dengan prosedur oleh Pemkab Lumajang kepada PT IMMS bahwa ada dugaan “pemberian uang” kepada Tim Teknis maupun Tim Penilai AMDAL pada tahun 2010 lalu, hal itu sudah pernah diceritakan Lam Chong San kepada Wartwan Media ini pada saat dirinya diadili sebagai terdakwa.

Saat itu, Lam Chong San menceritakan. Pada tahun 2014, dirinya pernah dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur. Menurut Lam Chong San, yang ditanya oleh penyidik Keati Jatim saat itu pada dirinya adalah terkait pembagian hasil penambangan dengan Pemda Lumajang.

“Tahun 2014 saya pernah dipanggil oleh Kejati, saya ditanya apakah PT IMMS bagi hasil dengan Pemkab. Saya jawab tidak ada, karena tidak ada dalam aturan. PT IMMS membayar Iuran kepada pemerintah pusat. Tapi satu tahun kemudian, 2015 saya dijadikan tersangka dan tidak damping pengacara dan penerjemaitah, karena bahasa Indonesia saya tida seperti sekaarang,” cerita San panggilan Lam Chong San.

“Awalnya saya dituduh menyuap, karena tida terbukti siapa yang saya suap dan kapan, terus tuduhan konfirasi. karena tidak terbukti baru tuduhan tidak memiliki ijin AMDAL,” lanjut San saai itu.

Namun yang mengherankan dalam persidangan (31 Januari 2017), adalah saat Lam Chong San menanyakkan JPU terkait hasil audit BPKP yang menyebutkan, adanya kerugian negara  sebesar Rp 79 milliar yang dilakukan oleh terdakwa atas kegiatan penambangan pasir besi (galian B). karena pada saat dirinya diadili BPKP tidak menjelaskan kepada terdakwa. JPU hanya menyarankan kepada saksi untuk meminta kepada BPKP melalui PH-nya.

Usai persidangan, terkait hasil audit BPKP yang ditanyakkan saksi yang juga terdakwa, JPU Dewi mengatakan tidak mengetahui karena tidak ikut dalam persidangan terdakwa. “Saya nggak tau karena saat itu saya tidak ikut,” kata JPU Dewi membenarkan diri.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top