0
beritakorupsi.co – Dua tersangka kasus Korupsi proyek pembangunan gedung Dewan Kota Madiun tahun 2015, yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 29 milliar itu, saat ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur.

Kedua tersangka tersebut yaitu, tersangka Kaiseng alias Aseng, tempat tinggal, Dusun Dasan Ceria Selatan, Desa Dasan Ceria, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan tersangka Moh. Shonhaji, S.Ag, tempat tinggal, Jalan Ubud F – 8/8 Perum Peruri Mas, Rt 004 Rw 007 Kelurahan Gunung Anyar, Kecamatan Gunung Anyar Surabaya.

Kedua tersangka sedang dicari-cari Team penyidik Kej
aksaan Tinggi – Jawa Timur sejak Agustus 2016 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi, Jatim No Prin-515/0.5/Fd.1/05/2016 tanggal 11 Mei 2016, Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi, Jatim No. Kep- 61/0.5/Fd.1/05/2016 tanggal 30 Mei 2016 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi, Jatim No Prin-626/0.5/Fd.1/05/2016 tanggal 30 Mei 2016, permintaan bantuan untuk penangkapan terhadap tersangka yang dikirimkan Kejati Jatim kepada Kejaksaan Agung RI, tanggal 31 Agustus 2016.

Hal itu seperti yang disampaikan oleh Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik)  Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim, Dandeni Herdiana, saat dihubungi media ini. Dandeni menjelaskan bahwa, Kejati Jatim telah menyebarkan surat bantuan pencarian orang ke Instansi-instansi terkait seperti Kepolisian dan Kejagung.

“Sejak awal kasus ini dilaporkan oleh JC (Jastice Collabolator), Kedua orang ini sudah tidak ada. Makanya JC (Hedi Karnomo.red) melaporkan ini ke kami, karena kedua orang ini menghilang. Kami telah menyebarkan surat bantuan pencarian orang ke Instansi-instansi terkait seperti Kepolisian, Kejagung dan lain-lain. Sesuai rencana awal, berkas kedua tersangka yang DPO akan dilimpahkan kalau berkas yang disidangkan kemarin sudah Incraht (berkekuatan hokum tetap),” kata Dandeni.

Lebih lanjut Dandeni mengatakan, kalau kedua tersangka belum juga ditemukan, akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor dan disidangkan secara Inabsentia (tanpa diahadiri tersangka/terdakwa).

“Berkas sudah siap dan sekarang tinggal menunggu di umumkan Media Masasa Lokal dan Nasional baru dilimpahkan dan disidangkan secara Inabsentia,” kata Dandeni yang akan menjabat Kordinator di Kejati Jateng ini. Hal ini juga di Ia-kan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi, Jatim, Maruli Hutagalung, saat dihubungi media ini.

Terseretnya kedua tersangka yang saat ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejati Jatim ini, bersama 6 (Enam) terdakwa lainnya (sudah di Vonis) terkait pelaksanaan proyek pekerjaan gedung DPRD Kota Madiun tahun 2015 lalu, dengan anggaran yang bersumber dari APBD Kota Madiun sebesar Rp 29,3 milliar.

Kaiseng atau Aseng, selaku pelaksana pekerjaan berdasarkan surat kuasa Direktur dari Hedi Karnomo selaku Direktur PT Aneka Jasa Pembangunan (AJP) berdasarkan Akte Notaris. Namun dalam pelaksanaanya, Kaiseng justru tidak menggunakan surat kuasa yang diterimanya. Akibatnya, proyek pekerjaan gedung DPRD yang harusnya selesai di akhir tahun 2015, bahkan hingga penambahan waktu selama 50 hari kalender, pekerjaan tersebut baru mencapai 90%.

Tragisnya, Hedi Karnomo, Direktur PT Aneka Jasa Pembangunan menjadi “tumbal” dari “mafia” proyek di Kota Madiun. PT AJP pun di Blaclist oleh Pemkot Madiun. Merasa di “korbankan” oleh Kaiseng dan Shonhaji yang tidak bertanggung jawab dalam pekerjaan pembangunan gedung DPRD, Hedi Karnomo pun melaporkannya ke Kejati Jatim.

Sebelumnya. Terkait proyek DPRD Kota Madiun tahun 2015, kepada media ini Hedi Karnomo menuturkan, berawal dari kepercayaannya atas “bujuk rayu” oleh terdakwa Iwan Suasana yang sudah dikealnya cukup lama.

“Ini semua berawal pada bulan April 2015. Saat Iwan Suasana atau Iwan, yang sudah lama saya kenal, datang ke kantor saya, menyampaikan kalau di Madiun ada rencana proyek pembangunan gedung DPRD yang sudah dikondisikan, tetapi dengan syarat yang mengerjakan proyek dilapangan adalah Kaiseng atau Aseng dan Moch. Shonhaji. Yang menurut Iwan bahwa Kaiseng sudah lama dikenal dan anak seorang pengusaha besar yang siap membantu dana. Serta menjelaskan, kalau PT. Parigraha Konsultan, milik Ir. Soemanto, yang masih saudaranya adalah sebagai pengawas lapangan (MK). Itulah yang membuat saya percaya dan menuruti permintaan Iwan Suasana, dengan member kuasa Direktur kepada Kaiseng dengan tanpa Hak Subtitusi. ” ungkap Hedi

Lebih lanjut Hedi Karnomo mengatakan, “Karena saya tidak berniat jahat dalam pekerjaan proyek milik Dewan itu, itulah sebabnya saya memberikan kuasa Direktur kepada Kaiseng melalui Akte Notaris, agar mengerjakannya sesuai dengan prosedur yang ada. Namun saya tidak menyerahkan rekening PT Aneka Jasa Pembangunan dengan alasan, agar saya tetap dapat memantau pajak atas nama perusahaan agar tidak ada masalah dikemudian hari. Dan saya tidak ada niat jahat dalam pelaksanaan pekerjaan proyek itu.

“Setelah terjadi masalah dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan, disitulah saya baru menyadari, kalau saya masuk dalam lingkaran hitam yang hendak dikubur hidup-hidup. Itulah sebabnya, dengan kesadaran saya, kasus ini langsung saya laporkan ke Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur, sekali pun saya harus ikut menanggung akibatnya. Dalam pelaksanaannya, ternyata pekerjaan tersebut tidak dikerjakan oleh Kaiseng dan Shonaji tepat waktu hingga penambahan 50 hari kalender. Karena surat kuasa Direktur yang diterima Kaiseng tidak dipergunakan sesuai isinya. Akibatnya, PT AJB di blacklist. Saya tidak mau hanya menjadi korban orang-orang itu, saya pun memberanikan diri untu melaporkannya, sekalipun saya harus ikut menanggung beban yang tak pernah saya bayangkan,” pungkasnya.

Fakta Dalam Persidangan

Kasus ini pun terkesan tidak transparan dalam persidangan. Sebab, JPU tidak melibatkan  team audit dari BPKP maupun BPK RI untuk menghitung besarnya kerugian negara dari akibat tidak selesainya proyek pembangunan gedung Dewan itu, JPU justru melibatkan Team Teknik Spil dari Politeknik Bandung untuk menghitungnya.

Tidak hanya itu. Salah satu bukti yang ditunjukkan JPU dalam persidangan adalah bukti baru yang tidak pernah ditunjukkan saat penyidikan. Lalu, dari mana bukti baru itu diperoleh ? mengapa saat penyidikan tidak ditunjukkan ?

Anehnya,  saksi Ahli yang sudah di sumpah dan tercantum  dalam BAP saat di penyidikan tidak dihadirkan oleh JPU. Lalu, mengapa JPU tiba-tiba memunculkan bukti baru dalam persidangan serta serta tidak menghadirikan Ahli dalam BAP ? Apakah penyidik tidak mengeluarkan anggaran untuk menghadirikan Ahli tersebut walau hanya bensin Satu liter ? Beberapa hari menjelang tuntutan, mengapa Kasi Pidsus Kejari Madiun, menghubungi istri terdakwa Hedi Karnomo lewat telepon, meminta agar dikirimkan hitung-hitungan ? 

Vonis Terhadap 6 (Enam) Terakwa

Pada Senis, 27 Pebruai 2017, Majelis Hakim telah membacakan putusannya terhadap 6 (Enam) terdakwa, diantaranya; Hedi Karnowo, Direktur PT Aneka Jasa Pembangunan (AJP) yang juga sebagai JC (Jastice Collabolator) di Vonis 1 tahun penjara dari tuntutan JPU 1,5 tahun. Agus Sugijanto, selaku PA (Pengguna Anggaran) sekaligus PPK yang menjabat Sekretaris Dewan (Sekwan). Dia di pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan denda sebesar Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Widi Santoso, PPTK (pejabat pelaksana teknik kegiatan) yang menjabat selaku Kasubag Sekwan, dihukum penjara selama 1,2 tahun Denda sebesar 50 juta rupiah subsidair 3 kurungan.

Sementara Aditya Nerviadi (Project Manager) PT Aneka Jasa Pembangunan, di vonis 1,4 tahun penjara denda 50 juta subsidair 3 bulan kurungan dan Iwan Suasana, wakil Manager PT Parigraha Konsultan dipenjara selama 1,6 tahun denda 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Dan terdakwa Sumanto, Direktur Manajemen Kontruksi (MK) PT Parigraha Konsultan, “diinapkan” dipenjara selama 1,2 tahun dengan denda yang sama dengan terdakwa lainnya. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan JPU sebelumnya. Ke Lima terdakwa ini dituntut pidana penjara masing-masing 2 tahun.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top