Lima Tersangka Kasus OTT Pelindo III Masuk Pidana Umum Bukan Korupsi
beritakorupsi.co – Pungli atau pungutan liar, tidak ada yang tau pasti sejak kapan ada. Yang jelas, Pungli sudah merajalela di negeri ini ibarat “akar ilalang” yang sulit di hilangkan, ibarat pepatah, mati satu tumbuh seribu.
Bisa jadi hal ini yang menjadi pertimbangan Presiden RI, Ir. Joko Widodo, saat mengeluarkan Kepres (Keputusan Presiden) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Dengan harapan, agar para pelaku dapat dihukum berat agar tidak ada lagi pejabat atau siapapun yang berkaitan dengan adanya biaya tak resmi yang dikenal dengan istilah Pungli saat berurusan dengan instansi pemerintah.
Namun sayang, tak semua pelaku atau tersangka yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Tim Satgas Saber Pungli masuk kategori Korupsi atau suap (Pidana Khusus) melainkan dianggap sebagai pemerasan (Pidana Umum), sehingga diadili di Pengadilan Umum bukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipokor)
Seperti kasus OTT Pelindo III Surabaya pada November 2016 lalu. Dalam kasus ini, Tim Satgas Saber Pungli Bareskrim Mabes Polri bersama Polda Jawa Timur dan Polres Pelabuhan Tanjung Perak, berhasil menagkap 5 pelaku, dan Dua diantaranya adalah pejabat Pelindo (Pelabuhan Indonesia) III Surabaya dengan barang bukti (BB) uang jutaan rupiah.
Kelima tersangka tersebut yaitu, Djarwo Surjanto (Direktur Utama Pelindo III) Surabaya dan istrinya yaitu Mieke Yolanda, Rahmat Satria (Direktur Operasional PT Pelindo III), Firdiat Firman (Direktur PT Angkara Multi Karya) dan Augusto Hutapea (Direktur PT Akara Multi Jaya).
Ke 5 tersangka ini, akan di adili di Pengadilan Negeri (PN) Kelas I Khusus Surabaya, Jalan Raya Arjuna No 16 – 18 Surabaya, setelah berkasnya dilimpah dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak dan JPU dari Kejaksan Agung (Kejagung) RI.
Hal itu seperti yang diampaikan oleh Kepala Seksi Intlejen (Kasi Intel) Kejari Tanjung Perak, Suarabaya, Lingga, yang juga salah satu JPU untuk menyidangkan kasus tersebut kepada media ini, Minggu, 25 Maret 2017.
“Ia, JPU nya banyak, ada 6 orang dari Kejari Tanjung Perak dan 3 dari Kejagung. Kasusnya masuk Pidum (Pidana Umum.red),” kata Lingga.
Kasus OTT Pelindo III Surabaya, berbeda dengan kasus OTT yang melibatkan salah seorang Jaksa penyidik dari Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur (Kejati Jatim), Ahmat Fauzi (AF) bersama Abdul Manaf (AM). Kedua tersangka ini diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Suarabaya. Keduanya dituntut pidana penjara masing-masing 2 tahun oleh JPU dari Kejari Surabaya dan Kejagung RI. Namun oleh Majelis Hakim, djatuhi hukuman (Vonis) 4 tahun.
Sebab, pasal yang menjerat para pelaku dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (TPK), hukuman pidana penjara paling singkat 1 (Satu) tahun. Sementara dalam pasal pemersan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada hukuman minimal.
“Dalam ketentuan Pasal 368 KUHP Tindak Pidana Pemerasan dirumuskan dengan rumusan sebagai berikut: Ayat (1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, ayat (2) Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku dalam tindak pidana ini” (Redaksi)
Posting Komentar
Tulias alamat email :