beritakorupsi.co – “Menyatakan terdakwa Dahlan Iskan, terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan subsidair. Menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun denda sebesar Rp 100 juta. Bilamana terdakwa tidak membayar, maka diganti dengan kurungan selama 2 bulan. Memerintahkan agar terdakwa tetap dalam tahan kota,”
Itulah isi putusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Tahsin, dalam persidangan yang berlangsung di ruang sidang Candra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, terhadap terdakwa Dahlan Iskan, dalam perkara Korupsi pelepasan asset daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov. Jatim) yang di kelola PT Panca Wira Usaha (PT PWU) pada tahun 2003 lalu, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 11.071.914.000, pada Jumat, 21 April 2017.
Putusan Majelis Hakim ini jauh lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 tahun denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 4,1 milliar rupiah atau pidana penjara selama 3,5 tahun. Sedangkan Wishnu Wardana dituntut 5 tahun dan divonis 3 tahun denda Rp 750 juta menjadi 200 juta serta subsider 6 bulan menjadi 3 bulan. Pidana tambahan berupa mengembalikan uang pengganti Rp 2,5 M menjadi Rp 1,5 Milliar atau 2 tahun menjadi 1 tahun pidana penjara.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan, bahwa benar pada bulan Agustus 2003, terdapat 5 penawar yang memasukkan surat penawarannya seolah-olah proses lelang sudah berlangsung. Sebelum dibuka penawaran lelang, 30 Agustus 2003 sudah dilakukan pembayaran oleh Sam Santoso berupa BG yang jatuh tempo pada 23 September 2003. Semua uang tersebut masuk ke PT PWU tanggal 25 September 2003.
Sehingga Majelis Hakim menyatakan, adanya rekayasa lelang mulai dari kesepakatan harga dan pembayaran pada tanggal 30 Agustus 2003. Pada hal, persetujuan RUPS baru dilakukan pada tanggal 3 September 2003 dan taksiran harga dari lembaga terkait baru dilakukan sekitar pertengahan Oktober 2003, setelah dilakukan transaksi dan pembayaran atas asset yang terletak di Kediri dan Tulungagug, dan negoisasi kedua harga penjualan asset yang oleh Wishnu Wardana selaku penjual dengan calon pembeli yang diwakili oleh Sam Santoso, baru dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2003.
Pada hal, pembayaran sudah dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2003. Penanda tanganan Akte No 39 tentang pembatalan atas Akte No 5 dan 6 tentang Akte jual beli yang ditanda tangani oleh terdakwa Dahlan Iskan selaku penjual milik PT PWU Jatim dengan Oepoyo Sarjono dan Sam Santoso selaku pembeli setelah dilakukannya pembayaran.
Sehingga, Majelis menyatakan bahwa terdakwa Dahlan Iskan selaku Dirut PT PWU bersama-sama dengan Wishnu Wardana selaku Ketua Tim Pelepasan asset adalah perbuatan yang sewenang-wenang karena jabatan yang melekat pada dirinya.
Pelepasan aseet di dua tempat tesebut seluas ribuan meter persegi berupa bangunan dan tanah, tidak sesuai dengan prosedur diantaranya, harga penjualan dibawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), tidak melibatkan tim penilai hara tanah (Appraisal), tidak melalui proses lelang, tidak membuat pengumuman di media nasional berbahasa Indonesia, sudah ada pembayaran sebelum jadwal pembukaan lelang dan pelaksanaan RUPS (rapat umum pemegang saham) serta penandatanganan Akte jual beli antara Dahlan Iskan dengan Sam Santoso, Direktur PT Sempulur Adi Mandiri (PT SAM) dan kemudian Akte tersebut dibatalkan setelah adanya pembayaran. Penanda tanganan Akte tersebut di kantor Dahlan Iskan di Graha Pena, Jalan Ahmat Yani Surabaya bukan di kantor Notaris.
Sebelumnya, terdakwa Dahlan Iskan bersama Tim Penasehat Hukumnya mengatakan, bahwa apa yang dialukan oleh terdakwa Dahlan Iskan sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) dan tidak perlu persetuan Dewan melainkan. terdakwa Dahlan Iskan juga menyataka.n bahwa pelepasan asset tersebut menjadi tanggung jawab Wishnu Wardana karena sudah di delegasikan.
Yang menarik dari kasus ini adalah, karena menjadi perhatian ratusan juta mata dan telinga penduduk Indonesia, mulai dari masyarakat biasa hingga pejabat tinggi negara, baik yang mantan maupun yang masih aktif, bukan karena jumlah kerugian negara dalam dakwaan maupun tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dan Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur (Kejati Jatim), seperti dalam kasus Korupsi E-KTP. Melainkan karena terdakwanya Direktrur Utama (Dirut PT PWU) adalah Dahlan Iskan, bukan orang “biasa” melainkan “luar biasa”.
Terdakwa Dahlan Iskan, sebelum menjabat sebagai Dirut PT PWU pada tahun 2000 hingga 2010, Ia adalah mantan wartawan senior, Pemimpin Redaksi Jawa Pos, pengusaha terkenal yaitu PT Jawa Pos Group, salah satu Media Lokal terbesar di Jatim, yang sangat berpengaruh dan di “takuti” baik pejabat maupun masyarakat. Dan kemudian mantan Dirut PT PLN, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kandidat Calon Presiden tahun 2014 serta tokoh Pers nasional ini dianggap sebagai orang yang BERSIH DAN JUJUR.
Yang menarik lagi dari Dahlan Iskan, selama 10 tahun menjabat di perusahaan milik Pemrov Jatim ini, yakni PT PWU, yang dibentuk berdasarkan Perda Nomor 5 tahun 1999 tentang penggabungan Lima Perusahaan Daerah (Perusda), untuk mengelola asset Peusahaan Daerah (Perusada) berupa tanah dan bangunan yang tersebar di Jatim, tidak menerima fasilitas apapun dan tidak digaji sepeser pun termasuk untuk biaya perjalanan dinasnya ditaggung sendiri. Belum lagi Ia (Dahlan Iskan) rela berkorban membantu Pemerintah Jawa Timur dengan menjaminkan Deposito pribadinya sebesar Rp 5 M untuk membangun gedung Jatim Expo yang terletak di Jalan Ahmat Yani, Surabaya.
Andaikan saja ada, 1000 pejabat atau pengusaha di negeri ini yang rela berbuat seperti apa yang dilakukan terdakwa Dahlan Iskan semasa menjabat di PT PWU, bisa jadi masyarakat Jatim Khususnya akan makmur. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :