beritakorupsi.co – “Doa” ibarat permohonan dalam bentuk pembelaan (Pledoi) yang disampaikan oleh terdakwa dalam kasus pidana umum maupun pidana Khusus Tindak Pidana Korupsi di persidangan, kepada Majelis Hakim agar dikabulkan, sebab Majelis Hakim adalah Marwah Tuhan. Namun ‘Doa” tidaklah selalu terkabul.
Kecewa ! mungkin kata itulah yang ada dalam benak seorang terdakwa maupun Penasehat Hukum (PH)-nya, saat Majelis Hakim menolak pembelaan yang disampaikan dalam persidanngan, sekalipun dengan linangan air mata.
Sebab, Majelis Hakim tidak hanya mempertimbangkan surat dakwaan dan tuntutan Jakasa Penuntut Umum (JPU), maupun pembelaan dari terdakwa atau yang disampaikan melalui PH-nya. Tetapi, Majelis Hakim lebih mempertimbangkan dari fakta dalam persidangan.
Dan itu pula yang dirasakan oleh terdakwa Wishnu Wardana, dalam kasus perkara Korupsi pelepasan asset daerah Provinsi Jawa Jatimur (Pemrov Jatim) yang dikelola oleh PT Panca Wira Usaha (PT PWU) pada tahun 2003 lalu, yang merugikan negara sebesar Rp 11.071.914.000.
Pembelaan terdakwa Wishnu Wardana, mantan Kepala Biro dan Ketua Tim Penjualan Aset PT PWU, milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim), yang juga mantan Ketua DPRD Surabaya ini, yang disampaikan dalam persidangan minggu lalu, ditolak dan dinyatakan terbukti bersalah melaukan Tindak Pidana Korupsi (TPK) bersama-sama dengan Dahlan Iskan, selaku Direktur Utama PT PWU, oleh Lima Majelis Hakim dengan Ketua Majelis, M. Tahsin. SH., MH dan Emapt Hakim Angota terdiri dari, H.R. Unggul Warsomukti. S.H., M.H; DR. Andriano., S.H., M.H; Samhadi. S.H., M.H dan Sanghadi. S.H, pada Jumat, 7 April 2017.
Dalam persidangan dengan agenda pembacaan surat putusan (Vonis) oleh Majelis Hakim dengan terdakwa Wishnu Wardana yang didampingi Tim PH-nya H.Dawut dkk, mantan Ketua DPRD Sidoarjo serta dihadiri Tim JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dan Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur (Kejati Jatim).
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa, pelepasan asset milik Pemerintah Provinsi (Pemrov) Jatim yang terletak di Tulungagug dan Kediri yang dilakukan oleh terdakwa Wishnu Wardana, selaku Kepala Biro dan Ketua Tim Penjualan asset bersama-sama dengan Dahlan Iskan, selaku Dirut PT PWU tidak sesuai prosedur.
Pelepasan asset tersebut tidak melibatkan tim penilai harga. Sehingga nilai penjualaan kedua asset tersebut yang dilakukan oleh PT PWU kepada PT Sempulur Adi Mandiri (PT SAM), dibawah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Akibatnya, menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 11.071.914.000.
Majelis Hakim menyatakan, seharusnya nilai penjualan untuk asset berupa tanah dan bangunan yang terletak di Tulungagung seluas 24 ribu meter lebih sebesar Rp 10.086.848.000 namun dijual dengan harga Rp 8.750.000.000. Sementara asset di Kediri berupa tanah dan bangunan seluas 32.492 meter dijual dengan harga Rp 17 milliar lebih yang seharusnya dijual berdasarkan NJPO sebesar Rp 24 milliar lebih. Sehingga terjadi selisih harga senilai Rp 11.071.914.000 yang menguntungkan Oepoyo Sarjono dan Sam Santoso selaku pribadi. Sebab PT Sempulur Adi Mandiri pada saat terjadinya transaksi belum mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum.
Tidak hanya itu. Majelis Hakim juga menyatakan dalam amar putusannya bahwa, penjualan asset sudah dilakukan pembayaran pada Agustus 2003 sementara jadwal pembukaan lelang dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) baru dilakukan pada September 2003.
Majelis Hakim Menyatakan, terdakwa Wishnu Wardana memerintahkan panitia lelang untuk membuat dokumen agar proses pelepasan asset tersebut seakan-akan sesuai dengan prosedur. Dari fakta persidangan, menurut Majelis Hakim, terdakwa Wishnu Wardana terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Mengadili; Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun, denda sebesar Rp 200 juta. Dan apa bila tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama 2 bulan. Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebear Rp 1.506.150.703. Dan bilamana terdakwa tidak membayar setelah putusan berkeuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan dirampas untuk negara. Apa bila harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama Satu tahun,” ucap Hakim Tahsin.
Hukuman pidana penjara yang jatuhkan Majelis Hakim ini kepada terdakwa lebih ringan yaitu selama 4 tahun dua bulan, dari pada tuntutan JPU. Sebab, dalam tuntutan JPU, terdakwa dituntut pidana penjara selama 5 tahun denda sebesar Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan. Dan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 2.689.284.899. atau pidana penjara dua tahun kalau terdakwa tidak membayar atau harta bendanya tidak mencukupi bila nantinya JPU menyita untuk negara. Lamanya terdakwa menjalani hukuman penjara dalam tuntutan JPU adalah selama 7 tahun dan 6 bulan.
Atas putusan Majelis Hakim ini, terdakwa lWishnu Wardana langsung menyatakan banding tanpa berkordiansi dahulu dengan PH-nya. “Saya menyatakan banding,” ujar terdakwa Wishnu.
Uasai persidagan, H. Dawud, selaku PH terdakwa mengatakan kecewa atas putusan Majelis. Hal yang sam juga dikatakan Dading yang juga PH terdakwa. dading mengatakan, seharusnya terdakwa bebas karena tidak ada kerugian negara yang dilakukan oleh terdakwa Wishnu Wardana dengan Dahlan Iskan.
Sementara, JPU Trimo mengatakan, menghargai putusan Majelis. Namun demikian, JPU masih piker-pikir. “Kita menghargai putusan Majelis. Saat ini kita masih piker-pikir dulu,” kata JPU Trimo. (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :