beritakorupsi.co – Ternyata saat seseorang hendak mencalonkan dirinya untuk menjadi kepala daerah, walaupun Ia sebagai seorang pengusaha besar dengan harta berlimpah, tak semuanya hendak menjalankan amanah yang dipercayakan masyarakat kepadanya untuk dijalankan, melaikan hanya untuk memperkuat kekuasaannya untuk memiliki apa yang diinginkannya.
Salah satunya adalah Bambang Irianto, yang menjabat sebagai Wali Kota Madiun, periode 2009 hingga 2019 (dua periode). Bambang Irianto, sebelumnya adalah seorang pengusaha SPBU (stasiun pengisian bahan bakar minyak) sebanyak 10 lokasi, distributor Oli pelumas, distributor LPG, dan beberapa usaha lainnya dengan nilai harta kekayaan sekitar 77 millia rupiah lebih.
Tak cukup usaha dan harta segitu, pada tahun 2009, Bambang Irianto mencalonkan diri dan terpilih sebagai Wali Kota Madiun untuk dua periode hingga 2019. Keinginannya untuk menguasai Kota Madiun sepertinya terkabulkan saat itu. Namun karena kerakusannya, saat ini nasibnya pun tragis dibalik jeruji besi alias penjara di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kela I Khusus Surabaya, Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur, sejak dirinya ditetapkan sebagai terssangka kasus Korupsi Gratifikasi pembangunan Pasar Besar Madiun tahun 2009 – 2012 yang menelan anggaran sebesar Rp 76,523 milliar.
Pada tahun 2009, setelah Bambang Irianto terpilih menjadi Wali Kota, Dia melanjutkan program Wali Kota sebelumnya untuk membangun Pasar Besar Madiun (PBM) akibat kebakaran pada tahun sebelumnya.
Sebagai awal untuk meraup kekayaan, Bambang Irianto, sebagai Wali Kota, ikut serta dalam proyek pembangunan Pasar Besar, dengan cara, Ia menyertakan perusahaan milik anaknya untuk menjadi bagian dalam memasok meterial proyek. Tidak cukup hanya disitu, Ia juga menyertakan modal dalam proyek terssebut.
Hasilnya, Bamabang Irianto, memperoleh keuntungan sekitar Rp 1,9 miliar. Tidak hanya itu, Bambang Irianto juga meminta hak retensi atau jaminan ketika pekerjaan proyek tersebut selesai sebesar 5 persen dari total senilai proyek sebesar Rp 76,523 miliar dari anggaran tahun jamak 2009-2012. Bambang mendapat uang dari hak retensi itu sebesar Rp 2,2 miliar. Total keuntungan yang diperoleh Bambang Irianto dari proyek Pasar Besar sejumlah Rp 4 miliar.
Setelah sukses meraup keuntungan dari pembangunan Pasar Besar yang didanai dari hasil keringat rakyat melalui APBD, Bambang Irianto pun menerima uang dari sejumlah pengusaha kontraktor di Madiun, juga hampir seluruh instansi di jajarannya, termasuk dari DPRD, kecuali RT dan RW.
Jumlah uang yang diperoleh Bambang Irianto sejak dirinya menjabat sebagai Wali Kota Madiun sejak 2009 hingga 2016, sebesar Rp 55,5 miliar. Uang tersebut kemudian dialihkan untuk membeli kendaraan, rumah, tanah, uang tunai, emas batangan dan saham di Bank Jatim atas nama sendiri, baik orang lain salah satu yang disebut adalah “Liliana”. Total uang yang diperoleh seber Rp 59,7 miliar.
Hal ini terungkap dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim yang di Ketuai H.R. Unggul Warso Mukti, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) urabaya, dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto, TrimulyonoHendradi, Herry B.S. Ratna Putra, Feby Dwiyandospendy, N.N. Gina Saraswati, Joko Hermawan, Alandika Putra dan Dormian, atas nama terdakwa, Bambang Irianto, Wali Kota (non aktif) Madiun yang didampingi Penasehat Hukum (PH)-nya Indra P, Y.sihaloho, J. Raharjo Bambang, Ridwan, Agung Nugroho, Andreas Doni dan A. Ubagio, pada Selasa, 11 April 2017.
“Selama menjabat Wali Kota Madiun sejak 2009-2016, terdakwa telah menerima uang gratifikasi yang jumlahnya Rp 55,5 miliar. Duit itu kemudian dialihkan menjadi kendaraan, rumah, tanah, uang tunai, emas batangan, dan saham atas nama sendiri, keluarga, atau korporasi. Jadi dia total menerima Rp 59,7 miliar. Ada uang sebesar Rp 5 milliar yang dipergunakan tidak berkaitan dengan jabatannya," kata JPU KPK Feby.
Saat wartawan media ini menanyakkan, apakah mantan pejabat Forpinda (Forum Pimpinan Daerah di Madiun akan dihadirkan jadi saksi. Feby tak langsung menjawab. “Itu nanti, jangan membuat pertanyaan yang menjebaklah,” ujarnya sambil senyum ramah.
Sementara PH terdakwa tidak mengajukan Eksepsi (keberatan) atas surat dakwaan JPU KPK, sekalipun merasa keberatan dalam beberapa hal dari dakwaan tersebut. JPU KPK akan menghadirikan ssebanyak 105 ssaksi dan 3 ahli dari total saksi yang diperiksa sebanyak 405 dan 5 ahli.
Untuk diketahui. Kasus yang menjerat Bambang Irianto, bermula adanya dugaan gratifikasi terkait pembangunan Pasar Besar Madiun tahun 2009-2012 lalu, yang menelan anggaran sebesar Rp Rp76,523 miliar. Kasus ini pun sebelumnya sempat di tangani Kejari Madiun dan kemudian ditarik ke Kejati Jatim, yang akhirnya sempat “tertidur”. Merasa bebas dari jeratan hukum, Bambang Irianto pun melenggang duduk di kursi “panas” memegang tongkat komando pemerintahan sebagai orang nomor Satu di Kota Madiun.
Namun tak lama “kursi panas” itu pun “goyang” seiring dengan masuknya penyidik KPK dan mencium adanya dugaan gratifikasi dari pembangunan proyek yang dikenal dengan nama PBM (Pasar Besar Madiun) itu. Dari hasil penyidikan penyidik KPK berkembang menjadi adanya dugaan pencucian uang.
Tragisnya, orang nomor Satu di Kota Madiun itu pun “jatuh dari kursi panasnya” seiring ditetapkannya menjadi tersangka kasus dugaan Korupsi gratifikasi dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). Penetapan tersangka terhadap BI oleh penyidik KPK “berbuntut panjang”.
Kasus Korupsi yang menyeret orang nomor Satu di Pemkot Madiun ini, akan menarik perhatian masyarakat umum Khususnya Madiun. Paslanya, masyarakat menunggu, apakah JPU KPK, akan menghadirkan beberapa mantan pejabat Formpinda (Forum Pimpinan Daerah) Kota Madiun menjadi saksi di persidangan seperti mantan Kajari, Kapolres dan yang lainnya ? (Redaksi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Tulias alamat email :