0


 #Kasus Korupsi ODC RSUD Dr. Saful Anwar Diduga Rekayasa Untuk Menutupi Kasus Yang Lebih Besar#


beritakorupsi.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya harus menyelidiki kasus dugaan Korupsi puluhan milliaran yang terjadi di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, dengan menelisik perkara kasus Korupsi dana ODC tahun 2005 – 2008 sebesar Rp 8,4 juta dengan terpidana atau saat ini pemohon PK, Dr. Safaruddin Refa, Sp.M.

Berani karena benar, takut karena salah. Ungkapan inilah yang mungkin dipegang oleh Dr. Safaruddin Refa, Sp,M, KVR, dengan mengajukan memori permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Malang, pada Rabu, 12 April 2017.

Dalam sidang PK ini, Dr. Refa mendapat dukungan dari puluhaan orang sesama profesinya, yang sengaja datang dari RSSA maupun dari Uibra (Niversitas Brawijaya) Malang untuk menyaksikan jalannya persidangan.

Dr. Safaruddin Refa, Sp,M, KVR atau yang akrab disapa Dr. Refa, adalah pegawai di RSUD. Dr. Saful Anwar (RSSA) Malang dan juga dosen di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Brawijaya Malang. Saai ini Ia mencari keadilan atas ketidak adilan yang dialaminya sejak 2009 lalu.

Pada tahun 2009, Dr. Refa, dituduh telah melakukan Tindak Pidana Korupsi dana ODC (One Day Care) atau danaretribusi jasa pelayanan yang tak dibayarkan antara lain, retribusi peralatan operasi pasien yang melakukan operasi di RSSA dikenakan sewa sarana operasi antara Rp 400 ribu hingga Rp 500 ribu per masien sejak tahun 2006 – 2008 lalu, yang jumlahnya sebesar Rp Rp 8.400.000 atau sebesar Rp 2.800.000 per tahun.

Tragisnya, Dr. Refa, divonis bersalah oleh Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) RI pada tahun 2014, setelah Jejaksaan Negeri (Kejari) Malang tak terima atas putusan bebas murni terhadap Dr. Refa oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Malang, pada tahun 2009 lalu.

Pada Rabu, 12 April 2017, dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan oleh Dr. Refa dihadapan Majelis Hakim menunjukkan Novum (bukti) baru diantaranya, Foto Copy surat dari PT Askes tertanggal 3 September 2008, yang ditujukan kepada Direktur RSU. Dr. Saiful Anwar Malang, Nomor. 1165/13-08/0908 perihal data pasien Askes kamar operasi ruang mata, yang ditandatangani oleh Roni Kurnia, selalku Kepala PT Askes.

Kemudian Foto Copy Kwitansi pembayaran oleh beberapa pasien melalui kasir RSSA pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa, para pasien tersebut adalah peserta Askes bukan pasien ODC, Foto Copy surat keterangan tertanggal 2 November 2015, yang dikeluarkan oleh Drs. Abd. Manan, Msi, selaku Kepala Sub Bagian Penerimaan dan Pendapatan RSUD. Dr. Saful Anwar, Malang yang menerangkan bahwa, pasien-pasien katarak yang dilakukan operasi oleh Dr. Safaruddin Refa, Sp,M telah dibayarkan ke RSUD Dr. Saiful Anwar.

Selain itu, juga Foto Copy surat keterangan tertanggal 15 Januari 2016, yang dikeluarkan oleh Drs. Abd. Manan, Msi, selaku Kepala Sub Bagian Penerimaan dan Pendapatan RSUD. Dr. Saful Anwar, Malang yang menerangkan bahwa, pasien katarak yang dilakukan operasi oleh Dr. Safaruddin Refa, Sp,M di RSUD. Dr. Saful Anwar sebagai pasien Askes, bukan pasien pelayanan Khusus ODC Mata telah diklaim kepada PT Askes Cabang Malang.

Dr. Refa menjelakan bahwa bukti-bukti yang dijadikannya menajdi buki baru (Novum) telah dicocokkan dengan aslinya oleh Panitra Pengadilan Negeri Malang, termasuk bukti-bukti lainnya serta menghadirkan saksi Drs. Abd. Manan, Msi.

Dalam memori PK-nya, dihadapan Majelis Hakim, Dr. Refa memberkan asal muasal kasus yan menimpa dirinya di RS ber plat merah itu.

Menurut Dr. Refa dalam memori PK-nya, bahwa pelaku Korupsi itu diduga adalah Oknum-oknum RSSA tingkat atas bukan dirinya, dengan membeberkan bukti-bukti  berupa surat pengakuan dari Bagian Keuangan RSSA, bahwa sejumlah uang telah di terima dan tercatat di keuangan RSSA, serta bukti surat dari PT Askes, hasil audit BPKP, Rekaman Medik pasien dan kwitansi pembayaran retribusi oleh pasien.

Dr. Refa menjelaskan dalam memori PK-nya pada sidang yang terbuka di PN Malang, bahwa kasus ini bermula adanya laporan dari masyarakat kepada Kejaksaan Agung, terkait dugaan korupsi besar-besaran di RSSA tempat pelayanan kesehatan publik sekitar Rp 20 Milyar, semasa Direkturnya dijabat oleh Dr. Pawik Suprijadi SPJP. Laporan isi suratnya antara lain; Uang Askes, Korpri, Farmasi, bagian Gizi, Jasa Pelayanan dokter dan perawat serta karyawan RSSA dan lain-lain.

“Selama pengabdian saya jadi PNS, saya telah mendapatkan 2 tanda jasa dari President RI dan 1 tanda jasa dari Menteri kesehatan sebagai dokter teladan, masa saya mau melakukan korupsi Rp 8,4 juta,” kata Dr. Refa dihadapan Majelis Hakim

“Golongan pangkat saya IV E, Dokter Spesialis Mata senior dan Konsultan RSSA serta Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya sampai saat ini. Saya penentang Korupsi, masih banyak rezki dari Allah. Saya tidak melakukan Korupsi, saya bukan pelakunya, pelakunya mereka berjamaah, kenapa saya yang di penjarakan ?,” lanjut Dr. Refa dengan nada bertanya

Usai persidangan, kepada media ini, Dr. Refa menjelaskan bahwa, pada bulan Juni 2008, muncul pemeriksaan Khusus dari Badan Pengawas Prop Jatim, yang sengaja didatangkan, karena hasil pemeriksaannya terjadi selisih kurang bayar jasa sarana ODC pelayanan Khusus sebesar Rp 60.800.000 selama Tiga taun.

“Pemeriksaan dilakukan tanpa memeriksa keuangan di mobilisasi dana hasil pemeriksaan Bawas ini dilemparkan oleh oknum-oknum Manager RSSA karena hasil Bawas diberikan ke RSSA, tanpa klarifikasi ke Kajari Malang. Hanya selisih 2 bulan dari pemeriksaan Badan pengawas Propinsi Jatim tanpa saksi dan bukti maupun tanpa Audit BPKP, Kajari Malang, saat itu dijabat Hermut Achmadi SH menetapkan saya menjadi tersangka tunggal,” ungkapnya.

“Tak ada bukti dan saksi satupun, kenapa mereka mempenjarakan saya. Mereka ingin membungkam saya karena mereka curiga, saya banyak tau kasus korupsi di RSSA, terlalu gampang di negara ini mempenjarakan orang, tanpa pertimbangan, tampa ada saksi dan tanpa ada bukti. Saya tidak mencari menang, tapi yang saya cari adalah kebenaran dan keadilan. Seharusnya Dr. Pawik Supriyadi SpPJ lah yang harus diperiksa dan bertanggung jawab, karena dia direktur saaat itu Diduga hampir 500 juta uang Askes yg udah di klaim saat itu tidak tau rimbanya.” lanjutnya

Anehnya, kasus besar yang milyaran rupiah, “lenyap begitu saja”. November 2008, Tim Inspektorat dari Jaksa Agung dibawa Komando Adjad Sudrajad SH turun ke Malang. memeriksa Kajari Malang setelah menerima laporan dari Masyarakat RSSA bahwa diduga Kajari Malang menerima angpaow dari RSSA agar kasus korupsi besar-besaran di RSSA di alihkan ke dokter Refa, dana berasal dari uang taktis RSSA.

Bisa jadi bukan Refa pelakunya tapi Refa sengaja di korbankan untuk menutupi kasus besar yang terjadi di RSSA saat itu. Setelah 7 tahun, Dr. Refa mencari kebenaran, nama baiknya dan nama keluarga dipertaruhkan, ingin penyelesaian secara baik dengan pihak management RSSA dan Gubernur, tapi tidak ada tanggapan.

Dr. Refa dan keluarganya tak terima karena merasa dikorbankan, di kriminalisasi dan diperlakukan tidak adil, laporan pun dilayangkan ke Presidens RI, Ir. Joko Widodo. Pasien yang tidak membayar retribusi. Apakah Dr. Refa yang harus bertanggung jawab ? apakah Dr. Refa yang mengurusi uang retribusi dari pasien ? lalu mengapa Kejaksaan Malang tidak memeriksa pasien yang dimaksud tang tidak membayar retribusi tersebut agar kasus ini menjadi lebih jelas ?

Dari penjelasan Dr. Refa maupun dalam memori PK-nya, kasus ini diduga penuh rekayasa. Sebab, data dari PT Askes terkait uang yang sudah diklaim RSSA tidak dijadikan sebagai bukti. Dr. Refa menyampaikan, ingin mencari kebenaran dan keadilan bukan untuk menang. Ia mengatakan bukan fitnah melainkan apa yang sesungguhnya, bicara dengan bukti. Berani melawan Korupsi. (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top