0

beritakorupsi.co – “Kita g pernah memerintahkan terdakwa menanggung biaya saksi. dan saya nggak pernah tau kalau terdakwa menanggung biaya saksi. perlu sampean (anda/kamu.red) tau ya….kita mengabdi kepada negara mas…,Karena UU Peradilan Tipikor ada di Surabayamaka sidangnya harus di Surabaya…..kita sendiri capek mas…..tapi karena kita membela negara kita tetap fight utk bersidang di surabaya. Sidang sampe malam pun kita laksanakan mas…..kita tdk pernah mengeluh….aku dulu pernah selesai sidang jam 2 pagi…..apakah aku harus mengeluh ? O….tidk mas….yang penting uang negara dapat diselamatkan dari para koruptor,”

Itulah curhatan bercampur angkuh dari Wahyu Triantono, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Malang, yang disampaikan kepada media ini melalui nomor WhastApp, pada Selasa, 25 April 2017.

Apa yang disampaikan Pejabat Kejaksaan Negeri Malang ini tidak berhubungan sama sekali dengan pertanyaan yang diajukan media ini, terkait bebarapa saksi yang dihadirkan JPU dari Kejari Malang ke Pengadilan Tipikor Surabaya, yang tidak menerima biaya transportasi dan tidak diberiakan makan.

Dari beberapa Kejaksaan Negeri yang ada di Jawa Timur saat bersidang di Pengadilan Tipikor, didapat informasi bahwa, saksi yang dihadirkan diberiakan transportasi dan makan. Ada juga saksi yang diantar jemput keruamah saksi dan tetap diberikan makan.

Lalau bagaimana dengan Kejari Malang ? Apakah memang Kejaksaan Negeri Malang atau Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur tidak memiliki anggaran untuk menghadirkan saksi ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus perkara Korupsi yang sedang ditangani ?

Lalu bagaimana bila saksi itu dari kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah serta berada diluar kota ? apakah saksi itu harus menangung beban dengan meminjam uang kepada orang lain untuk biaya transportasi dan makan untuk menghadiri undangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke Pengailan Tipikor ?

Seperti yang dialami 8 orang saksi yang dihadirkan JPU dari Kejari Malang dalam perkara dugaan Korupsi sewa tanah bengkok Kelurahan Tunggulwulung antara tahun 2008 hingga 2009, kepada PT. Solusindo Kreasi Pratama (SKP) untuk pembangunan tower selular selama 11 tahun seniali Rp 250 juta sejak 2008 dan lahan Pasar Krempyeng untuk dijadikan Teras BRI selama 3 tahun sebesar Rp 7 juta, dengan terdakwa, Rendi Triatmojo, mantan Lurah Tunggulwulung, dan Kolik Nuriadi, pendiri Sekolah Budaya Tunggulwulung, yang berlokasi di Jalan Sasando, Tunggulwulung, Malang.

Para saksi yang sudah dihadirkan diantaranya, Tri Handayani, Mulyono, Agus Hartono, Joni Suryo Atmojo, Sukartono, H. Rasuli dan Nicolas. Dari ke-8 saksi ini, tak seorang pun yang mendapat uang transportasi apa lagi untuk sekedar makan.

Seperti yang disampaikan Musrifin, keluarga dari terdakwa Kolik Nuriadi, kepada media ini saat ditemui di Pengadilan Tipikor, sebelum dan sesudah sidang, pada Selasa, 25 April 2017

Menurut Musrifin, agar sidang tidak tertunda hanya karena saksi tidak punya biaya transportasi dan makan, keluarga terdakwa pun rela mengeluarkan koceknya sekedar membantu asalkan sidang tidak tertunda.

“Tidak ada satu orang saksi pun yang dikasih biaya transportasi dan makan. Saksi yang sudah dihadirkan ada 8 dan 7 saki pada sidang minggu lalu yaitu; Tri Handayani, Mulyono, Sakirwan, Agus Hartono, Joni Suryo Atmojo, Sukartono, H. Rasuli,” ungkap Musrifin.

Musrifin menjelaskan, karena tidak kenal dengan saksi Tri Handayani, keluarga korban pun tidak memberiakan sekedar transportasi. Namun 7 saksi termasuk Nicolas, dibantu oleh keluarga terdakwa untuk biaya transportasi dan makan di Pengadilan Tipikor Surabaya.

“Kami tidak kenal dengan Tri Handayani, makanya kami tidak memberikan bantuan sekedarnya. Kalau yang 6 orang saki minggu kemarin, kami bantu sekedarnya dan kami makan bersama, yang bayar keluarga. Awalnya 6 saksi tidak mau datang karena tidak punya biaya transportasi. Tapi kami bujuk agar sidang tidak tertunda lagi. Kami pun rela membantu sekedarnya, karena kami juga tidak punya. Mereka (6 saksi) menyewa mobil secara patungan,” kata Musrifin, sambil menelepon salah seoarang saksi pada sidang minggu lalu.

Dari pembicaraan Musrifin dan salah seorang saksi melalui telepon selulernya, terdengar bahwa saksi tersebut mengatakan tidak menenerima uang transportasi dan tidak diberikan makan.  Dam nasib 7 saksi tidak beda dengan nasib saksi Nicolas. Seusai sidang, Nicolaspun memberanikan diri untuk menanyakkan pegawai Kejari Malang, namun tak ada tanggapan.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan dari Kepala Kejaksaan Tinggi – Jawa Timur, E.S. Maruli Hutagalung.  (Redaksi)

Posting Komentar

Tulias alamat email :

 
Top